NTT Terkini 

Melki - Johni Wajib Cermat Lihat Isu Pangan, Lingkungan dan Disabilitas di NTT 

Apalagi dari sisi perubahan iklim. Faktanya para nelayan terkena dampak akibat cuaca itu. Akses nelayan terhadap jaminan sosial masih jauh dari harapa

|
Penulis: Irfan Hoi | Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/IRFAN HOI
KETERANGAN - Yayasan Pikul, WALHI dan Aliansi Penyandang Disabilitas NTT saat memberikan keterangan pers kepada wartawan merespons pelantikan Kepala Daerah, Kamis (20/2/2025) di Kantor WALHI NTT. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG  - Yayasan Pikul, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dan Aliansi Penyandang Disabilitas NTT memberikan sejumlah catatan kritis terhadap kepemimpinan Gubernur NTT Melki Laka Lena dan Wakil Gubernur NTT Johni Asadoma

Tiga NGO itu menggelar konferensi pers, merespons pelantikan Kepala Daerah yang digelar, Kamis (20/2/2025) di Istana Negara oleh Presiden Prabowo Subianto. Kepemimpinan Melki - Johni harus lebih cermat melihat isu pangan, lingkungan dan disabilitas. 

Perwakilan dari Yayasan Pikul Dina Soro menyoroti mengenai isu pangan dan sektor kelautan perikanan. 

Dina mengatakan, kepemimpinan kepala daerah baru ini perlu ada masukan dari berbagai pihak. Dia menyoroti mengenai program dari Melki - Johni hilirisasi. 

Yayasan Pikul melihat isu pangan menjadi hal krusial. Selama ini pemerintah masih fokus pada beras, jagung dan kedelai. Padahal NTT memiliki keberagaman akan jenis pangan. 

Baca juga: Deretan Gubernur Periode 2025-2030 Terkaya, Segini Harta Kekayaan Melki Laka Lena


"Baik itu kehutanan, perkebunan yang mendukung upaya diversifikasi pangan di NTT. Selama ini kami melihat isu pangan pemerintah masih bias dimana hanya mendorong pupuk, penyediaan lahan," ujar dia. 

Apalagi dari sisi perubahan iklim. Faktanya para nelayan terkena dampak akibat cuaca itu. Akses nelayan terhadap jaminan sosial masih jauh dari harapan. 

Padahal dalam data Pertanian dan perikanan menyumbang pendapatan yang signifikan. 
Harusnya Pemerintah harus mendorong itu sebagai landasan utama.

Justru selama ini pemerintah juga hanya mendorong program dari pemerintah pusat yakni food estate. Itu sangat berlawanan dengan konsep diversifikasi pangan yang sudah digalakkan masyarakat lokal. 

Isu food estate dalam kepemimpinan Melki - Johni juga kemungkinan akan dilaksanakan. Program itu selama ini belum pernah dievaluasi sekalipun terutama dampaknya untuk masyarakat. 

"Kita lihat selama ini masih saja impor beras dari luar. Otomatis pengeluaran beras dari daerah sangat tinggi. Akan sangat sayang sekali pemerintah tidak mendorong kebijakan pangan lokal," ujarnya. 

Baca juga: Sebelum Dilantik Pimpin NTT, Ibunda ke Melki Laka Lena: Hormat Pak Gub! 

Menurut Dina, bila itu terus dilakukan maka ketergantungan akan terus ada. Mengingat perubahan iklim sangat berimbas pada petani dan nelayan yang sangat erat dengan cuaca. 

Bila pemerintah tidak melihat isu keberagaman pangan sebagai isu penting, maka menjadi sesuatu yang akan menimbulkan dampak buruk. 

Data dinas Pertanian NTT terdapat 3,6 juta lahan yang bukan sawah dan bisa dimanfaatkan. Artinya, luasan lahan itu bisa digunakan untuk pengembangan pangan lokal di NTT. 

Sementara data dari Ekora, sebanyak 145 jenis pangan dari kategori padi hingga protein. Data itu baru berasal dari satu desa. Potensi itu bisa mengurangi ketergantungan pada beras. 

Sisi lain, kebijakan nasional ikut membuat beberapa jenis pangan yang punah akibat tidak dibudidayakan masyarakat. Dominasi konsumsi beras menggerus itu. 

Pangan laut, terjadi penurunan sejak tahun 2018-2020 mencapai 8 ribu ton. Hal itu karena dampak dari perubahan iklim. Konsumsi pangan laut dalam setahun 0,7 ton untuk setiap orang. 

"Ini mengindikasikan sebagian masyarakat belum mengakses pangan laut. Itu berdampak ke gizi masyarakat NTT," kata dia. 

Begitu juga dengan pembangunan masyarakat pesisir. Misalnya masyarakat di pulau Sabu Raijua sejauh ini masih tergantung dengan sayur mayur dari daerah lainnya. Jika musim hujan Kabupaten itu sangat kesulitan memperoleh bahan sayur. 

Untuk memenuhi protein, masyarakat setempat mendapatkan dari bahan lokal. Masyarakat pesisir juga dilanda ketimpangan teknologi. 

Masyarakat di wilayah pesisir umumnya belum terakses dengan situs resmi dari badan khusus cuaca. Sehingga perlu ada penguatan dan informasi dengan mengkombinasikan tradisi lokal agar bisa menyiapkan mitigasi. 

Lebih khusus dinas pertanian agar memperkuat masyarakat petani. Kesiapan menghadapi perubahan iklim menjadi penting sebagai upaya pemenuhan kebutuhan. 

Sektor pertanian, kata dia, bibit lokal justru mampu menyesuaikan dengan kondisi perubahan iklim. Program nasional yang terlihat memaksa dan membuat petani menjadi kewalahan dalam melakukan pencegahan dan menyiapkan langkah bertani, dan hanya menunggu bantuan dari pemerintah. 

Kebijakan berbasis kekhasan tiap daerah harus didorong agar menjaga ketahanan pangan. Dengan begitu, maka pangan lokal bisa membantu pelaksanaan program makan bergizi gratis, disamping mengurai ketergantungan beras. 

"Saya kira ada kebijakan hilirisasi, saya rasa memikirkan konsep integrasi dan tidak menghilangkan aspek budaya yang sudah dilakukan petani," kata dia. 

Petani dan nelayan, kata dia, menjadi sektor yang paling terdampak akibat perubahan iklim. Akses memperoleh jaminan dari pemerintah masih sangat sulit. 

Mestinya jaminan asuransi untuk masyarakat kelas bawah ini bisa dilakukan. Sehingga kepemimpinan Melki - Johni harus ikut membantu melakukan intervensi terutama jaminan bagi dua segmen itu. 

Baca juga: Begini Respons Melki Laka Lena soal Dugaan Tambang Ilegal di TTU NTT


Soro mengatakan, program makan bergizi gratis harus bisa diintegrasikan dengan pangan lokal masyarakat. Jika didatangkan dari luar maka akan merubah pola dan memaksa masyarakat setempat. 

Program ini bisa bekerjasama dengan petani atau produsen lokal mendukung pelaksanaannya. Harusnya penggunaan bahan berada di sekitar masyarakat itu sendiri. 

"Sejauh ini belum ada perubahan kebijakan. Pikul sendiri juga tahun-tahun sebelumnya juga merekomendasikan. Harusnya pada momen ini pemerintah bisa melihat pembelajaran dari kali lalu. Kita lihat tanam jagung panen sapi misalnya tidak berefek untuk masyarakat," ujarnya. 

Disamping, isu pesisir selama ini juga lebih banyak digerakkan oleh kebijakan pariwisata. Padahal ada banyak program lain yang bisa dikerjakan dengan basis topografi NTT. Pembangunan pesisir harus selaras dengan budaya masyarakat setempat. 

Hilirisasi yang sudah dibangun dengan adaptif dan berbasis kepulauan. Hal itu akan membuat provinsi ini tidak lagi tergantung dengan daerah lainnya. 

Perwakilan Aliansi Penyandang Disabilitas NTT Desderdea Kanni mengatakan, NTT adalah provinsi inklusi. Pihaknya meminta perhatian pemerintah sebagai Provinsi inklusi, terutama kepemimpinan Melki - Johni. 

"Kurang lebih 8 ribu yang tercatat, tapi yang tidak tercatat itu terlalu banyak. Kami berharap data ini ke depan lebih akurat sehingga menjawab kebutuhan," kata dia. 

Dia mengatakan, berbagai regulasi tentang disabilitas sudah ada. Namun, selama ini belum ada penerapan yang lebih maksimal. NTT memiliki 18 organisasi penyandang disabilitas yang terdata dan memiliki buku profil di Bapelitbangda. 

Dia bilang, penyandang disabilitas sejauh ini belum diperhatikan dengan baik. Dari sisi pendidikan hingga perekonomian, belum melaksanakan bagian inklusi. Seringkali disabilitas masih dilihat sebagai obyek. 

Keterlibatan dari disabilitas hingga kini juga belum inklusi. Padahal inklusi sendiri memiliki artian yang bisa merangkul semua orang dan setara terhadap segala hal apapun. 

Dia mengatakan, pelaksanaan program makam bergizi gratis ini perlu ditilik lebih jauh. Sebab, makan yang ada harus ramah terhadap disabilitas. Tidak semua jenis makanan bisa diberikan kepada penyandang disabilitas. 

"Karena ini menjadi bahaya juga untuk kondisi kesehatan mereka," kata dia. 

Sisi lain, akses kesehatan disabilitas juga belum sepenuhnya tersedia. Padahal angka disabilitas terus bertambah, seiring dengan berbagai bencana yang terus terjadi. Sebab, masih kurangnya sumber daya kesehatan untuk disabilitas. 

Deputi WALHI Yuven Nonga berharap representasi masyarakat lewat kepemimpinan para kepala daerah ini bisa dijalankan dengan baik sebagaimana amanah yang diberikan masyarakat. 

Dia mengatakan, topografi NTT dengan kepulauan menjadi terdampak akibat perubahan iklim. Ancaman lainnya adalah kebijakan pemerintah yang menambah beban ekologi itu sendiri. 

"Beberapa catatan WALHI, kami lihat itu kebijakan di sektor energi. Soal geothermal, hilirisasi mineral kritis bahan baku energi baru terbarukan, yang diklaim energi hijau," ujarnya. 

Dia mengatakan, hal itu membuat pengabaian cerita mengenai sejarah pengrusakan lingkungan di NTT. Misalnya pertambangan mangan. Provinsi NTT pernah mengobrol 307 IUP. 

Data dari ESDM, ada sekitar 6 ribu hektar kawasan hutan lindung yang dialihfungsikan menjadi area pertambangan. Dari sisi keberlanjutan sebetulnya sudah mengabaikan aspek lingkungan. 

Cerita lain, salah satu kebijakan nasional adalah sektor pariwisata. Sektor itu menjadi penetrasi yang merusak sektor lainnya yang mendukung pariwisata. 

Bila dilihat skema secara umum, sampai saat ini pemerintah belum menyuarakan secara lantang mengenai kebijakan yang tidak menambah kerusakan ekologi. 

"Tidak nampak atau tidak disuarakan secara lantang kebijakan pemerintah daerah sebelumnya. Calon pemimpin selalu hadir dengan narasi bahwa kita perpanjangan suara dari bapak mama sekalian. Tapi, kita tidak boleh buta dengan sejarah pengrusakan lingkungan di NTT," ujar Yuven. 

Jika, suara masyarakat tidak disambung dengan lantang oleh pemimpin, maka yang terjadi adalah pengabaian. Berbagai kebijakan nasional selama ini sering menggeser masyarakat dari tempat asalnya. 

"Dari catatan sebelumnya, tidak ada pemerintah daerah yang berani mengatakan bahwa kebijakan nasional ini tidak cocok dengan daerah saya, tidak cocok dengan masyarakat adat saya. Tidak ada pemerintah daerah omong begitu," ujarnya. 

Menurut Yuven, banyak kebijakan pemerintah yang belum sepenuhnya berpihak kepada masyarakat. Terutama dalam kaitannya dengan isu pertambangan yang kerap bersinggungan dengan masyarakat setempat. 

Narasi selama ini hanya berpegang pada pemerintah daerah adalah perwakilan pemerintah pusat. Sehingga kebijakan nasional dilanggengkan masuk ke daerah tanpa memperdulikan masyarakat lokal. 

Alhasil ketegangan tingkat lokal pun terus terjadi. Potensi pengrusakan lingkungan yang paling nyata dihadapi masyarakat adalah alih fungsi kawasan. 

Seperti halnya perubahan status pada berbagai cagar alam, hutan lindung menjadi taman nasional yang memberi peluang lebih besar ke investor. Industri pariwisata yang gencar dilakukan saat ini justru berdampak kuat ke lingkungan. 

Sejauh ini, kata dia, keberpihakan pemerintah ke masyarakat rentan masih minim. Regulasi mengenai masyarakat adat di NTT juga baru tiga daerah, itupun masih terkatung-katung. Sebab, selama ini ada pemerintah memiliki pemahaman, sebuah tempat atau kawasan harus memiliki bukti sah kepemilikan. 

Sementara, masyarakat sendiri sejak dulu belum mengenal berbagai administrasi. Bukti kepemilikan hanya berdasarkan pada 

"Narasi hukum bahwa SK dimana, HGU, kemudian mengabaikan ada waktu lalu. Ada sonaf, ada kebiasaan masyarakat adat. Yang secara de jure itu merupakan ruang memperoleh (aturan) dari pemerintah. Itu ancaman bagi masyarakat adat," ujar Yuven. 

Yuven mengatakan, transisi sistem dalam geothermal justru masih melayani kelompok pemodal. Dalam beberapa kebijakan sektor industri adalah dampak bencana yang tidak pernah dihitung dari tiap proyek. 

"Ada penggusuran masyarakat adat, kekeringan, kerentanan masyarakat adat, privatisasi sumber daya air. Itu sudah terjadi di daerah lain. Bencana industri terjadi besar-besaran," kata dia. 

Mayoritas masyarakat di NTT sangat rentan dengan berbagai dampak yang timbul akibat dari proyek tidak ramah lingkungan itu. Banyak hal yang hilang akibat dari keberlangsungan proyek dari pemerintah itu. 

Jika pemerintah tidak melihat dan memperhatikan, maka semua rentan hari ini akan semakin rentan. Dia menyayangkan bila pemerintah terlibat memuluskan yang namanya proyek yang merugikan masyarakat. 

Dia menyoroti mengenai dengan pelaksanaan MBG yang dilakukan. Mestinya ibu-ibu di desa diberdayakan dan menjadi penggerak utama sebagai pendukung utama melaksanakan program itu. 

"Sangat minim sekali pemerintah daerah berbicara mengenai pemulihan lingkungan. Justru lebih banyak, NTT akan di tambang lagi," kata dia. 

Anggaran untuk pemulihan lingkungan juga sejak tahun 2018 masih berada dibawa angka 1 persen. Artinya ini sangat tidak efisien dengan imbas kerusakan yang ada. 

Pemerintah harus lebih detail melihat kembali berbagai kerusakan akibat dampak yang sudah berlangsung. Hal itu menjadi basis dalam membuat kebijakan kedepannya. (fan) 

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved