NTT Terkini 

Melki - Johni Wajib Cermat Lihat Isu Pangan, Lingkungan dan Disabilitas di NTT 

Apalagi dari sisi perubahan iklim. Faktanya para nelayan terkena dampak akibat cuaca itu. Akses nelayan terhadap jaminan sosial masih jauh dari harapa

|
Penulis: Irfan Hoi | Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/IRFAN HOI
KETERANGAN - Yayasan Pikul, WALHI dan Aliansi Penyandang Disabilitas NTT saat memberikan keterangan pers kepada wartawan merespons pelantikan Kepala Daerah, Kamis (20/2/2025) di Kantor WALHI NTT. 

Data dari ESDM, ada sekitar 6 ribu hektar kawasan hutan lindung yang dialihfungsikan menjadi area pertambangan. Dari sisi keberlanjutan sebetulnya sudah mengabaikan aspek lingkungan. 

Cerita lain, salah satu kebijakan nasional adalah sektor pariwisata. Sektor itu menjadi penetrasi yang merusak sektor lainnya yang mendukung pariwisata. 

Bila dilihat skema secara umum, sampai saat ini pemerintah belum menyuarakan secara lantang mengenai kebijakan yang tidak menambah kerusakan ekologi. 

"Tidak nampak atau tidak disuarakan secara lantang kebijakan pemerintah daerah sebelumnya. Calon pemimpin selalu hadir dengan narasi bahwa kita perpanjangan suara dari bapak mama sekalian. Tapi, kita tidak boleh buta dengan sejarah pengrusakan lingkungan di NTT," ujar Yuven. 

Jika, suara masyarakat tidak disambung dengan lantang oleh pemimpin, maka yang terjadi adalah pengabaian. Berbagai kebijakan nasional selama ini sering menggeser masyarakat dari tempat asalnya. 

"Dari catatan sebelumnya, tidak ada pemerintah daerah yang berani mengatakan bahwa kebijakan nasional ini tidak cocok dengan daerah saya, tidak cocok dengan masyarakat adat saya. Tidak ada pemerintah daerah omong begitu," ujarnya. 

Menurut Yuven, banyak kebijakan pemerintah yang belum sepenuhnya berpihak kepada masyarakat. Terutama dalam kaitannya dengan isu pertambangan yang kerap bersinggungan dengan masyarakat setempat. 

Narasi selama ini hanya berpegang pada pemerintah daerah adalah perwakilan pemerintah pusat. Sehingga kebijakan nasional dilanggengkan masuk ke daerah tanpa memperdulikan masyarakat lokal. 

Alhasil ketegangan tingkat lokal pun terus terjadi. Potensi pengrusakan lingkungan yang paling nyata dihadapi masyarakat adalah alih fungsi kawasan. 

Seperti halnya perubahan status pada berbagai cagar alam, hutan lindung menjadi taman nasional yang memberi peluang lebih besar ke investor. Industri pariwisata yang gencar dilakukan saat ini justru berdampak kuat ke lingkungan. 

Sejauh ini, kata dia, keberpihakan pemerintah ke masyarakat rentan masih minim. Regulasi mengenai masyarakat adat di NTT juga baru tiga daerah, itupun masih terkatung-katung. Sebab, selama ini ada pemerintah memiliki pemahaman, sebuah tempat atau kawasan harus memiliki bukti sah kepemilikan. 

Sementara, masyarakat sendiri sejak dulu belum mengenal berbagai administrasi. Bukti kepemilikan hanya berdasarkan pada 

"Narasi hukum bahwa SK dimana, HGU, kemudian mengabaikan ada waktu lalu. Ada sonaf, ada kebiasaan masyarakat adat. Yang secara de jure itu merupakan ruang memperoleh (aturan) dari pemerintah. Itu ancaman bagi masyarakat adat," ujar Yuven. 

Yuven mengatakan, transisi sistem dalam geothermal justru masih melayani kelompok pemodal. Dalam beberapa kebijakan sektor industri adalah dampak bencana yang tidak pernah dihitung dari tiap proyek. 

"Ada penggusuran masyarakat adat, kekeringan, kerentanan masyarakat adat, privatisasi sumber daya air. Itu sudah terjadi di daerah lain. Bencana industri terjadi besar-besaran," kata dia. 

Mayoritas masyarakat di NTT sangat rentan dengan berbagai dampak yang timbul akibat dari proyek tidak ramah lingkungan itu. Banyak hal yang hilang akibat dari keberlangsungan proyek dari pemerintah itu. 

Jika pemerintah tidak melihat dan memperhatikan, maka semua rentan hari ini akan semakin rentan. Dia menyayangkan bila pemerintah terlibat memuluskan yang namanya proyek yang merugikan masyarakat. 

Dia menyoroti mengenai dengan pelaksanaan MBG yang dilakukan. Mestinya ibu-ibu di desa diberdayakan dan menjadi penggerak utama sebagai pendukung utama melaksanakan program itu. 

"Sangat minim sekali pemerintah daerah berbicara mengenai pemulihan lingkungan. Justru lebih banyak, NTT akan di tambang lagi," kata dia. 

Anggaran untuk pemulihan lingkungan juga sejak tahun 2018 masih berada dibawa angka 1 persen. Artinya ini sangat tidak efisien dengan imbas kerusakan yang ada. 

Pemerintah harus lebih detail melihat kembali berbagai kerusakan akibat dampak yang sudah berlangsung. Hal itu menjadi basis dalam membuat kebijakan kedepannya. (fan) 

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved