Pengungsi eks Timtim ke Gubernur NTT
Pemerintah Provinsi NTT Tindaklanjuti Penolakan 2.100 rumah oleh Warga eks Timor Timur
Pemprov NTT akan menindaklanjuti penolakan dari warga eks Timor Timur tentang rencana relokasi ke perumahan 2.100 di Desa Kiumase Kabupaten Kupang
Penulis: Irfan Hoi | Editor: OMDSMY Novemy Leo
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) akan menindaklanjuti penolakan dari warga eks Timor Timur tentang rencana relokasi ke perumahan 2.100 di Desa Kiumase Kecamatan Fatuleu Kabupaten Kupang.
Diketahui, ratusan masyarakat dari eks Timor Timur yang ada di Naibonat Kabupaten Kupang menggelar unjuk rasa di Kantor Gubernur NTT, Senin (16/6/2025).
Mereka menuntut penolakan relokasi dan permintaan atas kepastian status tanah di Naibonat. Setelah berorasi hampir satu jam, masa aksi di terima Pemerintah Provinsi NTT.
Kepala Dinas Sosial NTT, Kanisius Mau, Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Beny Nahak, Kepala Biro Pemerintahan Provinsi NTT Doris Rihi, perwakilan Dinas Ketenagakerjaan Provinsi NTT, dan Kepala Sat Pol PP Yohan Loban bertemu dengan 10 perwakilan masa aksi.
Baca juga: BREAKING NEWS: Aliansi Nasional Demokrasi Baru Tolak 2.100 Rumah untuk Pengungsi Eks Timtim
Syahrul Sukwan, salah dari perwakilan masa aksi menjelaskan, masyarakat setempat menghadapi dua persoalan. Pertama tidak mungkin masyarakat kembali ke Timor Leste. Kedua, masyarakat hidup dalam ketidakpastian di tempat saat ini.
Bahkan, saat berusaha pun harus berbagi lahan dengan warga lokal. Masyarakat mengalami berbagai tekanan dan dinamika kehidupan 27 tahun yang tidak diperhatikan secara serius.
"Akarnya karena soal status tanah saja. Ini harus di clearkan. Kepastian atas tanah diberikan kepada mereka yang menempatinya. Itu saja," kata Syahrul Sukwan, dari Aliansi Reforma Agraria (AGRA) NTT yang tergabung dalam Aliansi Nasional untuk Demokrasi Baru (ANDB) yang menggelar unjuk rasa.
Selain itu, pembangunan 2.100 rumah juga adalah keputusan sepihak. Dalam regulasi, relokasi perlu melibatkan masyarakat, termasuk dialog dan konsultasi publik.

Syahrul Sukwan menyebut kalau pembangunan 2.100 rumah itu murni dilakukan tanpa mendapat masukan dari masyarakat. Warga yang menjadi penerima justru tidak mengetahui sejak awal.
"Kalau kita kaji lebih jauh, mulai dari pembangunan penuh dengan indikasi korupsi. Kemudian tidak ada sarana penunjang. Masyarakat ini buruh tani. Ketika dipindahkan kesana, dia butuh lahan garap. Itu tidak ada," kata Syahrul Sukwan.
Namun, penolakan relokasi itu memang didasarkan pada ketidak-mauan masyarakat untuk direlokasi. Dia mendorong adanya kepastian kepemilikan atas tanah yang ditempati warga saat ini.
"Selayak apapun 2.100, kalau mereka tidak mau ya jangan dipaksakan. Sehingga yang perlu dilakukan adalah berikan kepastian tanah," kata Syahrul Sukwan.
Baca juga: Bupati Kupang Siap Fasilitasi Penyelesaian Masalah 2.100 Rumah Warga Eks Tim-Tim
Syahrul Sukwan juga menanggapi skema pembagian sertifikat TORA di perumahan 2.100. Skema ini menegaskan sertifikat kepemilikan tidak bisa diwariskan.
Sementara penerima, justru sudah berusia renta. Menjadi pertanyaan, kata dia, bila penerima itu meninggal dunia, maka tidak ada alih waris.
"Sehingga perlu diperjelas dulu. 2.100 itu bantuan atau relokasi. Kalau relokasi masyarakat menolak, bukan karena tidak layak tapi karena mereka tidak mau. Kalau bantuan maka jangan ada paksaan. Mereka tetap di Naibonat, tapi terserah mau menerima atau tidak, kalau itu bantuan," kata Syahrul Sukwan.
Persoalan lainnya adalah menyangkut tenaga kerja yang bekerja di perumahan 2.100. Menurut Hendri, selaku Koordinator Umum (Kordum) ANDB, banyak pekerja mengeluh karena upah tidak layak dan banyaknya intimidasi.
Menurut Hendri, para pekerja yang ada justru direkrut tidak melalui prosedur yang tepat. Perusahaan yang menaungi adalah BUMN. Namun, pekerja didatangkan oleh sebuah ormas yang tidak ada kaitannya dengan pembangunan perumahan.
"Kita minta ada pengawasan dari Dinas Ketenagakerjaan untuk para buruh," kata Hendri.
Hendri juga menekankan, Dinas Ketenagakerjaan Provinsi NTT untuk segera melakukan pengawasan terhadap persoalan lainnya dalam pembangunan perumahan tersebut.
Baca juga: Irjen Kementerian PKP Sebut Proyek 2.100 Rumah Eks Pejuang Timor Timur Terindikasi Korupsi
Syahrul Sukwan menambahkan, agar dibatalkan skema TORA dan mendorong penerapan PTSL atau Pendaftaran Tanah Sistematis secara Lengkap. Sebab, TORA memiliki batas waktu pada penggunaan dan tentu menyulitkan masyarakat dikemudian hari.
Usai mendengar aspirasi dari warga, Kanisius Mau memberi kesempatan kepada Beny Nahak untuk menyampaikan pandangan dari Pemerintah Provinsi NTT.
Menurut Beny Nahak, persoalan ketidak layakan rumah di Kiumase kini sedang ditindaklanjuti oleh para pihak, termasuk perbaikan pada bangunan yang rusak.
Beny Nahak menyebut, perumahan itu dibangun oleh Pemerintah Pusat. Ia mendapat informasi kalau sedang dibenahi pada bangunan yang rusak pada beberapa titik.
Baca juga: 2.100 Rumah untuk Warga eks Timor Timur di NTT Rampung Berdiri di Atas Lahan 92,66 Hektar
"Kami koordinasikan. Kami tindaklanjuti dengan yang menangani persis perumahan, adalah Balai Perumahan Kementerian PRKP. Pemda Provinsi pasti akan membantu. Karena kehadiran Balai untuk membantu masyarakat, termasuk bapa mama sekalian," ujar Beny Nahak.
Beny Nahak berkata, dirinya sangat memahami dengan kondisi masyarakat di Naibonat. Ia sepakat dengan keluhan yang dialami masyarakat setempat. Sejauh ini, kata dia, Pemerintah sudah melakukan berbagai upaya dari sisi sosial maupun perumahan.
Dia menyebut, pembangunan perumahan itu tentu sudah melakukan kajian dari awal. Namun, ia tidak terlalu mengikuti perihal pembangunan itu. Saat ini, ia tengah mempelajari perumahan itu.

Beny Nahak mengaku sudah menghubungi Kepala Balai Perumahan. Informasinya kalau Balai Perumahan sudah berada di lokasi perumahan untuk mengecek kelayakan rumah.
"Saya sudah kali turun kesana. Beberapa rumahnya memang lahannya kecil. Tapi untuk lahan pertanian, peternakan itu agak susah. Memang awal-awal tinggal disana mengalami kesulitan karena sekolah belum ada disana, puskesmas. Saya yakin kedepan Pemerintah akan melengkapi fasilitas itu," ujar Beny Nahak.
Baca juga: Pemerintah Pusat Siap Bangun 2.100 Rumah Tipe 36 Buat Warga Eks Timor Timur
Beny Nahak meminta masyarakat untuk bersabar dan Pemerintah berjanji untuk berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk bisa diselesaikan. Beny menyebut, lahan yang ada pun akan didorong agar memiliki kepastian kepemilikan.
Tugas Pemerintah Provinsi NTT, kata dia, saat ini adalah membantu para pihak ataupun menghubungkannya agar masyarakat bisa mendapat kepastian tanah yang ditinggali.
"Setelah mendapat kepastian hukum di situ. Rumah disana pun kalau bapa ibu punya nama disana, menurut saya diambil. Setelah kita hitung itu memang jauh sih. Memang butuh biaya tambahan. Saran kami, kalau ada namanya, rumahnya diambil. Kalau tidak ada nama, mungkin kedepan akan tetap diperhatikan Pemerintah," ujar Beny Nahak.
Perwakilan Dinas Ketenagakerjaan NTT meminta masalah kesejahteraan buruh di pembangunan perumahan itu bisa disampaikan secara tertulis. Beny Nahak menyebut, Dinas akan menindaklanjuti itu setelah adanya laporan sebagai telaah.
"Nanti bisa dimasukkan kronologi, dengan siapa perjanjian kerja itu, seperti apa perjanjian kerja itu, hak dan kewajibannya, upah, sekaligus dengan daftar tenaga kerja. Secara tertulis, detail," kata Beny Nahak.
Kanisius Mau mengatakan, masalah ini menjadi catatan dan dikomunikasikan lebih lanjut. Dia mengatakan, berbagai aspirasi itu menjadi bahan untuk dilaporkan ke Gubernur NTT dan Wakil Gubernur NTT.
Termasuk, kata Kanisius Mau, bahan itu juga dikoordinasikan ke instansi atau pihak terkait untuk bisa diselesaikan. Pemerintah Provinsi NTT memastikan kehadiran dalam membantu masyarakat menyelesaikan masalah ini.
"Ini menjadi catatan, menjadi bahan kami untuk kami laporkan ke pimpinan, Pak Gub," kata Kanisius Mau. (fan)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.