Opini

Opini: Kelas Menengah dan Kebijakan Ekonomi

Namun, kebijakan memompa kinerja kelompok kelas menengah sebagai bantalan ekonomi nasional bukan tanpa risiko. 

Editor: Dion DB Putra
DOK POS-KUPANG.COM
Habde Adrianus Dami. 

Lalu, pada 2024 hanya tersisa menjadi 47,85 juta atau  setara 17,13 persen. Artinya, ada sebanyak 9,48 juta warga kelas menengah yang turun kelas.

Sehingga dapat dimaknai, ketika proporsi kelas menengah turun, jumlah kelas ekonomi di bawahnya yakni calon kelas menengah dan rentan justru naik. 

Pada tahun 2014, penduduk yang tergolong calon kelas menengah merepresentasikan sekitar 45,8 persen populasi atau setara dengan 115 juta jiwa. 

Namun, pada tahun 2023, angka tersebut meningkat menjadi 53,4 persen atau setara dengan 144 juta jiwa. Lebih dari separuh populasi Indonesia masuk dalam kategori calon kelas menengah.

Dengan kata lain, pada rentang waktu 2014-2018, terdapat tren positif mobilisasi sosial masyarakat ke atas. Proporsi populasi miskin dan rentan menurun, sedangkan calon kelas menengah dan kelas menengah mengalami pertumbuhan.

Namun, dari tahun 2018-2023, ekspansi kelas menengah mengindikasikan adanya kemunduran dari progress ini. Dimana porsi populasi rentan meningkat dan kelas menengah menyusut, yang mengindikasikan adanya pergeseran dari individu yang sebelumnya merupakan kelas menengah ke calon kelas menengah atau bahkan rentan.

Deretan angka itu memang kontraktif sehingga berkonotasi negatif. Sebagaimana tampak sinyal sejumlah indikator tekanan pada kelas menengah adalah, Pertama, pemerintah menetapkan garis kemiskinan tahun 2024 sebesar Rp 550.000, maka kelas atas pengeluarannya 17 kali di atas garis kemiskinan atau di atas Rp 9.900.000, per bulan.

Sedangkan kategori kelas menengah pengeluarannya 3,5-17 kali garis kemiskinan atau Rp 2.040.000, juta sampai dengan Rp 9.900.000 per bulan. 

Rentan miskin, ialah 1-1,5 kali garis kemiskinan atau Rp.582.930,- sampai dengan Rp 874,390  per bulan. Adapun kelompok miskin pengeluaran di bawah garis kemiskinan senilai Rp 582.930 per bulan.

Sementara itu, data Mandiri Spending Index (MSI) menunjukkan porsi pengeluaran untuk bahan makanan meningkat dari 13,9 persen pada januari 2023 menjadi 27,4 persen dari total pengeluaran pada juli 2024. 

Data MSI dapat dipahami bahwa ketika pendapatan masyarakat menurun, mereka akan tetap mempertahankan konsumsi kebutuhan pokoknya, seperti makanan. Untuk kelas menengah, 41,57 persen dari pengeluarannya habis untuk membeli makanan, sementara calon kelas menengah bahkan 55,21 persen.

Kedua, Data MSI juga menunjukkan fenomena makan tabungan (mantab) sangat terasa di kalangan menengah-bawah. Dimana, rata-rata saldo tabungan nasabah kurang dari Rp 100 juta turun yakni  April 2014 sebesar Rp 3 juta menjadi Rp 1,8 juta pada April 2024.  

Ketiga, ada migrasi pilihan kendaraan  karena terbatasnya pendapatan. Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), menunjukkan penjualan motor Januari-Juni 2024 mencapai 3,17 juta unit atau melesat 49 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. 

Sebaliknya, penjualan mobil anjlok 19,4 persen menjadi 408.012 unit pada Januari-Juni 2024.

Keempat, Menurut Vivo Ballo, Ketua Gapensi NTT, pada 2016 mempunyai anggota sebanyak 1.300 perusahaan, namun menyusut menjadi 300 perusahaan 2023. 

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved