Opini
Opini: Mencari Mosalaki Kampung NTT
Mungkin karena daya tarik politik sebagai yang fascinosum et tremendum (menyenangkan dan menggentarkan).
Oleh Isidorus Lilijawa
Politisi Gerindra, tinggal di Kupang
POS-KUPANG.COM - Riuh rendah pemilihan gubernur dan wakil gubernur NTT sudah ramai terdengar sampai ke kampung-kampung.
Saat ini, salah satu topik seru bincang-bincang orang kampung adalah tentang politik Pilkada. Dalam berbagai ajang orang membahas soal ini.
Mungkin karena daya tarik politik sebagai yang fascinosum et tremendum (menyenangkan dan menggentarkan).
Orang-orang mulai memuja dan memuji, sontak juga mengkritik dan menguliti para calon gubernur dan wakil gubernur NTT yang sudah beredar namanya di ruang publik.
Satu pertanyaan yang sering terucap, kira-kira dalam Pilgub nanti kita mau pilih siapa?
Pertanyaan semacam ini bisa dijawab dengan memberikan indikator dan parameter, yang bisa saja sesuai daya jelajah orang kampung.
Dalam konteks Pilgub NTT, parameter orang kampung itu bisa seperti ini. Kita memilih pemimpin NTT itu untuk menjadi kepala kampung atau mosalaki (Bahasa Ngada, Nagekeo, Ende).
Memilih kepala kampung tentu bukan perkara ringan karena seorang kepala kampung mempunyai tugas yang juga tidak ringan. Sebagai kepala kampung, pemimpin NTT mesti berpolitik secara kampung, bukan kampungan.
Dengan berpolitik kampung akan lahir pemimpin yang berbudaya, yang mendengarkan aspirasi rakyat. Sebaliknya, jika para pemimpin berpolitik kampungan, maka mereka akan memilah-milah rakyat.
Akan ada polarisasi dan primordialisme. Politik kampungan ini akan merusak tatanan hidup masyarakat NTT.
Politik Kampung
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kampung dipahami sebagai desa, dusun, kesatuan administrasi terkecil yang menempati wilayah tertentu (KBBI, hal. 383).
Kampung dengan demikian merupakan sebuah entitas yang dihuni oleh orang-orang yang beraneka ragam latar belakang sosial budaya dan peran dalam masyarakat bersangkutan.
Orang-orang dalam sebuah kampung diikat oleh aturan bersama untuk mencapai tujuan hidup bersama. Kampung adalah basis di mana harapan-harapan setiap orang untuk mencapai tujuan hidupnya dibangun.
Opini: Setitik Optimisme Dari Kota Karang di Tengah Kemuraman Nasional |
![]() |
---|
Opini: Sungguhkah Paus Leo XIV Yang Dinantikan? |
![]() |
---|
Opini: Memoar Pater Wolters, Sang Poliglot yang Membangun Jembatan Peradaban |
![]() |
---|
Opini: Dua Dekade Sertifikasi Guru dan Krisis Pembelajaran |
![]() |
---|
Opini: Aktualisasi Nilai Melalui Gerakan Pramuka |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.