Opini

Opini: Potret Pendidikan di NTT, Ketimpangan Relevansi Kurikulum hingga Akses Terbatas

Terletak di ujung timur Nusantara, masyarakat NTT menghadapi beragam tantangan sosial dan ekonomi yang sangat kompleks. 

|
Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Tian Rahmat. 

Oleh: Tian Rahmat
Alumnus Filsafat IFTK Ledalero,  Pemerhati Isu-isu Strategis

POS-KUPANG.COM - Pendidikan di Nusa Tenggara Timur ( NTT) ibarat sebuah medan perjuangan panjang yang menguji ketahanan setiap insan yang terlibat di dalamnya. 

Terletak di ujung timur Nusantara, masyarakat NTT menghadapi beragam tantangan sosial dan ekonomi yang kompleks. 

Baru-baru ini, saya dikejutkan oleh berita bertajuk “Banyak Mahasiswa di NTT Belum Lancar Membaca,” yang diterbitkan pada 15 Oktober 2024 di portal berita nasional, Kompas.id.

Berita ini hemat saya menggarisbawahi keadaan yang lebih mendesak dalam pendidikan kita, mengingat banyaknya mahasiswa yang seharusnya menjadi agen perubahan namun masih bergulat dengan kemampuan dasar yang esensial.

Meskipun pemerintah telah berupaya melakukan berbagai perbaikan, perjalanan Pendidikan di provinsi ini masih jauh dari kata tuntas. 

Dari relevansi kurikulum yang diperdebatkan hingga akses pendidikan yang tidak merata, setiap masalah yang ada seolah menjadi puzzle yang belum terselesaikan, menuntut keseriusan dan inovasi dari setiap pemangku kepentingan.

Menyoroti Kurikulum yang Kurang Kontekstual

Salah satu isu fundamental dalam pembahasan tentang pendidikan di NTT adalah kurikulumyang kurang relevan. 

Di balik buku-buku pelajaran dan silabus yang tertata rapi, tersimpan  sebuah kenyataan yang cukup ironis: kurikulum yang diterapkan sering kali gagal menyentuh kebutuhan lokal. 

Prof. Dr. Suyanto, seorang akademisi pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta, pernah menyinggung bahwa kurikulum yang diterapkan lebih banyak mengusung pendekatan sentralistik tanpa mempertimbangkan potensi dan karakteristik daerah.

Menurutnya, kurikulum idealnya mampu memberi ruang bagi anak-anak untuk mengenal dan mengembangkan potensi di sekitarnya (Suyanto, 2023).

Di NTT, kurikulum cenderung berorientasi pada penguasaan materi akademis, sementara aspek keterampilan hidup yang relevan dengan kondisi setempat justru diabaikan.

Berdasarkan survei Lembaga Penelitian Pendidikan dan Kebudayaan (LP2K) pada 2024, hanya 35 persen siswa di NTT yang merasa bahwa pendidikan yang mereka jalani benar-benar berguna dalam kehidupan sehari-hari. 

Ini jelas menjadi lampu merah yang menandakan adanya jarak yang lebar antara dunia pendidikan formal dan dunia nyata di wilayah ini(LP2K, 2024).

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved