Breaking News

Opini

Opini: Kontraksi Fiskal dan Dilema Prabowocare

Pada titik ini, hubungan erat antara penerimaan negara dan kondisi makroekonomi ini juga tercermin dalam belanja negara. 

|
Editor: Dion DB Putra
YOUTUBE/SEKRETARIAT PRESIDEN
PRESIDEN PRABOWO - Presiden Prabowo Subianto saat menyampaikan pesan Natal pada perayaan Natal Nasional 2024 di Jakarta, Sabtu (28/12/2024). 

Pertama, penyesuaian fiskal yang dilakukan merupakan koreksi dan pemberian arah baru bagi politik anggaran negara yang selama dua tahun terakhir ini berfokus pada pembangunan infrastruktur berbasis utang sehingga mengganggu kesehatan APBN.

Meskipun demikian, tak dapat ditampik ada multiplier effect pembangunan infrastruktur. Berdasarkan laporan Bank Indonesia tahun 2024, infrastruktur berkontribusi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 1,5 persen per tahun. 

Selain itu, proyek-proyek strategis tersebut juga menciptakan lebih dari 1,2 juta lapangan kerja di berbagai sektor.

Disamping itu, peningkatan infrastruktur telah memberikan dampak positif pada biaya logistik nasional. 

Mengacu laporan Bank Dunia 2023, biaya logistik di Indonesia berhasil turun dari 25 persen PDB pada 2014 menjadi sekitar 14,29 persen pada 2023. 

Hal ini memungkinkan distribusi barang dan jasa lebih efisien dan mendorong pertumbuhan ekonomi di berbagai wilayah.

Kedua, terkait dengan alasan pertama, dengan koreksi terhadap politik anggaran ini, pemerintah juga memberikan sinyal penegakan disiplin fiskal dengan lebih berhati-hati dalam mengendalikan laju pertumbuhan utang pemerintah sampai akhir 2024 yang cukup mengkhawatirkan, dengan perkiraan mencapai Rp 8.801,09 triliun.

 Angka ini merupakan rekor tertinggi jumlah utang yang pernah dilakukan pemerintah di era reformasi.

Ketiga, pengurangan anggaran akan berdampak pada postur APBN dalam dua atau tiga tahun mendatang. 

Hal ini mengingat penyesuaian fiskal bukanlah sebuah kebijakan yang bersifat one-off, melainkan akan memiliki dampak ekonomi jangka panjang atau setidak-tidaknya pada tahun anggaran berikutnya.

Menurut Candratrilaksita (2025), saat belanja barang dan belanja modal dipotong, maka penyedia barang/jasa bagi pemerintah yang akan terdampak. 

Belanja pemerintah pusat, menurut data, menyumbang 14,9 persen dari PDB. Jika 1,29 persen dari PDB adalah belanja pegawai, maka belanja selain pegawai sebesar 13,61 persen. 

Jika dihemat 50 persen, maka berpotensi membuat penurunan usaha penyedia barang/jasa pemerintah sebesar 50 persen dan secara keseluruhan ekonomi (pelaku ekonomi) sebesar 6,8 persen (50 persen dari 13,61 persen).

Keempat, dampak dari penyesuaian belanja tersebut juga dirasakan di tingkat daerah. Pemerintah daerah yang sangat bergantung pada transfer dana dari pusat sering kali menghadapi kendala dalam melanjutkan program-program pembangunan ketika penerimaan negara menurun.

Poin-poin argumen ini penting karena pengelolaan fiskal yang efektif di semua tingkat pemerintahan guna memastikan pembangunan tetap berjalan meski dalam kondisi fiskal yang ketat. 

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved