Ipda Rudy Soik Dipecat

Ipda Rudy Soik Mengadu ke LPSK dan Komnas HAM

Ipda Rudy Soik melakukan beberapa perlawanan karena proses pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dianggap janggal.

Penulis: Irfan Hoi | Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/IRFAN HOI
Ipda Rudy Soik saat memberikan keterangan mengenai persoalan yang dialami hingga berujung pemecatan. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG  - Persoalan yang dialami Inspektur Dua (Ipda) Rudy Soik kian panjang. Pangkal pemecatan terhadap anggota Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur itu terus bergulir. 

Setalah upaya lain secara konstitusional dalam Kepolisian, Ipda Rudy Soik kini mendatangi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta Komnas HAM di Jakarta. 

Ipda Rudy Soik melakukan beberapa perlawanan karena proses pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dianggap janggal.

Ipda Rudy, Kamis 24 Oktober 2024 mendatangi kantor LPSK untuk membuat pengaduan karena merasa terancam. Dia mengaku diintimidasi selepas mengungkap kasus mafia bahan bakar minyak (BBM) ilegal serta kasus perdagangan orang di NTT.

"Saya merasa terancam. Ancaman ini mulai terasa sejak proses sidang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) saya," kata Ipda Rudy, Minggu 27 Oktober 2024.

Ancaman tersebut termasuk drone yang beroperasi di sekitar rumahnya dan pencegatan terhadap mobil istrinya.

Akibat intimidasi ini, anak Rudy mengalami trauma dan tidak bisa bersekolah karena ketakutan.

Keluarga Rudy kini berada dalam pengawasan rohaniwan yang aktif mengadvokasi kasus-kasus human trafficking atau perdagangan orang.

Kuasa hukum Ipda Rudy Soik, Ferdy Maktaen mengatakan, kliennya akan melaporkan dua pejabat Polda NTT ke Divisi Propam Mabes Polri. Dua pejabat tersebut yakni Kabid Humas Polda NTT, Kombes Ariasandy dan Kabid Propam Polda NTT, Robert Anthoni Sormin.

“Kami tim pengacara akan mengadukan itu karena ada beberapa pembohongan publik. Terus melakukan konferensi pers yang tidak profesional menghadirkan orang-orang dengan dugaan melakukan sebuah pidana. Itu kan tidak benar itu,” ucapnya, Kamis 24/10/2024 dari Jakarta. 

Selain melapor pejabat Polda NTT, Ipda Rudy dan kuasa hukumnya juga melaporkan oknum Dinas Kelautan dan Perikanan NTT membuat barcode nelayan palsu.

Laporan tersebut berkaitan dengan bisnis ilegal BBM. Menurut Ferdy, tindakan oknum Dinas Kelautan dan Perikanan NTT masuk dalam tindak pidana korupsi.

“Karena mereka bilang tidak ada pidana tentang pemerintah dalam hal ini Dinas Perikanan dan Kelautan memberikan barcode nelayan Law Agwan kepada orang yang tidak punya hak. Ini kan korupsi. Kita akan melaporkan ke KPK,” tegasnya.

Ipda Rudy Soik mendatangi kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk mengajukan permohonan perlindungan.

"Teror orang-orang yang kita duga dari pihak yang merasa tidak nyaman dengan pengungkapan mafia BBM (ilegal yang sebelumnya ditangani Rudy)," terangnya.

Baca juga: Ipda Rudy Soik Mengaku Ada Intimidasi Usai Dipecat dari Kepolisian

Datangi Komnas HAM

Kuasa hukum Ipda Rudy Soik, Judianto Simanjuntak mendampingi kliennya ke kantor Komnas HAM untuk melaporkan kejanggalan proses PTDH.

"Kedatangan Komnas HAM ini terkait dengan apa yang dialami oleh Pak Rudy Soik karena ada pemecatan PTDH dari Polda NTT," bebernya.

Polda NTT dianggap tidak transparan dalam proses PTDH karena Ipda Rudy Soik turut membongkar dugaan kelangkaan BBM di NTT.

"Setelah itu (PTDH) pihak-pihak tertentu melakukan intimidasi dan ancaman terhadap Pak Rudy dan keluarga. Kedatangan ke sinilah kami datang ke Komnas HAM ini untuk melaporkan hal ini," jelasnya, Jumat 25 Oktober 2024.

Dengan laporan ini diharapkan Komnas HAM dapat mengusut proses PTDH yang janggal serta intimidasi yang dialami Ipda Rudy.

"Itu sangat sangat darurat dilakukan Komnas HAM untuk memberikan perlindungan. Karena bagaimana pun apakah nanti ada dugaan keterlibatan aparat kepolisian dalam melakukan intimidasi. Itu yang akan diselidiki oleh Komnas HAM," ujar dia. 

Sebelumnya, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat  Kepolisian Daerah NTT Ariasandy buka suara terkait alasan pemecatan Ipda Rudy Soik dari institusi Polri.

Menurutnya, pemecatan dilakukan berdasarkan pelanggaran kode etik yang terkait dengan prosedur penyidikan.

"Hasil pemeriksaan sidangnya, Ipda Rudy Soik dinyatakan terbukti bersalah dan dijatuhi sanksi," kata dia, dikutip dari Kompas.com, Minggu.  

Sidang Kode Etik terhadap Ipda Rudy Soik dilaksanakan sebagai respons terhadap dugaan pelanggaran. Tujuannya adalah untuk menegakkan disiplin dan integritas di lingkungan Polri.

Persidangan dilakukan pada Kamis (10/10/2024) sampai dengan Jumat (11/10/2024) dari pukul pukul 10.00 hingga 17.00 Wita, di ruangan Direktorat Tahti Lantai II Polda NTT.

Saksi-saksi dan alat bukti diperiksa, serta keterangan terduga pelanggar, Ipda Rudy Soik, didengarkan dalam persidangan tersebut.

Hasilnya, Rudy Soik dinyatakan melakukan perbuatan tercela yang mengakibatkan keputusan untuk Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari dinas Polri.

Ariasandy juga mengatakan, Rudy Soik melakukan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri dengan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Rudy Soik melakukan tindakan yang tidak profesional dalam penyelidikan dugaan penyalahgunaan BBM.

"Tindakan tersebut menyebabkan korban merasa malu dan menimbulkan polemik di masyarakat," ungkap Ariasandy. Rudy Soik juga memiliki catatan pelanggaran disiplin sebelumnya, termasuk beberapa sanksi yang telah dijatuhkan.

"Hasil putusan sidang banding Komisi Kode Etik Polri pada tanggal 9 Oktober 2024 menambah putusan sanksi berupa mutasi bersifat demosi selama lima tahun," kata dia. (fan)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved