Opini

Opini: Bunuh Diri dalam Perspektif Moral Kristiani

Gereja Katolik mengajarkan bahwa hidup manusia adalah anugerah tak ternilai dari Allah yang harus dijaga dan dihormati. 

|
Editor: Dion DB Putra
TRIBUNNEWS.COM
ILUSTRASI 

Di samping itu, pengalaman traumatis, kehilangan orang terdekat, tekanan ekonomi, dan kegagalan dalam relasi juga menjadi latar belakang tindakan ini. 

Terlebih lagi, isolasi sosial dan kurangnya dukungan komunitas dapat memperburuk kondisi seseorang. 

Jurnal Sosiologi Pendidikan dan Pendidikan IPS (SOSPENDIS), Vol. 1 No. 3 (2023), mencatat bahwa keterasingan sosial berkontribusi signifikan terhadap meningkatnya angka bunuh diri.

Namun demikian, ajaran Gereja mengajak semua orang untuk memaknai penderitaan dalam terang iman. Gaudium et Spes no. 10 menyatakan bahwa dalam terang Kristus, misteri penderitaan memperoleh makna dan nilai. 

Penderitaan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan ruang untuk mengalami persatuan dengan penderitaan Kristus dan menemukan kekuatan dalam pengharapan akan kebangkitan.

Pandangan Moral Kristiani terhadap Bunuh Diri

Dalam ajaran Kristiani, kehidupan bukanlah milik pribadi yang dapat  diakhiri sesuka hati. Manusia hanyalah pengelola, bukan pemilik kehidupan. 

KGK 2280 menegaskan: "Kita adalah pengelola, bukan pemilik kehidupan yang telah dipercayakan Allah kepada kita. Kita tidak berhak untuk membuangnya."

Bunuh diri juga dianggap sebagai bentuk ketidakpercayaan terhadap rencana penyelenggaraan ilahi. 

Iman Kristiani mengajarkan bahwa Allah memiliki rencana penuh kasih bagi setiap manusia, termasuk dalam penderitaan. 

Dalam Christifideles Laici no. 38, ditegaskan bahwa tidak ada penderitaan yang sia-sia dalam pandangan Allah. 

Ketika seseorang memilih untuk mengakhiri hidup, itu menandakan ketidakyakinan bahwa Allah sanggup menolong dan menyelamatkan.

Namun, Gereja tidak serta merta mengutuk orang yang melakukan bunuh diri. Gereja memahami bahwa dalam banyak kasus, tindakan itu dilakukan dalam keadaan tekanan psikologis hebat yang mengaburkan kebebasan dan tanggung jawab moral seseorang. 

KGK 2282-2283 menyatakan bahwa tanggung jawab moral bisa berkurang atau bahkan dihapus karena gangguan mental berat. 

Gereja berdoa bagi mereka dan menyerahkan mereka kepada belas kasih Allah.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved