Breaking News

Berita Sabu Raijua

Kompleksitas Persoalan Air di Sabu Raijua dalam Diskusi 

Sumur untuk sumber air bersih ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat Sabu Raijua sejak nenek moyang mereka.

Penulis: Agustina Yulian Tasino Dhema | Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/ASTI DHEMA
Diskusi Dampak dan Keberlanjutan Sumur Bor Pada Pulau Kecil - Konteks Sabu Raijua di Aula lantai 2 DPRD Sabu Raijua pada Selasa, 3 Desember 2024 

Menurut informasi data PUPR Kabupaten Sabu Raijua tahun 2021, bahwa sejak 2004 hingga 2019 tercatat ada 19 sumur bor di Sabu Raijua, dengan anggaran dari pemerintah pusat dan daerah. Dari data tersebut, tercatat ada 11 sumur bor yang tidak berfungsi lagi. Data ini belum termasuk data sumur bor yang dibangun masyarakat secara mandiri (dana perorangan/warga).

PIKUL menginisiasi pendataan sumur bor di Pulau Sabu dan Raijua, mendapati bahwa ada 124 sumur bor di Kabupaten Sabu Raijua (data per tanggal 28 November 2024). Data ini membuktikan bahwa sumur bor dianggap sebagai cara untuk memperoleh air dengan mudah, baik oleh pemerintah daerah maupun masyarakat.

Keterbatasan sumber daya air di Pulau Sabu dan Raijua telah memaksa masyarakat dan Pemerintah Sabu Raijua untuk memilih cara mudah dalam memperoleh air. 

Namun belum dipastikan apakah cara mudah mendapati air melalui sumur bor adalah alternatif terbaik bagi kelangsungan dan keberlanjutan hidup masyarakat pada Pulau Sabu Raijua.

Terkait ini, Pemda Sabu Raijua berkolaborasi dengan PIKUL melalui Panitia HUT Sabu Raijua 2024, beserta Konsorsium Rai Hawu Program GEF SGP7 Sabu Raijua adakan Diskusi Dampak dan Keberlanjutan Sumur Bor Pada Pulau Kecil - Konteks Sabu Raijua di Aula lantai 2 DPRD Sabu Raijua pada Selasa, 3 Desember 2024.

Diskusi ini menghadirkan dua narasumber yang berlatar belakang akademisi Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr. Herry Zadrak Kotta.,S.T.,M.T secara daring dan I N Prijo Soetedjo dengan materi Pemanfaatan Air Melalui Sumur Bor, Pemanenan Air Hujan (Sumur Resapan) dan Pengaruhnya Terhadap Perubahan Daya Dukung Air dan Lingkungan di Sabu Raijua.

Herry Kotta menyampaikan berdasarkan data, Sabu tidak memiliki cekungan air tanah sehingga seharusnya ada alternatif lain untuk pengelolaan sumber daya air di Sabu Raijua.

Baca juga: Pesan Bupati Sabu Raijua Bagi Penerima Bantuan Sosial

Prijo mengungkapkan, sebetulnya kalau suatu daerah tidak memiliki cekungan air tanah maka tidak boleh dipaksakan untuk sumur bor. Meskipun boleh tetapi dalam kapasitas terbatas. Dengan kondisi demikian, seharusnya dilakukan pembagian wilayah yakni  daerah khusus tangkapan konservasi, daerah pembagian, daerah pengguna plus konservasi.u

Prijo menjelaskan, untuk daerah pengguna ini,  teknologi sederhana seharusnya masuk seperti jebakan air, kemudian sumur resapan untuk panen air hujan dengan tujuan utama memenuhi kebutuhan dasar manusia itu sendiri seperti MCK kemudian limbah-limbahnya pun bisa dimanfaatkan untuk pertanian dalam skala kecil.

Teknologi yang harus dikembangkan untuk pertanian pun harus teknologi ramah lingkungan, kurangi penggunaan bahan kimia, gunakan air secara efisien sesuai kebutuhan walaupun untuk pertanian tetapi harus efisien. Untuk efisiensi penggunaan air ini pun bisa menggunakan teknologi yang tentu bisa didiskusikan supaya air bisa bertahan lama.

"Tanahnya nggak boleh diapa-apain artinya nggak boleh untuk pengelolaan yang sifatnya produktif, tidak boleh. Supaya Sabu ini aman, nanti air yang ada di atas mengalir ke bawah dan di bawah bisa dimanfaatkan sekaligus bisa direcycle, recharge lagi, reuse lagi, bisa. Sederhana banyak," ujarnya.

Saran ini pun disampaikannya agar keberlangsungan air tanah ini bisa berkepanjangan dan kualitasnya harus dijaga dengan menggunakan teknologi sederhana untuk menyaring dan sebagainya agar bisa digunakan. 

"Tetap itu harus dianalisis ulang kalau tidak, akan tercemar," lanjutnya.

Sulitnya sumber air bersih mendorong masyarakat Sabu Raijua masif mengebor sumur bahkan tanpa melalui perizinan. Melihat kondisi ini, Prijo menyampaikan bahwa seharusnya pemerintah segera membuat aturan yang menjembatani itu walaupun sumur itu di properti atau tanah mereka sendiri.

"Biasanya mereka beralasan tanah saya, itu tidak bisa kalau sudah menyangkut harkat martabat orang banyak. Itu pemerintah harus ambil alih," tegasnya.

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved