Opini

Opini: Pope Of the People, Figur Religius dalam Dunia yang Terluka

Ia menegaskan bahwa Gereja tidak boleh menjadi sekadar institusi moral yang netral, melainkan komunitas perlawanan terhadap ketidakadilan.

Editor: Dion DB Putra
FOTO BIRO PERS SEKRETARIAT PRESIDEN
PAUS DI JAKARTA - Paus Fransiskus saat berada di Jakarta. Pemimpin Takhta Suci itu berkunjung ke Indonesia tanggal 3 sampai 6 September 2024. 

Sebagai contoh, Laudato Si’ — ensiklik lingkungan yang menjadi dokumen moral dunia dalam isu krisis iklim. 

Paus Fransiskus tidak hanya bicara soal kerusakan bumi, tapi menyentuh dimensi sosial-ekologis: bahwa penderitaan bumi selalu paralel dengan penderitaan kaum miskin. 

Dalam kerangka ini, pembelaan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) bukan semata agenda politik, melainkan ekspresi iman yang hidup.

Tindakan Paus Fransiskus merupakan pembalikan struktur kekuasaan tradisional dalam gereja. 

Ia meruntuhkan tembok hierarki dan menggantinya dengan spiritualitas kerendahan hati. 

Gereja yang diperjuangkannya adalah gereja yang mengakar pada penderitaan, dan oleh karenanya, wajib menjadi bagian dari perjuangan sosial.

Kepausan dan Solidaritas Global dalam Dunia yang Terpecah

Dunia kini dilanda gelombang konservatisme, populisme, dan politik identitas yang memecah belah. 

Dalam situasi ini, Paus Fransiskus tampil sebagai tokoh dialog yang melampaui batas agama dan ideologi. Ia menjadi satu dari sedikit pemimpin dunia yang konsisten membela HAM universal.

Dalam dokumen Fratelli Tutti, Paus Fransiskus menyerukan persaudaraan lintas iman dan lintas bangsa. 

Ia juga mengecam nasionalisme sempit dan xenofobia yang berkembang di banyak negara Barat. 

Dalam setiap pidatonya, Paus Fransiskus mengingatkan bahwa setiap manusia—migran, pengungsi, tahanan, bahkan penjahat—memiliki martabat yang tak dapat dicabut. 

Ia menyebut pengabaian terhadap kaum migran sebagai “skandal moral global.”

Dapat dikatakan bahwa otoritas religius tidak dapat dipisahkan dari relasi kuasa dan simbol. 

Paus Fransiskus menggunakan posisi simboliknya sebagai pemimpin religius dunia untuk melawan narasi eksklusi dan kekerasan. 

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved