Revisi UU TNI
PSKP UGM: Ada Peningkatan Tren Perluasan Jabatan Militer di Sektor Sipil
Berdasarkan konstitusi, prajurit militer hanya boleh mengisi jabatan pemerintahan di bidang pertahanan dan keamanan.
POS-KUPANG.COM, JOGJAKARTA - Kepala Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) UGM, Muhammad Najib Azca, Ph.D menyebut kini ada peningkatan tren perluasan jabatan militer di sektor sipil.
Peranyataan itu merespon wacana Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang kini telah ditetapkan DPR RI masuk dalam Prolegnas Prioritas 2025.
Melalui RUU TNI itu,pPemerintah diduga berupaya memperluas jabatan bagi militer. Apalagi sebelumnya, Perwira Tinggi TNI AD, Novi Helmy Prasetya juga diangkat sebagai Direktur Utama Bulog.
Pengangkatan tersebut menuai kontroversi dari berbagai kalangan, karena posisi tersebut bukanlah salah satu dari jabatan yang bisa diisi oleh prajurit aktif.
Berdasarkan konstitusi, prajurit militer hanya boleh mengisi jabatan pemerintahan di bidang pertahanan dan keamanan, seperti Badan Intelijen Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, dan Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional.
“Dwifungsi ABRI ini sudah dihilangkan. Sekarang ini sudah mulai dimunculkan kembali bahkan sejak periode kedua pemerintahan Jokowi. Belakangan semakin meluas di pemerintah Presiden Prabowo,” ucap Muhammad Najib Azca, Selasa (18/2), dikutip dari Kompas.
Pada pertengahan tahun lalu, kata Najib, terdapat dua pasal dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 yang diubah. Pasal 47 dan 53 ditambahkan klausul “Kementerian dan lembaga yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif sesuai dengan kebijakan Presiden”.
Artinya, setiap prajurit militer yang telah mendapat izin presiden diperbolehkan mengisi posisi di pemerintahan maupun sektor sipil tanpa harus mengundurkan diri dari jabatan militernya.
Revisi UU TNI ini telah disetujui oleh seluruh fraksi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Sidang Paripurna Mei 2024 lalu.
Dalam pengamatan Najib, kecenderungan pemerintah untuk memperluas jabatan militer muncul di era pemerintahan Jokowi karena ingin mendapat perlindungan militer.
Namun di era Prabowo, kemungkinan semakin meluas dengan latar belakang presiden di militer.
“Revisi ini harus dicermati betul-betul. Jangan sampai hanya memberikan cek kosong kepada pemerintah untuk mengisi apa saja jabatan yang diperlukan. Harus ada diskusi publik yang serius,” tutur sosiolog itu.
Tidak hanya sampai di situ, persoalan lain yang perlu diperhatikan juga adalah sentimen publik terhadap pengisian jabatan sipil oleh militer.
Najib menyebutkan, masyarakat masih menganggap militer merupakan nilai-nilai yang superior. Ia mengutip dari hasil survei Kompas pada Maret 2024 lalu, sebanyak 41,1 persen responden menyatakan tidak setuju jika jabatan sipil diisi oleh TNI-Polri yang masih aktif.
Namun persentase yang sama ditunjukkan pada masyarakat yang setuju. Bahkan sebanyak 5,8 % menyatakan sangat setuju.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.