Opini
Opini: Cacat Legitimasi BOP Halal Labuan Bajo
Domain wisata tidak mengenal kategori halal-haram, tetapi cluster social, yakni the lux, middle class, dan social class.
BOP Halal tidak bisa dijadikan fasilitas untuk mentransfer ajaran moral partikular kelompok tertentu ke dalam arena res publica.
Intrik Problematis BOP Halal
Di halaman yang sama, Harian Victory News mendeskripsikan BOP Halal berdasarkan pernyataan Wisnu, Tim Percepatan Pariwisata Halal Kementerian, sebagai “segala fasilitas dan layanan boleh digunakan oleh umat Muslim, namun bukan berarti semua harus disertifikasi halal.”
Kutipan di atas jelas memperlihatkan kelompok mana yang bermain di belakang BOP Halal. BOP Halal dengan demikian merupakan instrumen penerjemahan ajaran moral agama tertentu ke dalam kebijakan hidup bersama.
Strategi semacam ini cacat secara etis di dalam hidup bersama karena memaksakan konsep satu kelompok ke kelompok lain, menghegemoni ruang kreasi kelompok yang memiliki ajaran moralitas religius lain (Hardiman, 2018).
BOP Halal Labuan Bajo cacat secara administratif, estetis, dan etis. Kalau begitu, sah dan logis bila masyarakat NTT menolak BOP Halal. BOP Halal memiliki arena main yang berbeda. Destinasi wisata Labuan Bajo bukan tempat ziarah agama tertentu.
Kawasan wisata Labuan Bajo milik semua warga Indonesia, terutama warga lokal dan pemerintah daerah.
Tidak sah secara etis dan logis kelompok tertentu yang memboncengi Pemerintah Pusat ingin memaksakan kehendak moralnya kepada pariwisata Labuan Bajo yang dimiliki banyak warga dengan beragam latar belakang.
Pemaksaan aplikasi BOP Halal di Labuan Bajo alih-alih mendatangkan kemaslahatan publik justru akan menciptakan gesekan konflik horizontal.
Kalau secara estetis, administratif, dan etis BOP Halal mengalami cacat, tetapi masih dipaksakan aplikasinya, harus dicurigai ada hidden agenda di balik itu. BOP Halal hanya akan menimbulkan bencana bagi masyarakat Labuan Bajo dan seluruh NTT. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.