Opini

Opini: Rakyat Terbelenggu, Militer Dijunjung, Supremasi Sipil Harus Ditegakkan

Sejarah telah mengajarkan, dengan luka-luka yang tak kunjung sembuh, bahwa ketika militer bebas dari kontrol sipil, tirani segera bertunas

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Petrus Pile Mulan 

Musuh dari supremasi sipil bukan hanya peluru dan senjata, tetapi juga sikap apatis, ketidakpedulian, dan ketakutan yang dipelihara dalam bayang-bayang kekuasaan. 

Kita harus berani menyalakan lentera kesadaran di tengah malam panjang penindasan; kita harus berani bersuara bahkan ketika suara kita gemetar dalam ketakutan.

Negara yang adil tidak lahir dari kompromi dengan ketidakadilan. Negara yang beradab tidak mungkin lahir dari penyerahan buta kepada kekuatan yang tidak akuntabel. 

Kita harus menuntut bahwa supremasi sipil ditegakkan bukan sebagai formalitas, melainkan sebagai jiwa dari seluruh bangunan negara kita. 

Kita harus menolak setiap bentuk militerisme yang bersembunyi di balik jubah nasionalisme palsu. 

Nasionalisme sejati adalah keberanian untuk mencintai rakyat, bukan keberanian untuk menindas atas nama rakyat.

Tugas kita adalah menjaga bara kesadaran ini tetap menyala, meskipun badai ketakutan berusaha memadamkannya. 

Supremasi sipil adalah cahaya yang harus kita jaga bersama, cahaya yang menuntun bangsa ini keluar dari bayang-bayang sejarah kelam menuju pagi yang lebih adil dan bermartabat. 

Dalam setiap hati yang mencintai kebebasan, dalam setiap pikiran yang mendambakan keadilan, di situlah supremasi sipil harus hidup dan bertumbuh.

Pada akhirnya, sejarah akan menghakimi kita bukan dari kekuatan militer yang kita banggakan, melainkan dari seberapa jauh kita mampu menjaga martabat manusia di tengah godaan kekuasaan. 

Supremasi sipil bukan sekadar konsep legalistik; ia adalah pertaruhan moral kita terhadap masa depan, terhadap generasi yang akan datang. 

Apakah kita akan mewariskan negara yang merdeka dalam arti sejati, atau negara yang hanya berganti seragam dalam penindasan yang terus-menerus?

Kita masih memiliki pilihan. Selama kita belum membungkam suara hati, selama kita masih percaya bahwa kekuasaan sejati berasal dari legitimasi rakyat, selama itu pula harapan untuk supremasi sipil tetap hidup. 

Rakyat yang ditekan hari ini harus bangkit sebagai rakyat yang berdaulat esok hari. Militer yang dimanjakan hari ini harus kembali diposisikan sebagai pengabdi, bukan penguasa. 

Demi masa depan yang lebih adil, demi negeri yang layak kita banggakan, marilah kita jaga bersama prinsip ini: bahwa dalam negara yang sejati, rakyat adalah tuan, dan kekuasaan hanyalah pelayan. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved