Opini
Opini: Guru Berhenti Menulis?
Pertanyaan tersebut merujuk pada 2 momen penting yang diamatinya. Ternyata sangat sedikit partisipasi para guru kita dalam 2 peristiwa tersebut.
Pola marketing buku dan penerbitan buku secara digital (e-book) menjadi tantangan buku cetak dewasa ini.
Terlepas dari motivasi ini, khusus guru kita yang berstatus pegawai negeri sipil dan sudah dalam jabatan fungsional guru, ada kewajiban menulis dalam uraian jabatannya.
Minimal pada jabatan tertentu, sang guru harus menulis makalah sederhana, bahan ajar, modul, dan sejenisnya.
Pada jabatan lainnya diwajibkan menulis hasil penelitian tindakan kelas. Untuk kepala sekolah (dan pengawas sekolah) jenisnya penelitian tindakan sekolah.
Bahkan untuk jabatan fungsional madya sudah harus menulis artikel yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah.
Jadi, jika minat menulis saja rendah lalu bagaimana bisa membuat/menulis jenis-jenis publikasi ilmiah (karya tulis) yang diprasyaratkan?
Yang sederhana saja belum tentu dapat dilakukan apalagi yang lebih tinggi tingkatannya?
Karena jika tidak bisa melakukan hal-hal tersebut, ternyata menurut ketentuan yang berlaku, para guru tidak bisa naik pangkat/jabatan.
Meskipun sesungguhnya, kenaikan pangkat/jabatan hanyalah efek ikutan karena sudah melakukan publikasi ilmiah tersebut dalam tuntutan pekerjaan sang guru. Keduanya saling mempengaruhi. Cause and effect.
Namun semua itu adalah sebuah masa lalu. Lha, mengapa? Karena aturan yang mengatur hal-hal seperti ini bagi guru yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 yang dijabarkan lebih detail dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 Tahun 2010 tentang jabatan fungsional guru sudah dicabut.
Sebagai penggantinya telah terbit Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 1 Tahun 2023.
Dalam peraturan teranyar tentang jabatan fungsional tertentu pada umumnya termasuk guru ternyata kewajiban melakukan publikasi ilmiah sudah tidak ada.
Entah apa pertimbangannya. Yang tetap ada hanyalah pengembangan diri. Itu pun dilakukan hanya berkaitan dengan diklat dan sejenisnya sebagai upaya perbaikan atas penilaian kinerja yang masih belum maksimal.
Kegiatan-kegiatan pengembangan diri direkomendasikan dari hasil diskusi dengan atasan pasca kegiatan observasi tentang pengelolaan dan penilaian kinerja.
Jika demikian maka para guru yang selama ini menganggap kegiatan menulis dalam kaitan dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai momok, akan bertepuk tangan dan bersorak sorai.
Opini: Frustrasi Melahirkan Anarki, Benarkah Demokrasi Kita Telah Gagal? |
![]() |
---|
Opini: Maulid Nabi dan Tantangan Pendidikan Karakter di Indonesia |
![]() |
---|
Opini: Deteksi Dini Kanker Paru melalui Pemeriksaan Radiologi, Langkah Awal Selamatkan Nyawa |
![]() |
---|
Opini: Meneladani Gaya Hidup Sehat Nabi di Hari Maulid Nabi Muhammad SAW |
![]() |
---|
Opini: Kepemimpinan Sekolah dari Mengatur ke Membereskan Diri |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.