Opini

Opini: Masa Depan Bangsa dalam Bayang-Bayang Kepemimpinan yang Gagal

Pertanyaan-pertanyaan ini bukan sekadar kegelisahan individual, melainkan kegelisahan kolektif yang harus kita renungkan bersama. 

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Sirilus Aristo Mbombo 

Puncak dari kepemimpinan adalah penciptaan karya yang bermakna dan membanggakan. 

Kepemimpinan sejati tidak hanya menghasilkan kebijakan yang spektakuler di atas kertas, tetapi juga mewujudkan perubahan nyata yang dapat dirasakan oleh rakyat. 

Namun, setelah lebih dari tujuh puluh sembilan tahun merdeka, banyak daerah di Indonesia masih tertinggal, pembangunan masih terpusat di kota-kota besar, sementara pedesaan terabaikan. 

Apakah keadilan hanya milik segelintir orang di pusat kekuasaan? Apakah pembangunan hanya layak dinikmati oleh mereka yang tinggal di ibu kota?

Jika kondisi ini terus berlanjut, maka ke mana arah bangsa ini? Jika saat ini saja dipenuhi dengan begitu banyak permasalahan, bagaimana dengan masa depan? 

Apakah kita hanya akan terus terjebak dalam siklus kepemimpinan yang gagal memahami kebutuhan rakyatnya?

Seorang pemimpin sejati harus mampu mendobrak kebiasaan lama yang hanya mempertahankan privilese kelompok tertentu. 

Ia harus berani mengangkat suara mereka yang terpinggirkan, memastikan bahwa setiap kebijakan yang dibuat bukan hanya menguntungkan sebagian kecil populasi, tetapi benar-benar mencerminkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. 

Jika seorang pemimpin lebih mementingkan kemewahan dan kekuasaannya sendiri, maka ia telah kehilangan makna kepemimpinan yang sejati.

Seorang pemimpin bukanlah sekadar individu yang menduduki jabatan tinggi, tetapi ia adalah pengemban amanah yang harus mempertanggungjawabkan setiap kebijakan yang diambilnya. 

Kepemimpinan sejati bukanlah tentang seberapa lama seseorang berkuasa, tetapi tentang seberapa besar dampak positif yang ia tinggalkan bagi rakyatnya. 

Pemimpin yang sejati adalah mereka yang memimpin dengan teladan, bukan dengan ketakutan; yang mengutamakan kepentingan rakyat, bukan kepentingan pribadi.

Di tengah arus zaman yang semakin deras, marilah kita menuntut pemimpin yang tidak hanya berbicara tentang perubahan, tetapi yang benar-benar menjadi perubahan itu sendiri. 

Marilah kita berharap dan berusaha agar kepemimpinan di negeri ini tidak lagi menjadi permainan kekuasaan semata, tetapi benar-benar menjadi ladang pengabdian bagi kemajuan dan kesejahteraan seluruh rakyat. 

Sebab, pada akhirnya, sejarah hanya akan mengingat mereka yang benar-benar memberikan makna bagi kemanusiaan, bukan mereka yang sekadar berkuasa tanpa arah. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved