Opini

Opini: 2 Uskup, 3 Pesan, 4 Aspek

Gereja Katolik Indonesia dan bangsa ini telah memperlihatkan kepada dunia tentang iman yang hidup, persaudaraan yang lintas batas.

|
Editor: Dion DB Putra
YOUTUBE/KOMSOS KWI
Paus Fransiskus saat menyampaikan kotbah pada misa akbar di Stadion Gelora Bung Karno Jakarta, Kamis (5/9/2024) petang. 

Dalam nada persaudaaraan lintas, Bapa Suci mengunjungi Masjid Istiqlal dan memberikan tafsiran sangat positif atas terowongan persaudaraan sebagai jembatan harapan dan terowongan kasih untuk saling akrab satu sama lain.

Kita orang Katolik dan warga Indonesia bersyukur atas pengalaman ini. Dari dua uskup agung ini, saya ingin memberi perhatian pada 4 aspek yang kiranya perlu kita sama-sama perhatikan. Pertama, badan dan kebertubuhan. 

Dalam antropologi Kekristenan, manusia terdiri dari badan, jiwa dan roh. Dalam lintasan sejarahnya, badan kadangkala agak minim mendapatkan perhatian, karena dinilai sebagai sumber dosa dan hawa nafsu. 

Pengalaman Mgr Budi yang menyapa orang dengan sentuhan kasih berupa jabatan tangan, tepukan pada pundak, pelukan dan ciuman adalah suatu ajaran yang baik bahwa kita semua butuh sentuhan sebagai sikap saling mencintai dan mendukung secara wajar. 

Seperti pesannya tentang spiritualitas inkarnatif, badan dan kebertubuhan adalah juga hal yang mesti dikuduskan bagi kemuliaan Tuhan.

Begitu juga kehangatan sentuhan dan berkat dari Sri Paus. Bapa Suci memberikan penekanan tentang perlunya menyentuh tangan si miskin ketika kita memberikan sesuatu kepadanya.

Menyentuh tangan dan tubuh, saling memandang wajah saat bertemu, memberikan
senyuman, adalah juga suatu cara untuk menghidupkan iman dan spiritualitas inkarnatif itu.

Tentu saja, di saat bersamaan, orang bisa berpikir tentang manipulasi sentuhan fisik yang dilakukan oleh para pastor dan rohaniwan yang pedofil dan predator anak-anak. 

Begitu juga dengan sejumlah kasus pergundikan dan perselingkuhan yang melibatkan kaum selibater.Itulah deviasi seksual yang merusak citra cinta yang sejati. 

Kendati demikian, saya masih yakin, bahwa kita semua harus menjadi garda terdepan bagi para korban: menjadi pembela bagi anak-anak yang dilecehkan dan mendidik kaum perempuan sebagai korban untuk bisa bersuara lantang mengenai tindakan-tindakan manipulatif.

Bagaimanapun, sentuhan fisik yang penuh kasih yang kita lihat pada pengalaman dan ajaran Mgr Budi dan Sri Paus adalah suatu sapaan untuk kita selalu memperkuat kasih persaudaraan.

Tubuh dan badan kita adalah kenisah Roh Kudus, tempat Allah yang adalah Kasih bertahta. Kedua, hati. Hati yang penuh kasih seperti hati Kristus sebagaimana yang dicontohkan Mgr Budi dan Sri Paus mampu membawa kita kepada Allah yang telah lebih dahulu mencintai, menyembuhkan, dan merawat kita. 

Hati jenis ini jauh dari kalkulasi untung-rugi, karena hanya mengajarkan tentang pemberian diri yang total. 

Totus Tuus, semuanya untuk Tuhan, demikian moto Sri Paus Yohanes Paulus II yang juga pernah mengunjungi Jakarta dan Maumere.

Ketiga, rumah. Mgr Budi menyebut rumah keuskupan untuk semua bangunan di Ndona yang selama ini lebih dikenal sebagai istana keuskupan. 

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved