Opini
Opini: Gema Rekor MURI Unwira Kupang, Menyulam Persaudaraan Merajut Kebhinekaan
Yah, Pit Riki Tukan sang maestro musik NTT, yang pada momen tersebut mendireksi pada bagian awal lagu dalam variasi Unisono (satu suara).
Oleh: Katharina Kojaing
Dosen Musik Universitas Katolik Widya Mandira Kupang - NTT
POS-KUPANG.COM - Perhelatan paduan suara akbar yang diselenggarakan oleh Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang di Alun-alun rumah jabatan Gubernur NTT, Sabtu, 14 Juni 2025 menghadirkan 2.000 anggota paduan suara, menggema di jagat maya dan mata bumi Flobamora, bahkan dunia.
Seluruh lapisan masyarakat baik kalangan pelajar, mahasiswa hingga tokoh masayarakat turut merasakan moment tersebut. Ini bukan soal jumlah atau ajang perebutan menyabet rekor MURI, tetapi ini soal kebersamaan.
MURI adalah singkatan dari Museum Rekor-Dunia Indonesia, didirikan oleh Jaya Suprana pada tahun 1990.
Rekor MURI adalah penghargaan yang diberikan oleh Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) kepada individu, kelompok, atau lembaga di Indonesia yang berhasil mencetak prestasi luar biasa yang bersifat pertama, terbanyak, terbesar, atau terunik di Indonesia — bahkan kadang dunia.
Tujuan utamanya adalah mendokumentasikan dan mengapresiasi prestasi-prestasi istimewa anak bangsa dalam berbagai bidang seperti seni, budaya, olahraga, pendidikan, teknologi, hingga sosial.
Sebuah kegiatan bisa dinyatakan memecahkan rekor MURI jika melampaui ukuran atau jumlah yang pernah ada sebelumnya, memiliki keunikan yang belum pernah dicatat, menjadi pionir atau yang pertama dilakukan di Indonesia.
Secara nasional, data Rekor MURI dalam lima tahun mencatat ada beberapa lembaga di Indonesia berhasil mengukir prestasi dan menyabet gelar kehormatan MURI, yakni Bandung Choral Society memperingati Hari Kebangkitan Nasional yang jatuh pada tanggal 20 Mei dengan penampilan
paduan suara secara daring bertajuk "Indonesia Menyanyi".
Dibuka dengan lagu "Indonesia Pusaka", 2.758 penyanyi dari 436 kelompok paduan suara di berbagai kota juga menyanyikan lagu-lagu daerah secara medley.
Setiap penyanyi merekam suara dari rumah masing-masing yang berhasil terhimpun sebanyak 3.615 video (MURI, 20 Mei 2020).
Prestasi berikut adalah Universitas Indonesia (UI) berhasil meraih rekor MURI kategori “Mencanting Batik oleh Mahasiswa Baru Terbanyak” dan “Paduan Suara Mahasiswa Baru Terbanyak”.
Kegiatan membatik dan paduan suara yang diikuti oleh 9.237 mahasiswa baru dilaksanakan di lapangan Rotunda Kampus UI Depok dalam acara Puncak Program Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB), (Harian Kompas 25 Agustus 2025).
Dalam lima tahun terakhir pula, Nusa Tenggara Timur ( NTT) telah meraih beberapa rekor MURI terkait dengan seni, budaya, dan pendidikan. Beberapa rekor yang berhasil diraih NTT antara lain sebagai berikut.
Pertama, Parade Tari Tradisional Serentak Terbanyak NTT meraih rekor MURI untuk pagelaran tari tradisional secara serentak oleh penari terbanyak, dengan menampilkan 22 tarian dari 22 kabupaten/kota pada kegiatan "NTT Menari".
Kedua; Konser Suara 1.000 Sasando Bertajuk Magic of Sasando For The World di Labuan Bajo (Antara News, 28 September 2022).
Ketiga; Pagelaran tari Lufut sebanyak 2.770 penari dalam HUT ke-27 Kota Kupang dan HUT ke-70 Bank Indonesia (Muri, 28 April 2023).
Keempat; Pameran 737 MOtif Tenun dari 22 kabupaten/kota di NTT dalam HUT ke-66 Propinsi NTT (Harian Pos Kupang, 20 Desember 2024).
Kelima; kegiatan NTT Menari Dengan Menari Serentak Terbanyak dalam Hardiknas (Media Kupang, 4 Mei 2025).
Keenam; Unwira Kupang cetak dua rekor MURI melalui Paduan Suara dan Ja’i Massal (Pos Kupang, 15 Juni 2025).
Dalam dunia pendidikan khususnya tingkat Universitas di NTT, Unwira Kupang tampil sebagai perintis jalan bagi Universitas atau kampus lain untuk sama-sama mencoba mengepakan sayap dan terbang lebih jauh dan menunjukan kepada Indonesia dan dunia.
Unwira perlu menggelar rekor MURI karena secara sejarah, Unwira lah satu-satunya kampus pertama di NTT yang memiliki program Studi Sendratasik (Seni Drama Tari dan Musik) yang sekarang berubah nama atau nomeklatur menjadi Prodi Pendidikan Musik.
Selain itu, MURI juga memperlihatkan kepada masyarakat tentang karya-karya di bidang musik, tari, dan paduan suara seturut kehadiran prodi itu sendiri.
Pentingnya Belajar Seni bagi Pelajar dan Mahasiswa
John Dewei, salah seorang filsuf ternama pernah berujar bahwa seni bukanlah objek pasif, tetapi bagian dari pengalaman hidup yang utuh dan reflektif.
Seni tumbuh dari interaksi aktif manusia dengan dunia, seni juga adalah pengalaman yang terorganisir.
Seni harus dekat dengan kehidupan sehari-hari dan memiliki relevansi sosial. Hidup manusia selalu bergantung pada seni, meski tidak disadari secara langsung.
Keterikatan manusia dengan seni bukan hanya sebagai hiburan semata, melainkan sebagai alat berpikir, berkomunikasi, mengolah emosi, membentuk identitas, hingga bertahan hidup secara sosial dan psikologis.
Beberapa poin penting belajar seni bagi pelajar dan mahasiwa antara lain mengasah kerativitas dan problem-solving (Steam), memperkuat kesehatan emosional dan ekspresi diri, meningkatkan prestasi akademik dan soft skills, menguatkan empati dan kesadaran budaya, mempersiapkan karir dan
kemandirian.
Pendidikan seni berbasis multikultural di Indonesia (2022) membantu pelajar mengembangkan kepekaan budaya, tolerasnsi, dan memahami kekayaan budaya lokal hingga global.
Formasi Burung Garuda
Diketahui bahwa setiap tahun pada tanggal 1 Juni, secara serentak rakyat Indonesia merayakan atau menggelar apel bersama untuk memperingati hari kesaktian atau hari lahirnya Pancasila.
Term “Pancasila” memiliki makna mendalam yang diuraikan dalam butir-butirnya secara umum dimaknai sebagai simbol persatuan.
Dalam term lain disebut “Bhineka Tunggal Ika” artinya berbeda-beda namun tetap satu. Berbeda suku, agama, ras, golongan, warna kulit.
Berbeda pandangan, pola pikir, dan perbedaan-perbedaan lain tetapi tetap disatukan kembali oleh Pancasila.
Ribuan anggota paduan suara masal pada moment 14 Juni 2025 di lapangan Alun-alun rumah jabatan gubernur NTT dalam satu suara, satu napas, satu pandangan mata tertuju pada dirigen menyanyikan lagu “Tanah Tumpah Darahku” karya C. Simanjuntak yang diaransemen oleh Drs. Petrus Riki Tukan.
Tidak sekedar bernaynyi. Mereka membentuk formasi menyerupai “Burung Garuda” sebuah simbol kebanggaan rakyat Indonesia. Formasi burung Garuda itu sangat lengkap dari kepala sampai ekor.
Garuda bukan sekadar gambar burung mitologis tetapi merupakan representasi identitas, kekuatan, dan cita-cita bangsa Indonesia.
Warna emas dalam Garuda melambangkan keanggunan, kejayaan, dan kemuliaan bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat.
Mereka bernyanyi sambil mengangkat bendera berwarna emas dan meletakkan tangan di dada, mau mengatakan kepada Indonesia dan dunia bahwa dari NTT “Garuda masih ada di dadaku, Garuda kebanggaanku”.
Perisai di dada Garuda melambangkan perlindungan dan pertahanan negara sekaligus memuat lima dasar Pancasila.
Tanah Tumpah Darahku
Sebuah lagu yang diciptakan oleh C. Simanjuntak dan syair ditulis oleh Sanusi Pane, setiap syairnya sarat akan makna perjuangan.
Lagu ini memiliki biram 4/4 yang merupakan pola ketukan umum dalam lagu-lagu mars atau patriotik.
"Tanah Tumpah Darahku" adalah lagu patriotik yang kaya makna—mengajak setiap warga Indonesia untuk mencintai dan menjaga tanah air dengan sepenuh hati.
Pit Riki Tukan, putra kelahiran Plue kebanggaan masyarakat suku Tukan Larantuka Flores Timur, kini menjadi seorang maestro musik ternama kebanggan NTT, telah mengubah (aransemen) lagu “Tanah Tumpah Darahku” menjadi luar dari biasanya.
Sebuah lagu perjuangan yang (mungkin) sebagian orang telah melupakannya. Dari lagu asli (satu variasi), diubah mejadi 15 variasi dengan gaya yang unik di setiap variasinya.
Ini menunjukan bahwa lagu perjuangan tidak harus terjebak dalam ruang dan waktu masa lampau. Justru melalui kreativitas dan inovasi musikal, lagu tersebut menemukan relevansinya di masa kini, sekaligus menjembatani semangat kemerdekaan masa lalu dan kesadaran kebangsaan generasi muda masa sekarang.
Aura Magic sang Konduktor
Ketika pertama kali ribuan orang di lapangan Alun-alun Rumah Jabatan Gubernur mengumandangkan lagu “Tanah Tumpah Darahku”, sebagian besar masyarakat yang hadir spontan menundukan kepala, bahkan ada yang meneteskan air mata.
Luapan emosi itu sontak meledak ketika semua mata terpana memandang figur sang konduktor yang duduk di singgasana, menggunakan kursi roda, mengayunkan kedua lengan penuh haru.
Ribuan anggota paduan suara mampu mendengar, melihat, merespons dan menjawab setiap gerakan tangan sang konduktor.
Tanpa harus berteriak, atau tepuk tangan untuk mengalihkan perhatian ke arah sang konduktor, beliau mampu mengalihkan perhatian.
Yah, Pit Riki Tukan sang maestro musik NTT, yang pada momen tersebut mendireksi pada bagian awal lagu dalam variasi Unisono (satu suara).
Sebanyak 15 variasi berhasil diaransemen dan dinyanyikan dengan apik oleh paduan suara massal.
Bagaimana tidak, sebuah lagu yang didendangkan dari masa ke masa dengan gaya melodi dan akord yang begitu-begitu saja, oleh seorang Pit Riki Tukan, mampu mengubah menjadi 15 variasi.
Angka yang dibilang sangat fantatis untuk ukuran variasi dalam aransemen, karena umumnya seorang komponis, atau arranger mampu mengaransemen dalam 2 atau 3 variasi.
Maka sudah sepantasnya MURI memandang perlu dan mencatat sebagai karya yang “melampaui ukuran atau jumlah yang pernah ada sebelumnya”, sebagai anugerah maha karya yang luar biasa yakni arransemen dengan variasi terbanyak sepanjang sejarah.
Dampak Positif Bagi Masyarakat
Rekor MURI yang diraih Unwira Kupang bukan sekadar pencapaian prestasius, melainkan sebuah simbol persatuan dan semangat kebangsaan.
Keterlibatan ribuan peserta dari berbagai latar belakang dalam paduan suara massal dan tari Ja’i merupakan wujud nyata dari semangat kebhinekaan yang hidup di tengah masyarakat NTT.
Melalui gema lagu “Tanah Tumpah Darahku” dan harmoni gerak tarian Ja’i
tidak hanya menyulam persaudaraan lintas suku, agama, dan generasi, tetapi merajut benang-benang kebangsaan menjadi satu kain utuh bernama Indonesia.
Unwira Kupang telah mendai contoh bahwa seni dan budaya dapat menjadi ruang dialog yang menyatukan hati demi masa depan NTT dan Indonesia yang lebih inklusif dan harmonis.
Ini mau menunjukan bahwa seni itu bisa menyatukan, mendekatkan yang jauh, merekatkan yang retak dan menyatukan perbedaan dalam kesatuan. Satu dalam keberagaman, seragam dalam kebhinekaan.
Menggabungkan seni suara (paduan suara), seni gerak (tarian Ja’i) dan seni visual (formasi burung Garuda), ini menegaskan bahwa seni dapat menjadi jembatan kuat untuk menanamkan nilai-nilai nasionalisme secara emosional dan estetis.
Solusi yang Ditawarkan
Beberapa solusi yang bisa menjadi bahan diskusi bersama adalah, pertama; bagi pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT agar melakukan Integrasi Kegiatan Seni ke kurikulum dan ekstrakurikuler yakni meningkatkan porsi kegiatan seni (musik, tari, paduan suara) di sekolah melalui kurikulum muatan lokal dan kegiatan ekstrakurikuler, juga mengadakan festival seni tahunan sebagai tindak lanjut dari kegiatan rekor MURI.
Memberikan fasilitasi dan pembinaan kesenian yakni pelatihan guru-guru seni agar mampu mendidik siswa secara kreatif dan profesional, serta menyediakan alat musik dan perlengkapan seni secara merata ke sekolah-sekolah di seluruh kabupaten/kota.
Menjalin kerja sama dengan sanggar, komunitas seni, dan institusi budaya lokal untuk mendukung pembinaan jangka panjang.
Memberikan beasiswa dan penghargaan kepada pelajar dan sekolah berprestasi di bidang seni.
Kedua; solusi bagi pihak kampus atau Universitas agar melakukan pembentukan pusat studi seni dan budaya daerah yaitu mendirikan pusat riset yang fokus pada pengembangan dan pelestarian budaya lokal melalui seni pertunjukan.
Pengadaan kurikulum inklusif berbasis budaya dengan memasukkan mata kuliah yang mendorong eksplorasi musik daerah, tari tradisional, dan nilai-nilai lokal dalam program studi.
Membuat kolaborasi mahasiswa dalam proyek seni massal yakni menjadikan proyek seni (seperti rekor MURI) sebagai bagian dari mata kuliah praktik atau pengabdian masyarakat, serta mendorong keterlibatan mahasiswa lintas jurusan (seni, pendidikan, komunikasi, dll) untuk berkontribusi kreatif.
Melakukan pendampingan komunitas dan sekolah yaitu mengirimkan mahasiswa KKN atau magang ke sekolah atau komunitas seni sebagai pelatih seni dan pendamping program seni.
Pemerintah dan kampus harus melihat kegiatan seni bukan sekadar seremoni, tetapi sebagai strategi pembangunan karakter, pelestarian budaya, dan pemberdayaan generasi muda.
Dengan mendukung kegiatan seperti rekor MURI bisa menjadi motor penggerak transformasi sosial dan budaya di NTT. (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Unwira Kupang
Universitas Katolik Widya Mandira Kupang
Katharina Kojaing
Opini Pos Kupang
Rekor MURI
POS-KUPANG. COM
Opini: Prada Lucky dan Tentang Degenerasi Moral Kolektif |
![]() |
---|
Opini: Drama BBM Sabu Raijua, Antrean Panjang Solusi Pendek |
![]() |
---|
Opini: Kala Hoaks Menodai Taman Eden, Antara Bahasa dan Pikiran |
![]() |
---|
Opini: Korupsi K3, Nyawa Pekerja Jadi Taruhan |
![]() |
---|
Opini: FAFO Parenting, Apakah Anak Dibiarkan Merasakan Akibatnya Sendiri? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.