Opini
Opini: Bila Lidah dan Hati Tak Lagi Sebiduk
Laporan Transparency International menunjukkan, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2024 stagnan di angka 34, jauh dari harapan.
Sejarawan Daniel Dhakidae, dalam bukunya Cendekiawan dan Kekuasaan (2003), pernah menyinggung bahwa kekuasaan sering kali menciptakan hubungan simbiosis dengan korupsi.
Ketika kekuasaan menjadi alat untuk mempertahankan kendali, maka korupsi hadir sebagai bahan bakarnya.
Dalam konteks ini, tudingan Hasto dkk terhadap lingkaran keluarga Presiden hemat saya mengingatkan kita pada kenyataan pahit bahwa kekuasaan cenderung korup, sebagaimana pernah diungkapkan Lord Acton, Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely.
Bukan hanya soal siapa yang salah atau benar, tetapi persoalan ini mengungkap sesuatu yang lebih mendasar: kegagalan sistem politik Indonesia dalam memisahkan kepentingan pribadi dari urusan publik.
Ketika partai politik menjadi kendaraan untuk mencapai kekuasaan, maka transparansi dan akuntabilitas sering kali menjadi korban.
Hasto dan Jokowi
Hasto Kristiyanto adalah sosok yang tidak asing dalam pusaran politik Indonesia. Sebagai Sekretaris Jenderal PDIP, ia telah lama menjadi loyalis Jokowi.
Namun, loyalitas itu kini seperti diuji oleh arus gelap yang membawa mereka pada persimpangan jalan.
Perbedaan pandangan antara Hasto dan lingkaran keluarga Jokowi menjadi gambaran nyata bahwa bahkan di antara sekutu politik, konflik kepentingan bisa menjadi jurang yang memisahkan.
Seperti yang ditulis oleh Burhanuddin Muhtadi dalam Kuasa Uang: Politik Uang di Indonesia Pasca-Reformasi (2019), politik di Indonesia sering kali terjebak dalam dinamika pragmatisme.
Ketika kepentingan politik berbenturan dengan idealisme, maka yang tersisa adalah kompromi yang sering kali mengorbankan nilai-nilai luhur.
Dalam konteks Hasto dan Jokowi, pertanyaannya hemat saya adalah: Apakah mereka benar-benar berjuang untuk kepentingan rakyat, ataukah hanya untuk menjaga posisi masing-masing?
Antara Harapan dan Kecewa
Masyarakat Indonesia, yang telah lama lelah dengan janji-janji kosong, kini kembali berada dalam posisi sulit. Di satu sisi, mereka menginginkan adanya pemimpin yang berani melawan korupsi tanpa pandang bulu.
Namun di sisi lain, mereka juga skeptis terhadap kemampuan sistem politik saat ini untuk benar-benar memberikan perubahan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.