Opini

Opini: Gema Rekor MURI Unwira Kupang, Menyulam Persaudaraan Merajut Kebhinekaan

Yah, Pit Riki Tukan sang maestro musik NTT, yang pada momen tersebut mendireksi pada bagian awal lagu dalam variasi Unisono (satu suara). 

Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO
REKOR MURI - Direktur Operasional Rekor Muri Indonesia, Yusuf Nanti menyerahkan serifikat rekor MURI kepada Rektor Unwira Kupang, Pater Dr. Philipus Tule, SVD, Sabtu (14/6/2025). 

Sebuah lagu perjuangan yang (mungkin) sebagian orang telah melupakannya. Dari lagu asli (satu variasi), diubah mejadi 15 variasi dengan gaya yang unik di setiap variasinya. 

Ini menunjukan bahwa lagu perjuangan tidak harus terjebak dalam ruang dan waktu masa lampau. Justru melalui kreativitas dan inovasi musikal, lagu tersebut menemukan relevansinya di masa kini, sekaligus menjembatani semangat kemerdekaan masa lalu dan kesadaran kebangsaan generasi muda masa sekarang.

Aura Magic sang Konduktor

Ketika pertama kali ribuan orang di lapangan Alun-alun Rumah Jabatan Gubernur mengumandangkan lagu “Tanah Tumpah Darahku”, sebagian besar masyarakat yang hadir spontan menundukan kepala, bahkan ada yang meneteskan air mata. 

Luapan emosi itu sontak meledak ketika semua mata terpana memandang figur sang konduktor yang duduk di singgasana, menggunakan kursi roda, mengayunkan kedua lengan penuh haru. 

Ribuan anggota paduan suara mampu mendengar, melihat, merespons dan menjawab setiap gerakan tangan sang konduktor. 

Tanpa harus berteriak, atau tepuk tangan untuk mengalihkan perhatian ke arah sang konduktor, beliau mampu mengalihkan perhatian. 

Yah, Pit Riki Tukan sang maestro musik NTT, yang pada momen tersebut mendireksi pada bagian awal lagu dalam variasi Unisono (satu suara). 

Sebanyak 15 variasi berhasil diaransemen dan dinyanyikan dengan apik oleh paduan suara massal. 

Bagaimana tidak, sebuah lagu yang didendangkan dari masa ke masa dengan gaya melodi dan akord yang begitu-begitu saja, oleh seorang Pit Riki Tukan, mampu mengubah menjadi 15 variasi. 

Angka yang dibilang sangat fantatis untuk ukuran variasi dalam aransemen, karena umumnya seorang komponis, atau arranger mampu mengaransemen dalam 2 atau 3 variasi. 

Maka sudah sepantasnya MURI memandang perlu dan mencatat sebagai karya yang “melampaui ukuran atau jumlah yang pernah ada sebelumnya”, sebagai anugerah maha karya yang luar biasa yakni arransemen dengan variasi terbanyak sepanjang sejarah.

Dampak Positif Bagi Masyarakat

Rekor MURI yang diraih Unwira Kupang bukan sekadar pencapaian prestasius, melainkan sebuah simbol persatuan dan semangat kebangsaan. 

Keterlibatan ribuan peserta dari berbagai latar belakang dalam paduan suara massal dan tari Ja’i merupakan wujud nyata dari semangat kebhinekaan yang hidup di tengah masyarakat NTT. 

Melalui gema lagu “Tanah Tumpah Darahku” dan harmoni gerak tarian Ja’i
tidak hanya menyulam persaudaraan lintas suku, agama, dan generasi, tetapi merajut benang-benang kebangsaan menjadi satu kain utuh bernama Indonesia. 

Unwira Kupang telah mendai contoh bahwa seni dan budaya dapat menjadi ruang dialog yang menyatukan hati demi masa depan NTT dan Indonesia yang lebih inklusif dan harmonis.

Ini mau menunjukan bahwa seni itu bisa menyatukan, mendekatkan yang jauh, merekatkan yang retak dan menyatukan perbedaan dalam kesatuan. Satu dalam keberagaman, seragam dalam kebhinekaan. 

Menggabungkan seni suara (paduan suara), seni gerak (tarian Ja’i) dan seni visual (formasi burung Garuda), ini menegaskan bahwa seni dapat menjadi jembatan kuat untuk menanamkan nilai-nilai nasionalisme secara emosional dan estetis.

Solusi yang Ditawarkan

Beberapa solusi yang bisa menjadi bahan diskusi bersama adalah, pertama; bagi pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT agar melakukan Integrasi Kegiatan Seni ke kurikulum dan ekstrakurikuler yakni meningkatkan porsi kegiatan seni (musik, tari, paduan suara) di sekolah melalui kurikulum muatan lokal dan kegiatan ekstrakurikuler, juga mengadakan festival seni tahunan sebagai tindak lanjut dari kegiatan rekor MURI. 

Memberikan fasilitasi dan pembinaan kesenian yakni pelatihan guru-guru seni agar mampu mendidik siswa secara kreatif dan profesional, serta menyediakan alat musik dan perlengkapan seni secara merata ke sekolah-sekolah di seluruh kabupaten/kota. 

Menjalin kerja sama dengan sanggar, komunitas seni, dan institusi budaya lokal untuk mendukung pembinaan jangka panjang. 

Memberikan beasiswa dan penghargaan kepada pelajar dan sekolah berprestasi di bidang seni.

Kedua; solusi bagi pihak kampus atau Universitas agar melakukan pembentukan pusat studi seni dan budaya daerah yaitu mendirikan pusat riset yang fokus pada pengembangan dan pelestarian budaya lokal melalui seni pertunjukan. 

Pengadaan kurikulum inklusif berbasis budaya dengan memasukkan mata kuliah yang mendorong eksplorasi musik daerah, tari tradisional, dan nilai-nilai lokal dalam program studi. 

Membuat kolaborasi mahasiswa dalam proyek seni massal yakni menjadikan proyek seni (seperti rekor MURI) sebagai bagian dari mata kuliah praktik atau pengabdian masyarakat, serta mendorong keterlibatan mahasiswa lintas jurusan (seni, pendidikan, komunikasi, dll) untuk berkontribusi kreatif. 

Melakukan pendampingan komunitas dan sekolah yaitu mengirimkan mahasiswa KKN atau magang ke sekolah atau komunitas seni sebagai pelatih seni dan pendamping program seni.

Pemerintah dan kampus harus melihat kegiatan seni bukan sekadar seremoni, tetapi sebagai strategi pembangunan karakter, pelestarian budaya, dan pemberdayaan generasi muda. 

Dengan mendukung kegiatan seperti rekor MURI bisa menjadi motor penggerak transformasi sosial dan budaya di NTT. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

 

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved