Opini

Opini: Guru Berhenti Menulis?

Pertanyaan tersebut merujuk pada 2 momen penting yang diamatinya. Ternyata sangat sedikit partisipasi para guru kita dalam 2 peristiwa tersebut.

Editor: Dion DB Putra
www.freepik.com
Ilustrasi. 

Mereka merasa seakan terbebas dari penjara “publikasi ilmiah” yang selama ini mengungkung dan menjeratnya.

Terbitnya Permenpan RB Nomor 1 Tahun 2023 seakan menjadi putusan pembebasan murni tak bersyarat.

Karena penetapan angka kredit pola integrasi sesuai ketentuan terbaru hanya memperhatikan angka kredit kumulatif untuk kenaikan pangkat/jabatan (Pasal 38).

Tak ada lagi kewajiban membuat publikasi ilmiah. Motivasi untuk menggaungkan dan membumikan program literasi di sekolah-sekolah seakan digembos.

Bahkan digembos dari dalam; di sekolah-sekolah dan para pengambil kebijakan dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang menelorkan program itu sendiri.

Para guru akan ramai-ramai berseru, “Mari berhenti total dari aktivitas menulis untuk pengembangan keprofesian berkelanjutan, hai sahabat-sahabatku para guru!” Cukup menulis RPP dan sejenisnya untuk kegiatan pembelajarannya saja.

Atau kita mulai dengan menulis karya lain bergenre sastra? Apalagi ada rencana memasukkan sastra dalam kurikulum sekolah. Tak usah ikut berpikir tentang pro dan kontra yang berkembang saat ini.

Jika tujuannya memperkuat pengembangan literasi, silakan saja. Lalu, nasib organisasi profesi yang selama ini berkutat dengan dunia kepenulisan guru?

Biarkan mereka berjalan dengan visi dan misa mereka sendiri. Bila tidak maka Asosiasi Guru Penulis Indonesia (Agupena) menjadi mandul dan bersiap memasuki masa MPP alias mati pelan-pelan. Wallahualam. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved