Opini

Opini: Kembar Tiga

Penyimpangan empat unsur inilah yang melahirkan tiga bersaudara kembar, namanya: Korupsi, Kolusi, Nepotisme.

|
Editor: Dion DB Putra
Shutterstock
Ilustrasi 

Bendahara jadi huru-hara, tapi cerdik, buat kuitansi palsu, beres, dua puluh juta habis, bos selamat. Bendahara yang cerdik, bermain bersama bos, “Kolusi”.

Kembar ketiga, “Nepotisme”. Ini kata Yunani, nepote, ponakan, arti luas, 
keluarga. 

“Nepotisme”, utamakan keluarga, kerabat, orang dekat secara tidak benar karena menyingkirkan orang lain biarpun orang lain itu lebih mampu, fit, dan lebih cocok, proper,  untuk tugas tertentu. 

Kerabat sendiri yang dipakai. Baik tidak baik, pokoknya orang saya, kelompok saya, tim saya untuk sukses. Lebih luas, ini namanya sukuis, mementingkan suku sendiri. Semua bisa diatur. Atur ikut bos punya mau. 

Mau yang baik, baik. Mau yang tidak baik itu yang dinamakan ‘nepotisme’. 
Kembar tiga ini sama-sama hidup dan kerja sama erat sekali. Mereka tiga tidak berjalan sendiri-sendiri. 

Dalam urusan publik, kembar tiga ini benar-benar membahayakan karena seperti virus yang mematikan, virus ini bernama KKN. 

Kalau virus ini sempat masuk ke tubuh satu organisasi, maka seluruh tubuh terserang penyakit sampai ke sumsum. 

Penyakit apa? Penyakit pembangunan. Itu modelnya apa? Pencurian barang milik umum secara gelap atau terang-terangan. Uang milik umum disalahgunakan. 

Barang milik umum tidak digunakan sesuai tujuannya. Bangunan untuk umum dikerjakan asal-asal, tidak sesuai dengan anggaran yang disediakan. 

Penyakit ini sangat berbahaya karena nasib hidup banyak orang dirugikan. 
Masyarakat menderita karena uang mereka yang dihimpun melalui yuran atau pajak, tidak kembali lagi kepada mereka secara utuh. 

Kembar tiga yang memiliki nama mentereng, ‘Korupsi Kolusi Nepotisme’ ternyata virus berbahaya yang disebabkan oleh manusia dan mencelakakan manusia. 

Virus KKN ini berawal dari Nafsu manusia yang tidak terkendali. Karena Nafsu sudah begitu bergelora, Nalar pun menjadi gelap diputar-balikkan tidak lagi bisa melihat mana benar dan mana yang salah. 

Semua pengetahuan dan pengalaman yang baik tidak dipakai lagi tapi dibelokkan ke arah penipuan untuk menjungkir-balikkan fakta dan data. 

Fakta, ada kebutuhan. Data, ada sejumlah anggaran. Butuh jembatan yang dapat bertahan minimal berpuluh-puluh tahun, dipreteli anggarannya sehingga baru sepuluh tahun sudah ambruk. Data. 

Ada uang miliaran rupiah yang dianggarkan dan digelontorkan, dimakan bersama oleh diri dan keluarga, “Korupsi”. Ini salah arahkan Naluri

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved