Opini

Opini: NTT Provinsi Termiskin, Korupsi dan Kekristenan

Tentu kita bertanya mengapa NTT memiliki banyak rakyat yang miskin. Faktor Penyebab Kemiskinan ada banyak. 

Editor: Dion DB Putra
SHUTTERSTOCK
ILUSTRASI 

Oleh: Rm. Polikarpus Mehang Praing, Pr
Tinggal di Seminari Tinggi St. Mikhael Penfui-Kupang

POS-KUPANG.COM - Tempo, 20 Januari 2023, memberitakan bahwa Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat persentase penduduk miskin di Indonesia naik pada September 2022. 

Penduduk miskin di Indonesia mencapai 9,57 persen atau mengalami peningkatan 0,03 persen poin dibandingkan bulan Maret 2022. 

Per September 2022, jumlah penduduk miskin mencapai 26,36 juta orang. Nusa Tenggara Timur (NTT) masuk dalam peringkat ketiga provinsi termiskin di Indonesia. 

Tercatat persentase penduduk miskin di NTT sebesar 20,23 persen. Sebesar 60 persen warga NTT bermata pencaharian sebagai petani dan peternak.

Tentu kita bertanya mengapa NTT memiliki banyak rakyat yang miskin. Faktor Penyebab Kemiskinan ada banyak. 

Seperti yang telah dijelaskan, kemiskinan merupakan salah satu permasalahan sosial yang sulit diurai dan kerap kali terjadi di negara-negara berkembang seperti Indonesia. 

Kemiskinan dapat terjadi karena ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kemiskinan tersebut.

Berikut adalah faktor-faktor penyebab kemiskinan. Pertama. Pertumbuhan Penduduk yang Tinggi. Angka kelahiran yang tinggi atau besar di suatu daerah dapat menyebabkan lapangan pekerjaan yang tersedia menjadi terbatas. 

Akan banyak rakyat yang tidak mendapat pekerjaan, tidak memiliki penghasilan tetap atau gaji untuk membeli kebutuhan pokok hidupnya. 

Jumlah pertumbuhan penduduk tinggi tidak sebanding dengan pendapatan ekonomi masyarakat. Ada kemiskinan dalam kehidupan rakyat. 

Robert Malthus (1766 – 1834), pakar demografi dan ekonom politik Inggris, menegaskan kemiskinan ada karena jumlah penduduk yang cenderung lebih meningkat menurut deret ukur, namun produksi bahan makanan hanya meningkat menurut deret hitung. 

Kedua; Masyarakat Pengangguran Meningkat. Pengangguran adalah produk lajunya pertumbuhan penduduk yang tinggi disuatu negara. 

Artinya tidak adanya lapangan kerja di suatu negara menjadi tidak mendatangkan pendapatan ekonomi bagi warga. 

Semakin banyak masyarakat yang ganggur, maka angka kemiskinan pun menjadi meningkat. 

Ketiga; Pendidikan yang Rendah.  Daerah atau negara yang warganya memiliki pendidikan rendah, cenderung tidak memiliki keterampilan, wawasan maupun pengetahuan yang memadai untuk mendapatkan pekerjaan atau menghidupi dirinya. 

Sulit bagi masyarakat yang berpendidikan rendah untuk bersaing dengan masyarakat yang memiliki pendidikan tinggi di dunia kerja atau usaha. 

Inilah sesungguhnya sumber pengangguran dan angka kemiskinanpun menjadi bertambah. Keempat Terjadi Bencana Alam. 

Bencana alam juga menjadi faktor penyebab terjadinya kemiskinan. Bencana alam, seperti banjir, tanah longsor maupun tsunami dapat menimbulkan kerusakan pada infrastruktur, hilangnya tempat kerja, kehilangan harta benda serta kerusakan psikologis masyarakat. Bencana alam dapat menjadi penyebab kemiskinan. 

Kelima; Distribusi Pendapatan yang Tidak Merata. Distribusi pendapatan yang tidak merata menyebabkan ketimpangan pada pola kepemilikan sumber daya. 

Masyarakat yang memiliki sumber daya terbatas dan rendah akan berada di bawah garis kemiskinan. 

Henry George (1839-1897), ekonom politik, filsuf social dan jurnalis Amerika, berpendapat penyebab utama dari kemiskinan adalah kepemilikan pribadi serta monopoli yang dilakukan oleh individu atas tanah. 

Menurutnya kepemilikan tanah telah menjadi alat ukur untuk melihat kekayaan pribadi seorang individu. 

Karl Marx (1818-1883), filsuf, ekonom, sejarawan, pembuat teori politik, sosiolog, jurnalis dan sosialis revolusioner asal Jerman, berpendapat bahwa penyebab kemiskinan adalah eksploitasi yang terjadi kepada para kaum pekerja yang dilakukan oleh kaum kapitalisme.

Melihat penyebab kemiskinan ini maka kemajuan rakyat bukan langkah mudah dan gampang bahkan menjadi sangat mahal. 

Layak untuk dikatakan bahwa menjadi pemimpin, dalam berbagai tingkatannya, pada negara berkembang dan miskin, adalah tugas dan pekerjaan yang mahaberat.

Dan NTT, sebagai propinsi termiskin di Indonesia, pemimpin-pemimpinnya, adalah pekerja-pekerja berat. Menjadi pemimpin di NTT berarti menjadi pejuang yang siap menghadapi tantangan-tantangan mahaberat. 

Bisa dilihat, sejak NTT berdiri sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 (de jure), belum dan sangat sulit bersaing, maju ke level seperti provinsi-provinsi lain di Jawa dan sebagainya. 

Tentu ada bidang-bidang tertentu yang unggul namun secara menyeluruh selalu berada dibawa provinsi-provinsi lain. Oleh karena itu mengevaluasi atau mengeritik kepemimpinan-kepemimpinan di NTT, dengan keadaannya yang serba memprihatikan ini, bisa dianggap tabu.

Namun miris juga mendengar, dengan situasi daerah saat ini. Berita KBRN, Kupang bahwa berdasarkan data yang diambil dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Indonesia Corruption Watch (ICW) mengeluarkan data terkait maraknya korupsi di Indonesia. 

Laporan Hasil Pemantauan Tren Korupsi Tahun 2023 mengungkap fakta bahwa sebanyak 791 kasus korupsi telah berhasil ditangani oleh aparat penegak hukum di Indonesia pada 2023 yang dilansir dari laman Instagram DataIndonesia.id. 

Provinsi NTT tak luput dari jeratan korupsi, masuk dalam daftar 5 besar provinsi dengan kasus korupsi terbanyak. 

Berdasarkan data ICW, NTT tercatat memiliki 37 jumlah kasus korupsi sepanjang tahun 2023. Angka ini menunjukkan tren yang mengkhawatirkan, mengingat NTT juga termasuk daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi (https://www.rri.co.id/kupang). 

Tentu tindakan korupsi ini bisa menciptakan kemiskinan pada berbagai kategori; kemiskinan absolut, warga tidak cukup memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, perumahan, pendidikan dan tidak bekerja dengan layak. 

Kemiskinan relatif, karena kebijakan yang tidak tepat dalam masyarakat yang menyebabkan ketimpangan pendapatan. 

Kemiskinan kultural, karena faktor adat atau budaya yang membelenggu sehingga tetap berada dalam kondisi yang memperihatinkan.

Kemiskinan struktural, karena ketidakberdayaan masyarakat terhadap sistem yang tidak adil sehingga mereka tetap terjebak dalam kemelaratan.

Di sisi lain, sebagai provinsi dengan umat kristiani terbesar di Indonesia, situasi ini bisa menimbulkan pertanyaan refleksi; apakah pewartaan injil di NTT, sebagai sumber kekuatan mulia dan bermartabat dalam pelayanan manusia secara rohani dan jasmani, tidak benar dan tidak berhasil? 

Apakah praktik korupsi para pemimpin di NTT, hampir seluruhnya kristiani, sudah jadi kultur yang tidak bisa diubah lagi? 

Tentu kekristenan atau adanya pemimpin beragama kristiani di daerah, dengan persoalan masyarakat yang kompleks, tidak berarti itu mudah dan otomatis baik, daerah maju dan makmur. Tetapi mesti ada rasa malu. 

Pemimpin-pemimpin kristiani, yang nota benenya diajar dan dituntun dengan nilai-nilai injili, sejak nenek moyang, seperti tidak berbuah dan tidak bercahaya. 

Keutamaan-keutamaan dari spirit injil; cinta kasih, keadilan, perdamaian dan solidaritas menjadi mahal. 

Sebaliknya praktik korupsi, yang sungguh memiskinkan masyarakat, itu yang dipertontonkan bahkan dipelihara oleh sekelompok orang.

Tulisan kecil ini, sebagai masyarakat NTT, adalah kerinduan dan harapan agar ada upaya dan perjuangan yang tak kenal lelah menghapus kemiskinan di wilayah ini. 

Pemimpin-pemimpin adalah fondasi utama, baik dengan kebijakan-kebijakan maupun kerja sama dengan berbagai pihak, untuk memajukan dan mensejahterakan warga. 

Sebagai orang kristiani pantas mempertontonkan spirit pelayanan sesuai dengan nasehat-nasehat injil agar harapan-harapan indah, yang baik dan mulia untuk rakyat tercapai dan bersinar. Hentikan kebiasaan korupsi yang memiskinkan rakyat. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved