Liputan Khusus

Lipsus: Wakil Bupati Sikka Simon Subandi Supriadi Terjang Banjir Rob

Banjir rob atau air laut pasang merendam permukiman warga di Kelurahan Wairotang, Kecamatan Alok Timur dan Kampung Garam, Kelurahan Kota Uneng

|
POS-KUPANG.COM/ARNOL WELIANTO
PANTAU - Wakil Bupati Sikka Simon Subandi Supriadi memantau salah satu wilayah terdampak banjir rob di kampung garam kelurahan Kota Uneng, Kecamatan Alok, Kabupaten Sikka NTT, Rabu (2/4/2025). 

Terkait dampak terparah yang dialami, Natalia mengatakan kebun mereka yang berukuran satu hektar lebih di Desa Motaain sudah jadi jalur kali dan tidak bisa dikelola lagi sebagai kebun. Kebun tersebut rusak waktu padi sudah mau panen tetapi dirusaki banjir. 

“Dari situ, kebun itu sekarang kami sudah tidak bisa kelola lagi karena terkikis banjir dan sekarang sudah jadi jalur kali. Sehingga sekarang kami hanya bisa tanam padi di pekarangan rumah saja. Selain kebun rusak, saat itu babi besar yang harganya sudah bisa tiga jutaan dan ayam enam ekor juga hanyut dibawa banjir," tutur Natalia Seuk.

Natalia Seuk berharap agar secepatnya pemerintah dapat membangun tanggul dan kualitas tanggulnya bagus menghadang banjir karena tanggul yang ada ini jebol..

Melihat kondisi rumahnya yang sering kemasukan banjir, Natalia mengatakan tanah dan rumah mereka itu merupakan peninggalan leluhur. Bahkan barang yang dianggap sakral bagi mereka juga tersimpan di rumah tersebut.

"Kita tidak akan mau pindah dan memang tidak bisa karena semua leluhur juga dimakamkan di sini. Semua barang peninggalan leluhur juga ada di dalam rumah ini, seperti tanasak, bahan kakaluk dan alat makan peninggalan leluhur," ucap Natalia.

Gregorius Bria (42) warga lainnya mengatakan, banjir yang terjadi bukan hal baru lagi bagi mereka. "Banjir ini bukan baru sekali dua kali. Kita punya rumah sudah sering kemasukan banjir. Ternak peliharaan terbawa banjir. Kebun dirusaki banjir terus," ucap Gregorius Bria.

Terkait penanganan terhadap kerugian yang dialami usai bencana banjir itu, Gregorius mengatakan belum pernah ada bantuan dari pemerintah. Pemerintah dan DPRD juga tidak pernah turun ke lokasi tersebut. 

“Mereka hanya datang saat musim politik saja. Di sini biasa kepala desa saja, karena beliau juga korban dari dampak banjir ini. Mereka dari desa biasa datang data kerugian akibat banjir, tapi tidak pernah direspon pemerintah daerah. Ini kita pernah mau dibantu rumah bantuan seroja, tapi sejak tahun 2021 itu tidak dilanjutkan pembangunannya. Untuk ini tahun juga kita sudah tanam padi sebanyak tiga kali, tapi banjir kasih rusak terus," ucap Gregorius. (awk/rio)

Sudah 40 Kali Banjir

Kepala Desa Oanmane, Norbertus Nahak saat dikonfirmasi Pos Kupang, Rabu (2/4) mengatakan, bencana banjir yang terjadi di Desa Oanmane belum pernah ada upaya dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malaka untuk meninjau dampak kerugian warga usai terjadinya bencana banjir.

" DPRD juga sama. Mungkin ada beberapa yang turun tapi tidak terkonfirmasi sehingga saya tidak tau. Kalau yang biasa konfirmasi sebelumnya pasti saya tau," ucap Norbertus.

Nobertus mengatakan, warga yang alami kerugian itu sudah didata dan usulkan ulang - ulang ke BPBD, tapi belum ada bantuan bagi warga yang terdampak. Tiga tahun sebelumnya, biasa ada bantuan dari Pemda usai banjir, seperti beras, telur, mie dan air bersih. Tapi kalau tindakan nyata seperti rehabilitasi rumah yang rusak itu belum pernah dilakukan.

Kepada DPRD, Norbertus berharap agar selain pembangunan tanggul, jalan raya dan rumah rumah warga yang tertimbun material untuk dapat diperhatikan. Selain itu, Norbertus juga berharap agar program Bupati, Stefanus Bria Seran untuk melanjutkan pembangunan tanggul bisa segera direalisasi.

Baca juga: Aktivitas Produksi Garam di Sikka Terhambat Imbas Dilanda Banjir Rob

"Saya sangat mengharapkan terkait program Bupati untuk melanjutkan pembangunan tanggul ini bisa segera dilakukan secepatnya," harap Norbertus.

Kata Norbertus, sejak 28 Desember 2024 lalu hingga saat ini, banjir hampir setiap malam selalu terjadi akibat meluapnya kali. Banjir di Desa Oanmane untuk tahun ini sudah hampir 40-an kali dan meluap ke pemukiman warga. 

"Untuk tahun ini intensitas banjir lebih tinggi, sehingga luapan banjirnya lebih besar di banding tiga tahun sebelumnya. Dia hampir sama dengan di tahun 2021. Walaupun tidak ada badai seperti badai seroja waktu itu, tapi tahun ini dia cukup intens terjadi tiap malam," kata Norbertus.

Norbertus membeberkan, jumlah penduduk di Desa Oanmane kurang lebih sebanyak 356 kepala keluarga. Semu penduduk rata rata berprofesi sebagai petani. 

Warga Malaka Barat Harus Waspada 

Masyarakat di Malaka Barat diimbau agar harus selalu waspada karena curah hujan masih cukup tinggi dan berusaha untuk bisa melakukan evakuasi mandiri pada saat banjir meluap.

"Saya mengimbau agar masyarakat harus selalu waspada pada saat hujan. Sekarang curah hujan masih cukup tinggi, jadi harus selalu waspada. Ketika banjir meluap itu harus segera melakukan evakuasi secara mandiri, jangan tunggu banjir masuk sampai ke rumah - rumah dulu," imbau Camat Kecamatan Malaka Barat, Remigius A. Y. Bria Seran kepada Pos Kupang, Rabu (2/4).

Remigius mengatakan, banjir di Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten Malaka biasanya desa yang terkena dampak paling parah itu di Desa Rabasa, Desa Motaain, Desa Oanmane, Desa Sikun dan Desa Fafoe.

Baca juga: Warga Gotong Royong Perbaiki Jalan Rusak Akibat Banjir Rob di Palue Sikka, Tiga Tahun Tidak Respon 

"Kemarin pada saat banjir, saya sempat pergi pantau di Desa Oanmane. Di sana kondisinya memang parah betul, lahan pertanian kena semua, terdampak semua," ucap Remigius.
Ia juga mengatakan untuk menangani masalah meluapnya banjir secara terus menerus solusinya adalah melanjutkan pembangunan tanggul.

"Di sana itu karena tebing dengan sungai itu rata sehingga mudah-mudahan dalam tahun ini mulai dikerjakan tanggul. Solusinya hanya bisa dilanjutkan dengan pembangunan tanggul. Itu saja," ucap Remigius. (ito)

NEWS ANALISIS

Pengamat Kebijakan Publik NTT, Ir. Habde Adrianus Dami 

Kurangnya Mitigasi 

KALAU kita ikuti pemberitaan berbagai media, hampir setiap tahun pada titik-titik tertentu terjadi bencana, banjir maupun longsor. Padahal siklus tahunan ini sebetulnya bisa di prediksi. Bahkan penanganan kita bisa menemukan mitigasi agar meminimalisir kerugian jiwa maupun material dari bencana. 

Namun kalau kita ikuti sampai saat ini, mestinya pemerintah punya kebijakan. Begitu BMKG mengeluarkan peringatan dini cuaca, maka pemerintah daerah setempat dari provinsi sampai tingkat desa harus melakukan upaya struktural maupun non struktural. 

Misalnya saja, penanganan mitigasi. Kita harus punya pemetaan daerah mana yang rawan bencana dan daerah mana yang potensi bencana tinggi dan ada pemukiman masyarakat. 

Kemudian kita lakukan sosialisasi ke masyarakat, ini sesuai informasi BMKG akan potensi hujan lebat maka kita harus lakukan ini. Kita melihat siklus seperti ini sudah harusnya terbaca, kita terbantu informasi dari BMKG sehingga bisa melakukan antisipasi. 

Justru yang terjadi kita tidak melakukan upaya mitigasi, respon dan pemulihan. Yang terjadi hanya tahap rehabilitasi dan rekonstruksi yang merupakan tahap terakhir. Jadi begitu ada bencana, jalan terputus baru pemerintah hadir. 

Baca juga: Habde Dami: NTT Harus Punya Pemetaan Daerah Rawan Bencana

Sedangkan, tahap mitigasi, respon dan pemulihan justru kita sering abai. Menurut saya pemerintah harus hadir melihat kembali kebijakan penanganan bencana. Jangan sampai kita hanya hadir di tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. 

Saya melihat bahwa penanganan bencana, pemerintah tidak responsif cenderung berada ditahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Respon dan pemulihan itu cenderung lambat kalau kita katakan. 

Memang kita melihat bahwa pemerintah punya sumber daya yang lebih besar. Mereka punya anggaran, sumber daya, alat dan perangkat sehingga porsi pemerintah harus kita letakkan secara proposional. 

Sedangkan peran masyarakat juga tidak terlepas dari partisipasi keikutsertaan masyarakat dalam hal ini. Memang kita mengalami dilematis dalam situasi seperti ini karena, seperti program pemukiman mestinya juga memprioritaskan masyarakat yang berada di kawasan rawan bencana. Selama ini program relokasi sering menyasar ke masyarakat dengan pendekatan ekonomi kurang. 

Sehingga prioritas masyarakat pada titik rawan bencana juga harusnya masuk dalam program relokasi yang dibuat pemerintah. Masyarakat di daerah rawan harus diperhatikan dan ditempatkan pada kawasan lebih aman. 

Secara proposional sebetulnya tanggung jawab pemerintah lebih besar, tapi tidak lepas juga dukungan dan kesadaran masyarakat dalam mitigasi dalam bencana. Jadi ada keterikatan masyarakat juga. 
Masyarakat juga harus menyadari juga dengan upaya mitigasi. Kita berharap masyarakat proaktif dalam program ini. Jangan sampai masyarakat turut ada dalam bagian pada persoalan ini. 

Tempat-tempat umum seperti kantor desa, juga perlu difungsikan sebagai lokasi pengungsian bila ada bencana alam terjadi. Jangan sampai sudah terjadi bencana baru semua teriak. Koordinasi dari provinsi sampai tingkat paling bawah itu penting. 

Yang paling penting menurut saya adalah kita membuat pemetaan wilayah rawan bencana sehingga kita ada antisipasi. Termasuk jalur penyelamat dan titik rawan bencana. Itu semua harus dipersiapkan. 
Kita harus buat dari hulu ke hilir. Tidak saja kita sosialisasi ke masyarakat bahwa waspada dan selesai.

Kita perlu juga menyiapkan sarana prasarana pada situasi darurat. Begitu juga dengan titik jalan rawan longsor. 
Petugas harus disiagakan di daerah rawan bencana agar segera melakukan pemulihan bila ada bencana. Sehingga tidak terjadi kerugian lebih banyak. (fan) 

Ikuti berita POS-KUPANG.COM lain di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved