Opini

Opini: Benarkah Artificial Intelligence Merevitalisasi Ratio?

Secara umum, pendekatan terhadap penelitian AI, dikategorikan menjadi Mhacine Learning dan Deep Learning. 

|
Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Irenius Boko 

Oleh: Irenius Boko
Ketua Komunitas Pikiran dan Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Unwira Kupang Periode 2024/2025

POS-KUPANG.COM - Pada tahun 2023, ketika mengikuti seleksi call full paper untuk menjadi narasumber dalam seminari internasional yang diadakan oleh Fakultas Filsafat UNWIRA, saya dikagetkan dengan fakta ontologis dari Artificcial Intelligence

Meskipun saya bukan seorang yang ahli dalam pemprograman algoritma komputer, tapi dengan membaca semua ulasan tentang AI jelas bahwa dari sana melahirkan percikan pengetahuan tentangnya. 

Maka sebelum membahas lebih jauh tentang relasi AI dan Ratio, saya terlebih dahulu mengulas secara singkat tentang penelitian terhadap AI itu sendiri.

Tentang AI

Dalam tulisan ini, saya tidak menampilkan perkembangan sejarah dari AI itu sendiri. 

Saya akan langsung mengulas tentang elemen-elemen yang membentuk AI. Penelitian terhadap AI, secara progresif dapat terbagi ke dalam beberapa aspek yang memang dikhususkan untuk sedapat mungkin mempertimbangakan proses memposisikan komputer berlaku seperti manusia. 

Secara umum, pendekatan terhadap penelitian AI, dikategorikan menjadi Mhacine Learning dan Deep Learning. 

Apabila AI dipahami sebagai suatu sistem komputer yang dapat berpikir, serta berlaku sama seperti manusia, maka Mhacine Learning dan Deep Learning merupakan komposisi yang membentuknya. 

Tanpa kedua kategori tersebut, konstruksi AI tidak akan menjadi suatu system yang fenomenal dapat berpikir dan berlaku seperti manusia. Kedua komposisi tersebut seperti jantung dari AI.

Mhacine Learning (pembelajaran mesin) merupakan salah satu komposisi dalam AI yang disistemkan atau mencakup perancangan algoritma dengan suatu kondisi memungkinkan komputer dapat berlaku atau bertindak dengan berbasiskan pada data-data. 

Proses pembalajaran mesin ini, akan menjadikan cara kerja komputer dalam mengenali objek. Akan tetapi, dalam ML, masih membutuhkan intervensi dari programer. 

Namun, sistem ML ini akan mengurangi pula intervensi programer atau akan semakin pintar apabila ML belajar terus menerus. 

Sedangkan Deep Learning merupakan salah satu komposisi dari AI juga Mhacine Learning dengan spesifikasi pengembangannya menggunakan neural networks. 

Deep Learning secara khusus bertindak lebih akurat terkait dengan menganalisis objek, juga tentang menerjemahkan bahasa, serta mengenali suara. 

Keakuratan Deep Learning ini juga sudah beredar dan tersebar serta sudah digunakan begitu banyak orang. 

Misalnya, mobil otomatis, Chatbots, asisten virtual dan masih banyak lagi. Mhacine Learning dan Deep Learning juga menjadi komposisi urgen dalam konstruksi robot.

Spesifikasi dari cara kerja kedua hal tersebut akan memungkin robot bertindak, berpikir rasional, serta bisa menganalisis sama seperti manusia. 

Lebih jauh lagi, ML dan DL menjadikan robot untuk dapat mengenal dan menganalisis dengan baik terhadap pola lingkungan serta objek-objek yang ada disekitarnya. 

Bahkan DL secara signifikan akan membantu robot untuk dapat berinteraksi sangat intensif dengan manusia.

Jadi, AI dengan kedua komposisinya yakni ML dan DL, merupakan suatu konstruksi dan inovasi terhadap cara kerja komputer untuk sedapat mungkin mengantisipasi cara kerja manusia ke dalam komputer. 

Kerja-kerja yang membutuhkan kecerdasan natural manusia, secara nyata saat ini sudah bisa dilakukan oleh AI. 

AI akan sangat intensif juga efektif dalam melakukan kerja-kerja yang membutuhkan tindakan manusia. Contoh konkretnya, E- Tilang yang sudah digunakan di Indonesia. 

Secara jelas, tugas Polisi Lalu Lintas bisa diantisipasi atau digantikan dengan cara kerja AI.

Dengan fakta perkembangan AI dalam adanya Deep Learning yang menggunakan neural netwroks, jelas memposisikan manusia dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Mengapa demikian? 

Sebab terdapat entitas lain yang sudah bisa berpikir dan bertindak mirip seperti manusia. Kondisi demikian, sudah merebak ke semua aspek kehidupan manusia. 

Sekarang manusia masih mendominasi entitas yang lain. Namun, dalam beberapa tahun lagi, AI akan mendominasi manusia dalam ilmu pengetahuan.

Ratio direvitalisasi AI?

Dalam ulasan ini saya akan menggunakan prinsip empirisme dari Jhon Locke tentang tabula rasa,untuk menjelaskan tentang ratio dalam hubungannya dengan AI. 

Locke dalam konsepnya tentang tabula rasa, menjelaskan bahwa sejak awal manusia tidak memiliki idea innate (kritiknya terhadap Desacertes). 

Karena tidak memiliki idea innate, jelas kondisi akal budi manusia itu tabula rasa. Sama seperti kertas putih yang belum dicoreti oleh tinta atau kosong.

Lalu dari mana manusia (seorang anak kecil) bisa memperoleh pengetahuannya? 

Terhadap pertanyaan demikian, Locke menekankan akan kondisi anak kecil yang menirukan apa yang diamati dan yang dirasa oleh panca inderanya. 

Anak kecil, biasanya menirukan apa yang dilakukan oleh orang dewasa. Jadi, sarafnya akan menerima semua stimulus informasi dari panca indera menuju otak untuk diproses, lalu menghasilkan konklusi.

Selain melalui menirukan apa yang dilakukan oleh orang dewasa, Locke juga menjelaskan tentang pentingnya pendidikan. Pendidikan sebagai wadah bagi manusia untuk mematangkan akal budinya. 

Apabila, menirukan orang dewasa merupakan suatu bahan mentah pengetahuan, maka dalam pendidikan, manusia benar-benar mengekplorasi suatu pengetahuan yang sudah divalidasi dalam masyarakat ilmiah. 

Tentu ini berbasiskan pada tatanan hukum masyarakat ilmiah, sehingga pengetahuan yang diperoleh juga berbasiskan padanya.

Melalui ulasan singkat tentang tabula rasa dari Jhon Locke, dapat disimpulkan bahwa memang kematangan ratio dari manusia diperoleh dari tindakan belajar terus-menerus. Hal tersebut memang realistis dan dialami oleh semua manusia. 

Menirukan apa yang dilakukan maupun apa yang dikatakann oleh orang dewasa merupakan hal yang umumnya dilakukan oleh seorang anak kecil. 

Tidak ada seorang anak kecil pun yang tidak pernah menirukan tindakan orang tuanya.

Kemudian ketika sudah berada di bangu sekolah dasar, akal budi mulai dibentuk dengan semua tatanan ilmiah untuk memahami realitas di sekitarnya. 

Melalui displin ilmu yang dipelajari, ratio seorang manusia mulai memahami semua entitas yang ada. Hal tersebut, berlanjut sampai ke tingkat menengah dan tinggi. 

Maka, jelas bahwa seseorang yang tidak pernah mempelajari atau memahami semua ilmu yang sudah divalidasi oleh masyarakat ilmiah, jelas akal budinya hanya menampung pengetahuan mentah. 

Jelas perkembangan rationya tidak begitu matang dengan mereka yang mempelajari ilmu yang sudah divalidasi dalam masyarakat ilmiah.

Apabila cara perkembangan ratio manusia demikian, apakah perkembangan AI juga demikian?

Yang jelas bahwa perkembangan AI mirip dengan perkembangan ratio manusia. Pada mulanya memang AI bekerja sesuai dengan data yang dimasukan oleh proramer. Dalam tingkat ML, peran programer masih sangat dibutuhkan. 

Baik dari memasukan data, memproses, lalu sampai pada hasilnya. Misalnya, programer atau agen, mesti memasukan terlebih dahulu data-data tentang kursi dengan segala elemennya. 

Lalu, nanti akan diproses melalui gambar-gambar dan data-data tersebut. Usai diproses yang dibantu oleh agen, AI akan memberikan kesimpulan bahwa dengan objek dengan struktur demikian adalah kursi.

Berbeda dengan, DL yang diprogram dengan menggunakan neural netwroks. DL diprogram untuk dapat mengobjektivasi dan memberikan kesimpulan dengan cepat sama seperti manusia.

Manusia apabila melihat meja, tidak perlu membutuhkan waktu untuk memproses dan mengenali strukur-strukturnya lalu memberikan kesimpulan bahwa objek tersebut adalah meja. Melainkan dalam waktu yang sangat singat, langsung memberikan kesimpulan bahwa objek tersebut adalah
meja. 

Demikianlah, DL diprogram untuk bisa menyamai kecerdasan manusia menganalisis sesuatu. Tidak perlu membutuhkan waktu yang lama, AI bisa segera memberikan kesimpulan terhadap objek yang ada disekitarnya.

AI secara substansial kecerdasannya juga berproses. Meskipun, semulanya semua data dimasukan oleh agen, namun kecerdasannya untuk memproses dan memberikan kesimpulan juga melalui suatu proses. Apa prosesnya? Jelas melalui intensitas penggunaan terhadapnya. 

Apabila intensitasnya semakin tinggi dan efektif, maka proses kecerdasannya semakin meningkat.

Demikian pula apabila intensitasnya menurun, maka kecerdasannya menurun meskipunmenampung banyak data. Hal tersebut, koheren dengan perkembangan ratio manusia. Semakin seseorang belajar, maka rationya semakin matang.

Melalui kondisi demikian, benarkah ratio direvitalisasi oleh AI? Terdapat dua jawaban terhadap pertanyaan tersebut. 

Pertama, ratio direvitalisasi. Meskipun ratio direvitalisasi, namun kualitasnya tidak sebanding dengan tindakan membaca sebuah buku. 

Artinya, memang benar ratio memperoleh pengetahuan melalui jawaban AI. Namun, proses perkembangannya akan berjalan lambat, sebab di sana tidak ada tindakan dialog. 

Ratio manusia akan mengalami proses yang begitu cepat hanya melalui tindakan membaca buku. AI akan langsung memberikan jawaban sesuai dengan apa yang diminta. 

Namun, dalam buku manusia tentu perlu dialog untuk mengelaborasikannya. Dan hanya melalui membaca, di sana terdapat dialog yang sengit antar pembaca dengan buku yang di baca.

Kedua, AI direvitalisasi. Meskipun jawaban pertama memvalidasi bahwa ratio direvitalisasi, namun hal yang terjadi yakni secara eksistensial, ratio tidak direvitalisasi. 

Hal ini terjadi karena tidak adanya dialog di sana. Artinya, ratio manusia selalu dibutuhkan untuk dapat memproses dan berdialog dengan apa yang dikonsumsinya. 

Sedangkan dalam AI ratio tidak dipaksa demikian. Kemudian, di sini yang terjadi yakni ratio semakin memberikan peluang terhadap perkembangan kecerdasan dari AI itu sendiri. 

Dengan intensitas tinggi menggunakan AI, jelas ratio menjadi kerdil dan AI semakin cerdas. Hal inilah yang menjadi kecemasan eksistensial manusia. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved