Wawancara Eksklusif

Wawancara Eksklusif Relawan MER-C Ita Muswita: Tidak Patah Arang Tugas di Gaza

Ketua Tim/Bidan dan Perawat Bedah MER-C Ita Muswita berbagi kisahnya selama menjadi tenaga kesehatan Indonesia yang ditugaskan di Gaza.

Editor: Alfons Nedabang
TRIBUNNEWS.COM/REYNAS ABDILA
Relawan Medis MER-C Ita Muswita yang menjalankan tugas kemanusiaan di Gaza. 

Itu aturan yang diberikan. Kita nggak boleh keluar setelah itu kami langsung observer guest house yang lain. Kita cari daerah yang aman. Jadi ada teman-teman itu cari guest house yang aman. Kira-kira kita harus declare daerah itu harus clean banget nih.

Jadi otoritas Israel, otoritas yang berlaku itu harus clear bahwa ini tidak boleh dibom. Aturannya sih begitu. Kenyataannya nggak juga. Yang kejadian Musabeh itu ya seharusnya sudah clear.

Akhirnya malam itu juga, sore itu juga kami pindah. Lumayan lokasinya kurang lebih, nggak pake macet ya. Satu jam. Karena kita kan harus kayak orang pindahan rumah. Karena yang kita takutkan biasanya serangan pertama diikutin serang berikutnya.

Jadi kalau misalkan ada perpindahan dari relawan-relawan gitu, Israel tidak mau tau?

Nggak mau tau. Ya kalau ya memang mereka mau bombardir daerah itu ya dibombardir aja. Sama halnya rumah sakit, rumah sakit juga gitu kan. Padahal rumah sakit adalah zona yang harusnya bersih. Nggak juga, kenyataannya rumah sakit kena.

Tapi ibu setelah pertama kali mendengar bom, ada khawatiran gitu pengen pulang atau ketakutan gitu kan? Gimana?

Ketika pertama kali berangkat, kita tuh udah dikasih tahu kemungkinan yang akan terjadi. Jadi kayaknya ya sudah mengambil risiko saja. Sampai bicara begini tapi nanti kita disholatin kan, yasudah aman gitu.

Jadi kayaknya nggak usah nunggu di sini, di Jakarta juga bisa ketabrak bisa mati. Lebih kepada ikhlas saja.

Tapi untuk keputusan menjadi relawan ini kan sulit ya ibu ya? Pihak keluarga sendiri gimana menanggapi ibu yang memutuskan menjadi relawan?

Saya jadi relawan itu dari tahun 2006, kebetulan ikut semua, hampir ikut kegiatan-kegiatan MER-C dari keluarga nggak pernah ada masalah malahan mendukung.

Malah kadang-kadang dulu waktu ibu saya masih hidup, ibu saya suka ngasih info. Saya kan memang nggak punya TV dan saya jarang sekali nonton TV. Jadi ibu saya bilang, di sana ada bencana, kamu nggak pergi.

Malah ibu saya yang tahu. Baru saya kontak MER-C, kemudian MER-C kasih tahu sedang persiapan.

Di momen apa yang membuat ibu akhirnya tergerak menjadi relawan?

Indonesia, gudang bencana ya kalau nggak kita siapa lagi. Kebetulan Allah kasih saya di bidang kesehatan. Di MER-C kita nyebutnya jihad profesi. Hanya itu yang bisa kita kasih. Untuk dana, untuk apa. Kami punya keterbatasan.

Tapi alhamdulillah kita diberikan profesi yang insya Allah bisa bantu saudara-saudara kita itu. Ini juga saya, kadang-kadang sebenarnya nggak mau cerita gitu. Takut timbulnya antara ria atau apa. Karena yang kita lakukan tuh nggak separah apa yang dirasakan teman-teman kita bertahan di Gaza.

Orang Gaza itu bertahan dari mereka kecil sampai mereka dewasa. Itu tuh, kita tuh nggak ada apa-apanya. Adi kalau keikhlasan ya, ya ikhlasan saja lah. (tribun network/reynas abdila)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM lain di GOOGLE NEWS

Sumber: Tribunnews
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved