Pilkada 2024
Respon Pengamat Perihal Putusan MA Soal Usia Cakada
Ketidakkonsistenan wakil rakyat mengutak-atik aturan pemilihan membuat demokrasi tidak berkembang.
Penulis: Irfan Hoi | Editor: Rosalina Woso
Perubahan terjadi dengan terbitnya UU 32 tahun 2004 dengan kepala daerah dipilih oleh rakyat. 10 tahun kemudian ada perubahan dengan menerbitkan UU 22 tahun 2014. Dalam UU ini, kepala daerah dipilih oleh DPRD. Namun, aturan ini tidak bertahan setalah Presiden kala itu, Susilo Bambang Yudhoyono menolak dan menerbitkan Perpu. Pemilihan kepala daerah tetap ditangan rakyat.
Kemudian, Perpu itu diubah ke UU 1 tahun 2015. Setahun berikutnya, terbitlah UU 10 tahun 2016 dengan pemilihan tetap ada di rakyat.
"Hampir dalam perjalanannya ini mengalami perubahan. Kita tidak tahu ke depan kita bisa mendapatkan berkualitas dan berintegritas itu sangat tergantung juga dengan dasar hukum," tambah dia.
John Tuba Helan berkata, kualitas dari sebuah demokrasi bisa ditentukan oleh hukum yang berlaku. Ketidakkonsistenan wakil rakyat mengutak-atik aturan pemilihan membuat demokrasi tidak berkembang.
"Sehingga para elit suka mengutak-atik UU yang sudah diputuskan oleh mereka, kemudian mereka utak-atik lagi dan mengubah, itu yang membuat demokrasi kita tidak akan maju dan berkembang," ujarnya.
Ia menegaskan kembali agar putusan MA dijalankan, namun jadwal pelantikan kepala daerah terpilih tetap sesuai jadwal dari KPU. Karena, Pilkada serentak, harusnya pelantikan juga dilakukan secara serentak.
"Harusnya para calon kepala daerah mengikuti aturan yang ada. Jangan dibalik," kata dia. (fan)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.