Opini

Opini: Kontraksi Fiskal dan Dilema Prabowocare

Pada titik ini, hubungan erat antara penerimaan negara dan kondisi makroekonomi ini juga tercermin dalam belanja negara. 

|
Editor: Dion DB Putra
YOUTUBE/SEKRETARIAT PRESIDEN
PRESIDEN PRABOWO - Presiden Prabowo Subianto saat menyampaikan pesan Natal pada perayaan Natal Nasional 2024 di Jakarta, Sabtu (28/12/2024). 

Diperlukan langkah konkret rasionalisasi belanja APBN, termasuk identifikasi sejumlah sumber pendapatan potensial yang masih tersembunyi pada beberapa pihak. 

Mengingat postur APBN 2025 dirancang memiliki belanja Rp 3.621 triliun dan pendapatan  Rp 3.005 triliun. Defisit anggaran pada 2025 dirancang sebesar 2,53 persen dari PDB atau Rp 616 triliun.

Namun, menurut Hashim S Djojohadikusumo, utusan khusus Presiden untuk bidang iklim dan energi, ada sejumlah program konyol dan tidak bermanfaat dalam APBN 2025. 

Bahkan, Presiden Prabowo juga ikut memeriksa APBN 2025, secara seksama sampai 9 tingkat (CNBC, Indonesia, 3/2/2025).

Terkait fakta ini, momentum yang paling mutakhir adalah dalam UU APBN 2025 memberikan mandat kepada Presiden Prabowo mengubah APBN tanpa persetujuan DPR menyangkut beberapa kondisi berikut. 

Pertama, pergeseran anggaran antarprogram dalam rangka penyelesaian restrukturisasi K/L untuk merespons perubahan kementerian. 

Kedua, pergeseran anggaran antarprogram dalam unit eselon I yang sama, merespons penambahan program yang ada. Ketiga, pergeseran dari APBN bagian anggaran non-K/L ke bagian anggaran kementerian untuk penyediaan DIPA bagi dua kementerian baru.

Respons Presiden Prabowo, merupakan bentuk tanggungjawab dalam menghadapi persoalan kontraksi fiskal, dengan menata ulang desain APBN melalui Inpres nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja dalam Anggaran Pendapatan Belanja dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada 2025.

Portofolio ini beri target pengurangan total anggaran pemerintah sebesar Rp 306,69 triliun terdiri dari kementerian/ lembaga sebesar Rp 256,1 triliun dan dana transfer ke daerah senilai Rp 50,59 triliun. Suatu nilai fenomenal dan mengejutkan banyak pihak.

Tentu kita menyadari bukan langkah mudah bagi Presiden Prabowo untuk mengambil keputusan tersebut ditengah kondisi fiskal yang sulit diprediksi. 

Meskipun begitu, skema pemangkasan belanja memang harus optimistis, tetapi jangan tinggalkan kata realistis agar pemerintah tidak melakukan guncangan-guncangan kebijakan yang bisa jadi kontraproduktif, karena dampak kanibalisme ekonomi akibat pergeseran anggaran sektoral, sekalipun untuk (re)alokasi belanja konsumtif lainnya seperti prioritasisasi makan bergizi.

Pengurangan anggaran       

Menurut Modjo (2016), langkah pemotongan belanja negara bukanlah sesuatu yang baru bahkan pernah merasakan getirnya penyesuaian fiskal untuk mengurangi tekanan defisit anggaran tahun 1980-an. 

Selanjutnya dikatakan  penyebab dilakukannya penyesuaian fiskal selalu berupa kombinasi dari beberapa faktor utama, seperti kebijakan pembangunan yang berdasarkan utang atau  tekanan di sektor keuangan.

Dalam konteks kekinian, penyebab dari penyesuaian fiskal yang dilakukan pemerintah kali ini pun serupa dengan berbagai alasan diatas serta memiliki dimensi dan implikasi politik ekonomi baik langsung maupun tidak langsung, sebagai berikut:

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved