NTT Terkini
Tim Advokasi untuk Kasus Tanah Nangahale Temui Wamen HAM
Tim Advokasi Forum Komunikasi Komunitas Flobamora (FK2F) Jabodetabek menemui Wamen HAM, Mugiyanto Sipin.
“Tidak ada pelanggaran HAM, yang ada penyerobotan, perbuatan melawan hukum,” kata Paskalis Askara da Cunha SH dari Tim Advokasi. Dari penjelasan itu, Kementerian HAM diharapkan memahami bahwa tidak ada pelanggaran HAM.
Penyerobotan dilakukan oleh sekelompok warga yang diduga kuat dihasut oleh oknum aktivis LSM masyarakat setempat. Mereka memainkan isu “tanah ulayat” dan “masyarakat adat”.
Padahal di wilayah Kabunaten Sikka tidak dikenal apa yang disebut “masyarakat adat, tanah adat, atau tanah ulayat”, sebagaimana telah disampaikan oleh Tim Terpadu Pemkab Sikka.
Marsel menambahkan, pada saat perusahaan Belanda menjual ke Vikariat Apostolik Sunda Kecil (yang kemudian menjadi Vikariat Apostolik Ende, lalu terakhir menjadi Keuskupan Agung Ende) pada 1926, luas seluruhnya sekitar 1.500 hektar.
Namun pada 1957, Vikariat Apostolik Ende menyerahkan ke Pemerintahan Swaparaja Sikka, 750 ha. Setelah tsunami Flores 1992, diserahkan lagi 29 ha.
“Penyerahan ketiga, yang terakhir adalah 500 hektar. Jadi, sudah 3 kali keuskupan menyerahkan tanah kepada negara untuk didistribusikan kepada warga. Kami menyarankan Pemkab Sikka dan BPN segera mempercepat redistribusi kepada warga dan langsung penengakan hukum, serta memberikan perlindungan hukum kepada Keuskupan Maumere,” kata Marsel.
Baca juga: Eksekusi Lahan HGU Nangahale Sikka, Warga Protes dan Kaca Alat Berat Pecah Dilempari Batu
“Jangan sampai Keuskupan Maumere dituding sebagai oligarki yang melanggar HAM. Ini kan tidak benar,” kata Marsel lagi, yang lalu disambut Wamen Mugiyanto dengan sebuah penegasan,” Padahal yang melanggar sebenarnya umatnya”. Marsel mengamini, “Iya, betul.”.
Lalu Marsel melanjutkan, “Kami tidak meminta pembelaan dari Kementerian HAM, tetapi meminta untuk mendudukan kasus secara sebenar-benarnya, sesuai aspek legal, untuk memberikan edukasi kepada warga.”
Wamen Mugiyanto mengatakan, “Saya mengharapkan kasus ini segera selesai. Justru karena aspek HAM-lah kasus ini seharusnya selesai tidak boleh ada pihak mana pun yang mengeksploitasi HAM. Sebaliknya, tidak boleh memanipulasi HAM. Secara prinsip, kita harus menghormati HAM itu clear. Kita harus menghormati masyarakat adat, itu clear, tetapi harus dengan cara yang benar.”
Menurut Wamen HAM, Kementerian HAM akan datang jika diperlukan hadir di lokasi di Nangahale. “Tujuannya untuk memfasilitasi menuju penyelesaian. HAM itu berdiri di atas semua pihak,” katanya, sambil mengucapkan apresiasi bahwa informasi yang disampaikan Tim Advokasi FKKF sangat penting agar kementerian tidak salah dalam mengambil sikap.
Pengacara senior, Petrus Selestinus, memberikan sebuah pernyataan penutup yang kuat.
Dia mengatakan, sebenarnya LSM AMAN yang diduga menghasut warga untuk menduduki lahan perkebunan PT Krisrama itu dimotori seorang oknum aktivis JB, yang telah memberikan data-data paslu tentang pelanggaran HAM ke Kementerian HAM.
Pengaduan JB ke Wamen Mugiyanto sebelumnya sangat mendiskreditkan Keuskupan Maumere. “Sebenarnya apa yang dilakukannya adalah semata-mata untuk kepentingan pribadi. Masyarakat setempat sebenarnya sudah tidak mengenal lagi apa yang disebut masyarakat adat dan tanah adat, atau tanah ulayat,” kata Petrus. (*)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM lain di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.