Opini

Opini: Jebakan Passing Grade ASN, Bom yang Siap Meledak di Jantung Birokrasi Negeri

Sekilas tampak logis. Standar dibuat agar yang lolos adalah mereka yang layak dan memenuhi syarat.

Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO-FOTO BUATAN AI
ILUSTRASI 

Oleh: Aven Jaman
Pegawai Bimas Katolik Kanwil Kemenag DIY

POS-KUPANG.COM - Di tengah derasnya arus reformasi birokrasi dan tuntutan pelayanan publik yang makin kompleks, kehadiran Aparatur Sipil Negara atau ASN yang profesional, kompeten dan berintegritas bukan lagi sekadar harapan—melainkan sebuah keniscayaan. 

Demi mewujudkan hal itu, seleksi ASN dengan sistem passing grade diperkenalkan. 

Sebuah ambang nilai minimal yang harus dicapai peserta untuk dinyatakan lulus.

Sekilas tampak logis. Standar dibuat agar yang lolos adalah mereka yang layak dan memenuhi syarat. 

Namun, dalam praktiknya, sistem ini perlahan-lahan menjelma menjadi bom waktu yang siap meledak di jantung birokrasi negeri. 

Jika tidak segera disikapi dengan cermat dan bijak, ia bisa jadi bumerang yang merusak tujuan besar reformasi birokrasi itu sendiri.

Artikel ini mencoba menelusuri kenapa sistem passing grade bisa menjadi jebakan yang fatal dan apa saja solusi yang seharusnya segera dilakukan.

Apa Itu Passing Grade dan Mengapa Dianggap Solutif?

Passing grade adalah nilai ambang minimal yang ditentukan oleh pemerintah untuk menentukan kelulusan peserta seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). 

Sistem ini dirancang agar hanya peserta yang memiliki kemampuan dasar tertentu —seperti intelegensi umum, wawasan kebangsaan dan karakter pribadi — yang bisa menjadi ASN.

Secara teori, ini adalah cara efektif untuk menjaring SDM unggul. Namun sayangnya, kenyataan di lapangan tidak sesederhana itu. 

Sistem ini diterapkan secara seragam di seluruh Indonesia tanpa mempertimbangkan konteks lokal, ketimpangan pendidikan, atau akses informasi di berbagai wilayah.

Coba bayangkan: seorang peserta dari daerah tertinggal harus bersaing dengan peserta dari kota besar yang sejak awal sudah memiliki fasilitas pendidikan dan bimbingan belajar yang mumpuni. 

Akibatnya, banyak formasi ASN di daerah-daerah seperti wilayah tertinggal, terdepan dan terluar (yang sering disebut daerah 3T) tetap kosong. 

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved