Opini
Opini: Filsafat Manusia bagi Generasi Milenial
Filsafat manusia lahir dari getar refleksi ini. Ia bukan sekadar cabang dari sistem pengetahuan, melainkan upaya penuh keheningan...
Oleh: Sirilus Aristo Mbombo
Mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira Kupang - NTT
POS-KUPANG.COM - Dalam setiap jejak langkah manusia yang menapaki bumi, tersimpan pertanyaan purba yang tak kunjung padam: siapakah manusia?
Pertanyaan ini bukan sekadar retorika eksistensial, tetapi sebuah kegelisahan mendalam yang menyentuh inti dari keberadaan itu sendiri.
Manusia bukan hanya subjek yang berpikir, merasa, dan bertindak; ia adalah persoalan itu sendiri, persoalan yang menjelma dalam diri yang bertanya dan yang dipertanyakan.
Ia adalah misteri yang tidak pernah tuntas, sekaligus medan pencarian yang terus menantang.
Filsafat manusia lahir dari getar refleksi ini. Ia bukan sekadar cabang dari sistem pengetahuan, melainkan upaya penuh keheningan untuk menatap wajah manusia dalam cermin kebenaran yang paling jernih.
Filsafat manusia melibatkan metode yang khas: bukan induksi empiris belaka, bukan deduksi logis semata, melainkan permenungan ontologis yang mendalam.
Ia menyingkap hakikat terdalam manusia lewat dialektika antara pengalaman konkret dan makna metafisis. Metodenya bersifat reflektif, kontemplatif, dan transenden, menjangkau melampaui yang tampak menuju yang hakiki.
Namun, filsafat manusia tidak berjalan sendirian dalam menjelajah lanskap pemahaman manusia.
Ia berdialog erat dengan ilmu-ilmu lain: antropologi, psikologi, biologi, sosiologi, bahkan neurosains.
Ilmu-ilmu ini mengungkapkan dimensi-dimensi manusia yang terukur dan terlihat; filsafat mengungkapkan yang tak terukur, yang melampaui.
Jika ilmu menjelaskan bagaimana manusia ada dan bekerja, filsafat bertanya mengapa manusia itu ada, untuk apa eksistensinya, dan apa makna di balik keberadaannya. Perjumpaan ini bukan saling meniadakan, melainkan saling melengkapi dalam cakrawala pengetahuan yang integral.
Relevansi filsafat manusia semakin terasa di zaman modern ini, ketika identitas manusia kian tergelincir ke dalam reduksi fungsional dan materialistik.
Di tengah dominasi teknologi dan logika utilitarian, filsafat manusia mengingatkan bahwa manusia bukan sekadar alat produksi atau konsumsi, melainkan persona yang unik, tak tergantikan, dan tak ternilai.
Ia membawa nilai-nilai absolut dalam dirinya, bukan karena apa yang ia hasilkan, melainkan karena siapa ia sebenarnya.
Sirilus Aristo Mbombo
filsafat
generasi milenial
POS-KUPANG. COM
Opini Pos Kupang
Universitas Widya Mandira
relativisme
Opini: Prada Lucky dan Tentang Degenerasi Moral Kolektif |
![]() |
---|
Opini: Drama BBM Sabu Raijua, Antrean Panjang Solusi Pendek |
![]() |
---|
Opini: Kala Hoaks Menodai Taman Eden, Antara Bahasa dan Pikiran |
![]() |
---|
Opini: Korupsi K3, Nyawa Pekerja Jadi Taruhan |
![]() |
---|
Opini: FAFO Parenting, Apakah Anak Dibiarkan Merasakan Akibatnya Sendiri? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.