Opini
Opini: Masa Depan Bangsa dalam Bayang-Bayang Kepemimpinan yang Gagal
Pertanyaan-pertanyaan ini bukan sekadar kegelisahan individual, melainkan kegelisahan kolektif yang harus kita renungkan bersama.
Oleh: Sirilus Aristo Mbombo
Mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, NTT
POS-KUPANG.COM- Di dalam gemuruh zaman yang tak kunjung mereda, negeri ini terus bergelut dengan berbagai persoalan yang seakan tidak mengenal titik akhir.
Dalam hiruk-pikuk ketidakpastian ini, muncul sebuah pertanyaan yang mendesak dalam benak: apakah negeri ini masih memiliki pemimpin sejati?
Di manakah ide dan gagasan besar yang seharusnya menjadi fondasi kepemimpinan?
Ataukah mereka berlindung di balik tirai kebohongan dan kepentingan pribadi? Kapan kebenaran akan terbuka, dan kapan bangsa ini akan benar-benar merasakan kesejahteraan yang hakiki?
Pertanyaan-pertanyaan ini bukan sekadar kegelisahan individual, melainkan kegelisahan kolektif yang harus kita renungkan bersama.
Kepemimpinan, dalam esensinya, adalah inti dari transformasi sosial yang menentukan arah peradaban suatu bangsa.
Ia bukan sekadar jabatan atau kewenangan, melainkan sebuah tanggung jawab luhur yang menuntut keberanian moral dan ketajaman visi.
Seorang pemimpin sejati adalah ia yang tidak hanya memahami realitas zamannya, tetapi juga memiliki keberanian untuk mengubahnya menuju kebaikan bersama.
Seorang pemimpin sejati tidak hanya berkuasa, tetapi juga membimbing. Ia
adalah sumber inspirasi yang menyalakan api harapan di hati rakyatnya, bukan sosok yang justru meredupkan semangat mereka dengan kebijakan yang menindas.
Jika seorang pemimpin lebih sibuk mengamankan kepentingan pribadinya daripada mengangkat kesejahteraan rakyatnya, maka layakkah ia disebut sebagai pemimpin, ataukah hanya sekadar penguasa yang haus akan legitimasi?
Indonesia, dalam lintasan sejarahnya, telah menyaksikan berbagai wajah kepemimpinan. Sebagian besar pemimpin yang muncul tampaknya lebih tertarik pada retorika daripada aksi nyata.
Kata-kata mereka melayang indah di udara, namun realitas yang dirasakan rakyat justru sebaliknya: kemiskinan yang tak kunjung usai, pendidikan yang tertinggal, serta kesenjangan sosial yang kian melebar.
Seorang pemimpin yang sejati bukanlah mereka yang hanya berbicara tentang keadilan, tetapi mereka yang mampu mewujudkan keadilan dalam tindakan nyata.
Kepemimpinan sejati tidak sekadar bersandar pada visi, tetapi juga pada
kemampuan untuk menerjemahkan visi itu ke dalam kebijakan yang berdampak nyata.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.