Opini

Opini: Bila Lidah dan Hati Tak Lagi Sebiduk

Laporan Transparency International menunjukkan, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2024 stagnan di angka 34, jauh dari harapan.

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Tian Rahmat. 

Oleh:Tian Rahmat
Alumnus Filsafat IFTK Ledalero, Pemerhati Isu-isu strategis

POS-KUPANG.COM - Indonesia, sebuah negeri dengan hamparan tanah subur dan sejarah panjang perjuangan, kini kembali menghadapi persoalan yang tidak kalah pelik: korupsi. 

Seperti kisah klasik yang terus berulang, topeng-topeng kekuasaan kembali terbuka, menampilkan wajah kelam yang mengaburkan janji-janji mulia para pemimpin. 

Kali ini sorotan tertuju pada perseteruan dua kubu besar: Hasto Kristiyanto dkk  yang dikenal sebagai tokoh penting dalam Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), melawan lingkaran Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan keluarganya.

Perseteruan ini hemat saya bukan sekadar gesekan politik. Ia adalah cermin buram yang memantulkan bagaimana korupsi, sebagai musuh bersama, mampu menyelinap ke dalam ruang-ruang kekuasaan, bahkan ketika janji pemberantasan korupsi terus dielu-elukan. Di sinilah titik nadir moralitas mulai dipertanyakan.

Luka Lama yang Belum Sembuh

Korupsi, kata yang sering kali diucapkan dengan getir, telah lama menjadi penyakit kronis negeri ini. 

Laporan Transparency International menunjukkan, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2024 stagnan di angka 34, jauh dari harapan untuk sebuah negara yang digadang-gadang sebagai salah satu kekuatan ekonomi di Asia. 

Praktik ini terus berakar, bukan hanya karena individu yang lemah moral, tetapi juga sistem yang gagal memberikan efek jera.

Hasto Kristiyanto, seorang politisi senior, dalam beberapa pernyataannya menuding bahwa ada ketidakberesan dalam pengelolaan kekuasaan yang melibatkan lingkaran keluarga Presiden. 

Tuduhan ini tentu bukan tanpa dasar. Dalam sebuah laporan investigasi Tempo (Desember 2024), disebutkan bahwa sejumlah proyek strategis nasional ternyata melibatkan perusahaan-perusahaan yang memiliki koneksi dengan keluarga Presiden. 

Proyek-proyek itu, meski terlihat mulia di permukaan, ternyata menyisakan aroma busuk di belakang layar.

Namun, Jokowi, seperti biasanya, membantah tudingan tersebut dengan tegas. Ia
mengatakan, “Tidak ada toleransi bagi korupsi, bahkan jika melibatkan keluarga saya sendiri.” Kompas (Januari 2025). 

Pernyataan ini seolah menjadi tameng moral yang kokoh. Tetapi benarkah demikian?

Politik dan Kekuasaan

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved