Opini

Opini: Posisi Agama dalam Ruang Publik

Agama tidak lagi sibuk konflik doktrin teologis, sesat dan benar, surga dan neraka, tetapi saling merangkul menjalankan misi kemanusiaan. 

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Fransiskus Momang. 

Oleh: Fransiskus Momang
Anggota Forum Pemuda NTT Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur, Berdomisili di Kutai Timur.

POS-KUPANG.COM - Indonesia adalah sebuah bangsa yang sangat religius. Pengakuan akan religiositas ini dimuat dalam sila pertama pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa. Harapannya bahwa fondasi ini, agama memiliki kontribusi transformasi etis di ruang publik

Istilah ruang publik yang dalam bahasa Jerman “Öffentlichkeit” ini, merujuk istilah yang dipakai Jurgen Habermas, filsuf asal Jerman, generasi kedua mazhab Frankfurt, yakni keadaan yang bisa diakses semua orang.

Keadaan yang bisa diakses semua orang ialah negara atau komunitas politis. Patologis konflik agama yang rentan mengorbankan sesama dan berdampak krisis kemanusiaan merupakan dasar keprihatinan saya. 

Bahwasannya di balik peliknya persoalaan agama, ada tugas etis agama yang mesti diperjuangkan bersama dalam ruang publik yakni membela martabat luhur manusia. 

Agama tidak lagi sibuk konflik doktrin teologis, sesat dan benar, surga dan neraka, tetapi saling merangkul menjalankan misi kemanusiaan. 

Agama tidak sekadar berkotemplatif melulu, tetapi terlibat dalam menyelesaikan persoalaan bangsa.

Sengkarut Agama

Beberapa potret sengkarut agama menjadi stimulus untuk melihat lagi posisi agama dalam ruang publik

Persoalaan-persoalaan itu ialah bom Bali, konflik Poso dan Ambon, pembubaran mahasiswa yang sedang melaksanakan doa rosario, dan berita yang saling melecehkan agama yang beredar di media sosial sekarang ini dan pelbagai konflik agama lainnya.

Sengkarut agama tersebut sudah berdampak pada krisis kemanusiaan. Tidak sedikit orang yang menjadi korban, kehilangan tempat tinggal, kelaparan sampai kehilangan nyawa. 

Selain itu, konflik agama ini berdampak pada krisis psikologis umat beragama yakni menjadi takut, cemas dan enggan mengekspresiakan hidup beragama di ruang publik. Tentu kita sepakat, ini fakta dan sejarah kelam bangsa Indonesia.

Membela martabat manusia

Posisi etis agama dalam ruang publik adalah membela martabat manusia. Konsep martabat manusia merupakan basis etis paham hak asasi manusia yang bersifat universal. 

Sifat universalitas ini memungkinkan membela martabat manusia menjadi tindakan etis setiap suku, budaya, ras dan agama. 

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved