Opini

Opini: Fenomena Calon Tunggal dan Hilangnya Kompetisi Sehat dalam Pilkada

Pada Pilkada Serentak 2024, tercatat 35 daerah dengan calon tunggal, yang akan bertarung melawan kotak kosong.

Editor: Dion DB Putra
KOLASE POS-KUPANG.COM
Ilustrasi. 

Oleh Marianus Jefrino
Staf Pengajar di Sekolah Regina Caeli, Bogor, Jawa Barat

POS-KUPANG.COM - Pada 14 September 2024, Editor Media Indonesia merilis sebuah tulisan bertajuk, Pilkada Minus Kompetisi Nyata. Tulisan ini mengangkat keprihatinan mendalam terkait maraknya fenomena calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) di Indonesia, yang seharusnya menjadi ajang pendidikan politik dan seleksi pemimpin melalui kompetisi gagasan. 

Sayangnya, yang terjadi justru penurunan kualitas demokrasi di tingkat lokal, ditandai dengan semakin banyaknya daerah yang hanya diikuti satu pasangan calon dalam pilkada. 

Pada Pilkada Serentak 2024, tercatat 35 daerah dengan calon tunggal, yang akan bertarung melawan kotak kosong.

Fenomena ini bukan sekadar soal teknis pemilu, melainkan krisis dalam proses demokrasi itu sendiri. 

Jumlah calon tunggal yang terus meningkat—mulai dari hanya 3 pada 2015 hingga mencapai 35 pada 2024 —menimbulkan pertanyaan serius: apakah pilkada masih bisa disebut sebagai pesta demokrasi? 

Di balik angka-angka tersebut, terdapat ketidakmampuan partai politik (parpol), untuk menjalankan perannya dalam menyediakan kader pemimpin yang kompeten, serta memperkuat demokrasi lokal.

Krisis Representasi dan Pendidikan Politik

Ketiadaan kompetisi di banyak daerah menunjukkan kegagalan parpol dalam menjalankan salah satu fungsi utamanya, yaitu menciptakan kader calon pemimpin di tingkat daerah. 

Parpol yang seharusnya menjadi penggerak demokrasi justru terjebak dalam pragmatisme politik, di mana aliansi dan kompromi politik antarelit lebih diutamakan dibanding menciptakan persaingan sehat antarkandidat. 

Hal ini menjadi perhatian serius, karena demokrasi hanya akan bermakna ketika rakyat memiliki pilihan.

Larry Diamond, dalam The Spirit of Democracy: The Struggle to Build Free Societies Throughout the World, mengungkapkan bahwa demokrasi yang sehat
membutuhkan kompetisi politik yang terbuka dan adil.  

Kompetisi ini tidak hanya memperkuat legitimasi kepemimpinan, tetapi juga meningkatkan akuntabilitas dan efisiensi dalam tata kelola pemerintahan (Diamond, 2008: 89). 

Jika calon tunggal terus mendominasi, maka demokrasi lokal di Indonesia bisa terjebak dalam stagnasi, di mana kualitas kepemimpinan tidak berkembang, dan rakyat tidak mendapatkan pendidikan politik yang memadai.

Dominasi Kartel Politik dan Pengaruh Golput

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved