Opini

Opini: Guru Berhenti Menulis?

Pertanyaan tersebut merujuk pada 2 momen penting yang diamatinya. Ternyata sangat sedikit partisipasi para guru kita dalam 2 peristiwa tersebut.

Editor: Dion DB Putra
www.freepik.com
Ilustrasi. 

Oleh Thomas A. Sogen
Mantan Pengawas SMP di Kabupaten Kupang

POS-KUPANG.COM - Pertanyaan M. N. Aba Nuen dalam sebuah opininya beberapa waktu lalu sangat menggelitik terutama untuk para guru. “Guru NTT Tak Berminat Menulis?” (Pos Kupang, 29/11/2023).

Pertanyaan tersebut merujuk pada 2 momen penting yang diamatinya. Ternyata sangat sedikit partisipasi para guru kita dalam 2 peristiwa tersebut.

Kalau toh turut ambil bagian, hasilnya sangat jauh dari harapan. Guru salah satu SMA negeri di Kabupaten Timor Tengah Selatan ( TTS)  ini lalu mengajukan pertanyaan retoris seperti judul opininya.

Disimpulkannya bahwa minat guru dalam menulis sangat rendah. Guru hanya bertugas memoles kecakapan literasi para peserta didik sementara dirinya tidak menjadi contoh bagi pengembangan literasi.

Secara umum, kegiatan menulis dimotivasi oleh faktor internal diri yakni keinginan mengekspresikan apa yang dipikirkan. Hal itu tidak terkecuali pada para guru.

Namun untuk kegiatan menulis di kalangan guru, penulis menyebut 2 faktor pemantik plus yakni poin dan koin.

Keduanya dikemas dalam judul materi dalam berbagai kegiatan guru sebagai motivasi “Guru Menulis, antara Poin dan Koin”.

Motivasi pertama guru menulis adalah untuk mendapatkan poin atau angka kredit yang digunakannya dalam urusan kenaikan pangkat/jabatan.

Ini untuk mereka yang berstatus pegawai negeri dan sudah dalam jabatan fungsional guru. Jika angka kredit dari kegiatan publikasi ilmiah (menulis) terpenuhi, guru dapat naik pangkat/jabatan tepat waktu.

Semakin tinggi pangkat/golongan dan jabatan, otomatis penghasilannya bertambah. Selain ada semacam prestise dan bisa dibanggakan.

Karena itu jabatan fungsional tertentu (termasuk guru) yang menggunakan pola angka kredit, sejatinya memiliki pangkat tinggi-tinggi bahkan bisa sampai ke pangkat/golongan/jabatan tertinggi yakni guru ahli utama, IV/e.

Motivasi kedua adalah mendapatkan koin. Pernahkah para guru berpikir bahwa kegiatan menulis bisa mendapatkan penghasilan tambahan berupa uang alias koin? Untuk menulis di koran (lokal sekalipun) ada honorarium meskipun jumlahnya tidak seberapa.

Beda jika bisa tembus ke koran nasional. Apalagi jika bisa menulis buku. Buku-buku tentang pendidikan dapat dipasarkan secara door to door ke sekolah-sekolah.

Bila ada rekomendasi dari pejabat setempat sebelum ke sekolah-sekolah, akan lebih bagus. Biaya cetak buku memang agak mahal tapi keuntungan dari sana juga tidak kecil.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved