Cerpen
Cerpen: Untukmu yang Telah Pergi
Aku tidak yakin bahwa engkau sedang tidak baik-baik saja setelah semua luka, duka dan traumamu menjadi sembuh.
Oh, iya. Tahukah engkau bahwa sikapmu yang paling aku benci ialah diammu saat engkau pergi, kakumu saat aku panggil, dan heningmu saat aku menangis.
Tahukah kau, bahwa air mataku habis untuk menangisimu, mengharapmu berkali-kali untuk kembali. Suaraku pun kini parau hanya karena memanggilmu, mencoba menahan kepergianmu.
Tapi, sudalah! Pilihanmu adalah pergi dan aku tahu bahwa sekali engkau memilih engkau tidak akan pernah mengubahnya.
Engkau yang berasal dari keabadian dan kini kembali menuju keabadian. Siapakah aku untuk menahan kepergianmu?
Kau tahu, setelah kepergianmu, ada begitu banyak hal yang berubah. Aku tak tahu pasti apakah dunia ini yang telah berubah karena kehilanganmu ataukah aku yang telah berubah karena terlalu merindukanmu?
Tapi yang pastinya bahwa hari-hariku kini menjadi sepi tanpa canda darimu.
Setelah engkau pergi aku menyadari dan memahami arti cinta. Kepergianmu mengajarku bahwa cinta yang sesungguhnya adalah kerelaan untuk melepaskan.
Kepergianmu menyadarkanku bahwa tidak semua hal yang kita butuhkan harus kita miliki.
Aku tidak mengerti arti di balik semuanya ini. Tapi aku percaya bahwa ada hal-hal baik yang akan menghampiri kita setelah kisah ini.
Aku yakin bahwa semuanya ini adalah sebuah arahan untuk kau dan aku sampai pada takdir kita yang sesungguhnya.
Aku hanya ingin mengatakan bahwa kita sudah berjuang bersama-sama. Aku berjuang dengan caraku, engkau berjuang dengan caramu.
Aku memimpikan masa depanku, engkau mengaminnya dalam setiap doa-doa malammu.
Tapi sayang, alam menghadirkan skenario lain untuk perjalanan hidup kita.
Mungkin kelak aku akan menggapai masa depanku dan engkau memetik mawar yang kau tanam, tetapi bukan pada langit dan bumi yang sama.
Akhirnya aku hanya ingin mengatakan bahwa kusisipkan selembar kertas berisi doa pada saku bajumu saat engkau pergi. Ya, aku tahu bahwa kakumu membuat engkau tidak merasakan semuanya.
Aku hanya berharap bahwa pada bumimu yang baru kini, engkau dapat membacanya dengan suara lantang. Agar aku yang masih di sini bisa mendengarnya meskipun itu adalah bagian akhir dari perjumpaan dan persahabatan kita. (*)
- Stefan Bandar, anggota biara Rogationis Maumere, Flores - Nusa Tenggara Timur.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.