Opini

Opini: Kebudayaan Daerah di NTT dan Sebagainya

Bila direken secara kuantitatif, 10 tahun terakhir ini pemerintah mulai siuman dari pingsan panjang atas ketakhirauan terhadap kebudayaan.

Editor: Dion DB Putra
DOK POS-KUPANG.COM
Dr. Marsel Robot. 

Contoh kasus, tidak teridentifikasi secara akurat 11 objek kemajuan kebudayaan seluruh kabupaten/kota di NTT. Persoalan itu muncul dari kesulitan dana untuk melakukan pendataan di lapangan.

Masalah ini berefek dari tidak ada regulasi bidang pemajuan kebudayaan di tingkat daerah yang mengingatkan pemerintah untuk menganggarkan di bidang kebudayaan.

Masalah itu berefek pula aspek kelembagaan yang disediakan pemerintah sangat minim untuk memajukan kebudayaan daerah dan penciptaan ruang rangsang untuk menyelenggarakan even kebudayaan.

Pihak pemerintah pusat menyadari keadaan ini. Karena itu, struktur organisasi penyususunan dokumen PPKD menempatkan Sekretaris Daerah (sekda) sebagai ketua biar ia dapat mengayunkan tongkat sakti untuk mengintervensi dinas Organisasi Perangkat Daerah (OPD) tertentu dapat mengulurkan tangan untuk membantu memajukan kebudayaan.

Dampak lain, tidak maksimal kerja sama antara pemerintah dan penggiat kebudayaan (sanggar, komunitas) melakukan event untuk merangsang pertumbuhan kebudayaan.

Ruang rangsang sangat diperlukan agar generasi muda terlibat dan lebih adabtif dengan keadaan kekinian.

Demikian pula lembaga pendidikan yang dipandang generik untuk mewariskan kebudayaan secara sistemik kepada generasi muda justeru tidak dipunyai oleh pemerintah Nusa Tenggara Timur.

Sebanyak 196 SMA dan 39 SMK tidak satupun SMK Kesenian dan Kebudayaan. Tingkat perguruan tinggi mengalami fenomena yang serupa. Kita tidak mempunyai perguruan tinggi vokasi seperti Sekolah Tinggi Seni Budaya.

Sedangkan Bali yang cenderung homogen kebudayaannya justeru mempunyai sekolah tinggi seni. Mungkin kita begitu sulit siuman oleh karena kita merasa kebudayaan tidak penting, kuno rongsokan atau zadul (zaman dulu).

Padahal, Cara Anda berpolitik, cara merasa lapar, cara kita jatuh cinta difasilitasi oleh kebudayaan. Cara kita lahir, cara kita kawin, cara kita mati difasilitasi oleh kebudayaan.

Cara kita makan, cara kita bertengkar, cara kita memandang mata angin ditentukan oleh kebudayaan. Kita memang sudah lama bepergian dari diri kita tanpa bekal peradaban di dompet.

Karena itu, kita hanya menjadi pasien yang dibaptis atas nama bapa teknologi, putera modernisasi, dan roh peradaban modern, maka jadilah kita manusia puntung.

Jengang karena jengah berada di sebuah pelayaran menuju sebuah pelabuhan yang kabur dan mungkin tidak ada pelabuhah itu. Sementara kita sudah menggunting jalan pulang ke kampung halaman yang penuh rahmat.  (*)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved