Opini
Opini: Dilema Atakore, Pro dan Kontra Geothermal
Atakore tentu tidak seperti itu tetapi minimal motor, pikap dan bus penumpang bisa saja berdesakan masuk kampung dengan warisan budaya sangat tinggi.
Apakah manfaat yang bakali diterima bertahan untuk waktu lama atau hanya hadir secepat uap air? Kenyataan di Tuban ternyata kekayaan itu hanya sebentar. Setelah dua tahun bergelimang harta, lalu kampung itu kembali ke titik awal lagi.
Untuk Atakore dan Nubahaeraka, perginya kesejahteraan itu tidak akan jauh berbeda. Hanya penderitaan akibat pemboran panas bumi jauh lebih kompleks.
Aneka gas (beracun dan tidak), lumpur yang akan menimpa lahan, akan menjadi bencana susulan. Derita akan menjadi lengkap karena situs budaya harus diangkat mengikuti kepergian warga entah ke mana.
On Site
Apakah studi banding ke Kamojang dengan panorama yang aman dan damai bisa menjadi daya tarik minimal untuk membuka ruang bagi masyarakat untuk menerima kehadiran PLTP? Kelihatan mudah untuk menjawab ya.
Tetapi sesungguhnya ada perangkap yang bisa saja disadari tetapi tidak ingin dipahami atau benar-benar tidak disadari.
Kesadaran paling mendasar adalah bahwa praksis bor panas bumi bersifat on site. Artinya keberhasilan pada satu tempat pengeboran (seperti Kamojang) tidak dengan sendirinya menjadi jaminan keberhasilan di tempat lain.
Karenanya ia tidak bisa menjadi dasar untuk menyimpulkan bahwa di daerah lain (Atakore) juga terjadi hal yang sama.
Lebih lagi pemboran Kamojang yang sudah terjadi hampir 100 tahun (sejak 1926 oleh pemerintah Hindia Belanda) dan telah telah memiliki 62 sumur bor yang menghasilkan 235 megawatt.
Lalu apakah di Atakore juga akan aman? Dengan hanya satu studi banding maka data itu sangat lemah. Bahkan kalaupun diadakan studi banding ke 1000 tempat pun tidak menjadi alasan menjadi jaminan.
Dalam logika diberi contoh aneh tetapi semoga bisa menyadarkan mereka yang terlalu tergiur.
Bila ditarik kesimpulan bahwa semua ayam berwarna putih karena sudah ada 1.000 bukti tetapi dengan 1 ayam saja berwarna hitam, kesimpulan itu sudah salah besar.
Untuk Atakore, kalau pemerintahnya ikhlas dan tulus, maka mestinya diadakan kunjungan ke PLTP terdekat seperti ke Mataloko – Ngada atau di Poco Leok Manggarai.
PLTP Mataloko yang berkuatan 20 ribu MW sudah direncanakan sejak tahun 1998 dan diadakan pemboran awal tahun 2002. Namun sejak 2008 – 2014 muncul lumpur panas yang merusak rumah dan lahan pertanian warga.
Hingga kini target listrik itu semakin jauh dari kenyataan meski sudah diupayakan pemboran berulang kali.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.