Opini

Opini: Bila Lidah dan Hati Tak Lagi Sebiduk

Laporan Transparency International menunjukkan, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2024 stagnan di angka 34, jauh dari harapan.

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Tian Rahmat. 

Survei yang dilakukan oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada akhir 2024 menunjukkan bahwa 58 persen responden merasa tidak percaya bahwa pemerintah serius dalam memberantas korupsi. 

Angka ini mencerminkan bagaimana masyarakat mulai kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah, termasuk terhadap Jokowi yang pada awal masa kepemimpinannya digadang-gadang sebagai simbol harapan baru.

Di sinilah letak ironi terbesar dari perseteruan antara Hasto dkk dan Jokowi dkk. Alih-alih menjadi momentum untuk memperbaiki sistem, konflik ini justru memperlihatkan betapa rapuhnya fondasi moralitas di antara para pemimpin negeri ini.

Menyatukan Lidah dan Hati

Ketika lidah dan hati tak lagi sebiduk, maka yang terjadi adalah disonansi moral yang merusak kepercayaan publik. Solusi dari persoalan ini tidaklah sederhana. Dibutuhkan keberanian, ketegasan, dan komitmen dari semua pihak untuk menempatkan kepentingan rakyat di atas segalanya.

Seperti yang pernah disampaikan oleh Mahfud MD dalam pidatonya di UGM (2021),
“Korupsi bukan sekadar kejahatan biasa, tetapi pengkhianatan terhadap amanah rakyat.”

Dalam konteks ini, hemat saya pemerintah perlu menunjukkan bahwa mereka serius dalam memerangi korupsi, bahkan jika itu berarti harus menindak orang-orang terdekat sekalipun.

Selain itu, masyarakat juga memiliki peran penting. Sebagaimana dikatakan oleh pegiat antikorupsi Teten Masduki, “Korupsi hanya bisa diberantas jika ada tekanan yang konsisten dari masyarakat.” 

Oleh karena itu, rakyat harus terus mengawal jalannya pemerintahan, memastikan bahwa janji-janji pemberantasan korupsi benar-benar diwujudkan.

Meniti Jalan Perubahan

Perseteruan antara Hasto dkk dan Jokowi dkk hemat saya adalah sebuah pengingat bahwa perjuangan melawan korupsi tidak pernah mudah. Namun, di tengah segala kekacauan ini, harapan harus tetap ada. 

Jika lidah dan hati para pemimpin negeri ini bisa kembali sebiduk, maka bukan tidak mungkin Indonesia akan mampu keluar dari belenggu korupsi. Tetapi jika tidak, maka negeri ini akan terus terjebak dalam lingkaran setan kekuasaan dan korupsi yang tiada akhir. 

Kini saatnya bagi kita semua, baik sebagai rakyat maupun pemimpin, untuk menyatukan langkah. Sebab perubahan hanya bisa terjadi jika kita memiliki keberanian untuk menyelaraskan apa yang kita ucapkan dengan apa yang kita lakukan. 

Hanya dengan cara itulah kita bisa mengakhiri cerita kelam ini dan menulis babak baru yang lebih terang untuk Indonesia.  (*)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved