Opini

Opini: Menyoal Lima Hari Sekolah, Antara Efisiensi dan Efektivitas Pendidikan

Artikel ini sekadar mau mengajak kita untuk sedikit lebih jauh melihat efektivitas penerapan lima hari sekolah. 

Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO
Ilustrasi. Siswa-siswi SMA Giovanni Kupang saat mengikuti kegiatan belajar mengajar. 

Satu hal yang positif dari Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 ini adalah masih diberikannya ruang kebebasan bagi sekolah untuk menerapkan atau tidak menerapkan lima hari sekolah tersebut. 

Dengan demikian, sekolah diberi kebebasan untuk mengevaluasi manfaat dan mudaratnya lima hari sekolah. Tentu sayang, kalau sekolah tidak berani melakukan evaluasi yang jujur terhadap penerapan lima hari sekolah.

Mengevaluasi berkala dan perbaikan terus-menerus, seperti yang dilakukan SMAK Giovanni, harus menjadi budaya dalam sistem pendidikan kita. 

Keterbukaan untuk mengakui kekurangan dan keberanian untuk melakukan perubahan adalah kunci dalam menciptakan sistem pendidikan yang adaptif dan responsif terhadap kebutuhan zaman.

Proses evaluasi ini seharusnya tidak hanya melibatkan Kepala Sekolah dan guru, tetapi juga siswa, orang tua, dan komunitas yang lebih luas. 

Dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, kita dapat memastikan bahwa perubahan yang dilakukan benar-benar menjawab kebutuhan dan aspirasi semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan.

Konten dan Metode Pembelajaran

Regulasi pemerintah, menurut saya, semestinya tidak perlu terlalu jauh mengatur terkait berapa hari sekolah. 

Biarkan hal tersebut dikembalikan kepada sekolah dengan mempertimbangkan efektivas dan kontekstualitas masing-masing. Regulasi sebaikanya lebih fokus pada pada konten dan metode pembelajaran. 

Inovasi dalam pedagogi, pemanfaatan teknologi, dan pengembangan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan abad ke-21 harus menjadi prioritas utama. 

Sistem apapun yang dipilih sekolah, baik lima hari maupun enam hari, harus mampu memfasilitasi pembelajaran yang bermakna, mengembangkan kreativitas, dan mempersiapkan siswa menghadapi tantangan masa depan.

Pemerintah dapat mempertimbangkan pendekatan pembelajaran berbasis proyek yang mendorong siswa untuk menerapkan pengetahuan mereka dalam konteks dunia nyata, atau mengintegrasikan keterampilan digital dan literasi informasi ke dalam semua mata pelajaran. 

Fokus pada pengembangan kemampuan berpikir kritis, kreativitas, komunikasi, dan kolaborasi - yang sering disebut sebagai "keterampilan 4C" - juga harus menjadi bagian integral dari kurikulum, terlepas dari jumlah hari sekolah. (*)

 

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved