Opini

Opini: Kembar Tiga

Penyimpangan empat unsur inilah yang melahirkan tiga bersaudara kembar, namanya: Korupsi, Kolusi, Nepotisme.

|
Editor: Dion DB Putra
Shutterstock
Ilustrasi 

Lewat suasana kebersamaan, diupayakan dengan pemalsuan bukti dan laporan-laporan fiktif dalam kerja sama dengan rekan dan tim sukses, “Kolusi”. 

Ini terjadi karena semua yang kerja sama dalam ulah buruk ini adalah keluarga, kenalan atau bawahan yang dibungkem, “Nepotisme”. 

Kalau Nafsu, Nalar dan Naluri sudah dikelabui, maka Nurani pun jadi kotor, kabur. 

Penyakit KKN membuat Nurani kita manusia jadi pribadi yang beragama dalam KTP dan beribadah demi memenuhi tradisi. 

Lengkaplah empat unsur dalam diri kita manusia, Nafsu, Nalar, Naluri dan Nurani yang harus seimbang, tidak seimbang, berantakan, pecah berkeping-keping. 

Rusaklah diri pribadi kita manusia yang secara lahiriah ganteng atau cantik, di dalamnya sedang rapuh  keropos oleh sebaran virus KKN.
Ungkapan kalimat-kalimat di atas jauh dari ramah, halus dan lunak. 

Penulis sadar sesadar-sadarnya bahwa mengorek luka KKN ini tidak mudah. Menyakitkan kita semua. 

Penulis tidak bermaksud untuk melukai diri kita manusia tetapi ibarat luka dikorek dan dibersihkan untuk dioles dengan salep yang tepat lalu dibalut supaya sembuh. 

Jujur, penulis sendiri bukanlah pribadi yang bebas dari virus KKN. 

Penulis pernah jadi Kepala Kantor di satu instansi Pemerintah. Itu dua puluhan tahun lalu. Ada anggaran untuk pemeliharaan kantor. 

Waktu itu cuma ratusan ribu rupiah, tidak jutaan. Kami gotong-royong, semua pegawai kantor, lima puluhan orang, bersihkan kantor, ada yang labur tembok yang sudah kabur catnya termakan cuaca. Tahun lalu sudah kabur, labur, tahun ini belum kabur, labur lagi.     

Tugas ini kami laksanakan beberapa tahun. Sebagai kepala kantor, penulis sangat sadar bahwa kerja bakti ini untuk meluputkan anggaran pemeliharaan kantor yang tidak dikeluarkan satu rupiah pun untuk beli oker atau semen. 

Beberapa puluh ribu rupiah dibelanjakan untuk kami minum dan makan siang ramai-ramai. 

Bendahara kantor bersama kepala urusan keuangan mengatur kuitansi fiktif dalam bentuk beli semen dan oker dan ongkos tukang. Kuitansi itu penulis tanda-tangan. 

Beberapa tahun, tindakan ini berlangsung, tidak terkena kasus sebagai KKN. Uang yang disisihkan itu menjadi biaya untuk perayaan tujuh-belas Agustus, dengan membeli pakaian seragam bagi peserta lomba jalan delapan kilometer, tujuh belas kilometer dan empat puluh lima kilometer. 

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved