Wawancara Eksklusif
Wawancara Eksklusif - Ketua Dewan Pakar PAN Drajad Wibowo: Apapun Protesnya Pertandingan Sudah Usai
Ketua Dewan Pakar PAN (Partai Amanat Nasional) Dradjad Wibowo mengatakan keberadaan partai politik di luar pemerintahan baik untuk demokrasi.
Skenario pertama, nambah utang. Skenario kedua, programnya nggak dijalankan maksimal. Di-hold dulu ya. Nah, ini kan dua-duanya nggak menyenakkan. Dan jangan lupa, utang itu kita dibatasi.
Defisit APBN dibatasi 3 % . Date ratio, rasio utang dibatasi 60 % . Sekarang rasio utang kita posisinya 39,9 % , hampir 40 % .
Kalau nggak, nanti 40 tembus. Kalau 40 tembus, itu merembet ke 50 cepat. Dan itu konsekuensinya, pasar itu akan dengar, eh, Indonesia ini kayaknya butuh duit banyak.
Harga kupon untuk bond kita akan makin mahal. Utang kita makin mahal. Jadi, ini tantangan yang serius sekali.
Makanya kita perlu ada penerimaan negara tadi. Tapi kunci dari pemerintahan Prabowo-Gibran ke depan, itu dari penerimaan negara. Itu kunci.
Jadi, penerimaan negara meningkat dari 13 menjadi 23, kira-kira?
Iya. Ya, 23-nya kan nggak langsung. Mungkin 13 atau 16 dulu.
Tapi kan tetap saja harus ada peningkatan. Itu tantangan kedua ya, ekonomi.
Tantangan ketiga adalah geopolitik militer. Mau nggak mau itu. Kita berhadapan dengan dunia yang sekarang, dari yang tadinya didominasi Amerika menjadi, ya, kasarnya Amerika dengan segala macem upayanya, dengan NATO, segala macem, berhadapan lawan Rusia, kedodoran. Apalagi nanti kalau Cina.
Dan Cina ada Taiwan, ada Laut Cina Selatan. Dan ini, apa namanya, Cina juga presidensi kemarin sudah memberikan warning. Amerika kita kerjasama. Tapi kalau Anda mau berantem, kita siap. Kasarnya kan gitu.
Situasi yang seperti ini, itu membuat posisi negara seperti Indonesia dilematis. Di satu sisi, kita secara geografis lebih dekat dengan Cina. Di satu sisi, apa namanya, Cina mempunyai program-program sabuk sutra itu. Tapi di sisi lain, tidak mungkin juga Indonesia ambil satu blok ke blok Cina dan Rusia.
Tapi juga tidak mungkin juga ambil satu blok ke Amerika. Dan menjaga tetap di tengah-tengah non-blok, politik bebas aktif, itu semakin sulit di dalam situasi seperti itu.
Jadi, kasarnya kita punya dua teman berantem, kita menjaga di tengah-tengah, kadang-kadang malah kita disalahkan si A dan disalahkan si B. Dua-duanya nyalahin kita.
Dan kalau dua-duanya nyalahin kita, konsekuensinya kan serius. Jadi, itu tantangan yang luar biasa serius yang akan kita hadapi. Minimal tiga itu.
Tapi ya, kita ada masalah populasi kita, bonus demografi kita akan cepat habis, ada masalah-masalah lain.
Mas, kalau begitu, artinya sebenarnya menteri-menteri yang berada di posisi kementerian yang terkait dengan perekonomian harus joss nih orangnya?
Super joss.
Nah, karena tantangannya tadi yang disampaikan kan gak kaleng-kaleng?
Joss aja gak cukup. Harus super joss.
Nah, dari syarat ketentuan itu, apakah memang orang-orang yang ditempatkan di kementerian yang strategis ini sudah menjadi pembahasan di KIM? Setahu Mas Drajad, maksud saya?
Kalau pembahasan figurnya mungkin baru sebagian. Tapi memang itu wilayah. Sekarang ini pembahasan figur masih wilayah Ketua umum. Jadi gak semuanya di-share.
Kalau menurut Mas Drajad sendiri, apakah itu semua diserahkan atau dipercayakan kepada para profesional atau partai ikut campur di proses ini?
Nah, ini dia. Saya seneng pertanyaan ini ya. Ini, ada satu mispersepsi saya gak tahu dikembangkan oleh siapa.
Itu dikotomi politisi lawan profesional. Ini dikotomi yang gak sehat. Karena apa? Karena di parpol itu banyak orang profesional. Dokter profesional, ekonom profesional, lawyer profesional, pengusaha profesional, banyak. Dan di profesional, banyak yang main politik dan kalau main politik malah lebih jorok dari politisi. Malah lebih jorok dari politisi.
Jadi saya rasa sudah saatnya kita menghapuskan dikotomi itu. Kita lihat orang itu berdasarkan track record dia saja. Berdasarkan kapasitas tentu.
Jadi berdasarkan kepalanya, otaknya, hatinya. Maksudnya integritas dia ya. Dan kemudian juga kerjanya, track record dia.
Jadi apakah dia dari parpol, apakah dia dari non-parpol. Menjadi gak relevan. Karena contohnya, berapa banyak jenderal yang ada di parpol? Mereka itu jenderal profesional, jago tempur semua.
Jago pengendalian teror. Jago macem-macem. Dan kemudian mereka sudah pensiun. Tapi kan ketika mereka sudah pensiun, purnawirawan, mereka tidak berarti profesionalisme mereka itu hilang.
Di PDIP, di Golkar, di Gerindra, di PAN, di Demokrat, di PKB. Itu banyak sekali jenderal-jenderal yang sangat profesional.
Jadi saya rasa gak relevan lagi untuk mendikotomikan itu. Terima kasih Mas Febby pertanyaannya itu. Mudah-mudahan masyarakat bisa melihat orangnya.
Profesional yang korup banyak, politisi yang korup banyak, jadi liat orangnya, dia cerdas, bersih, bisa kerja.
Tapi politisi yang baik banyak juga ga?
Lumayan banyak, yang nakal banyak. Tapi ya sorotannya lebih banyak disana. Tapi akhirnya kan yang neko-neko tersungkur juga kan. Jadi ada proses dan seleksi.
Sebagai seorang politis dan ilmuan, apakah perlu kekuatan seperti PDIP berada di luar pemeritahan sebagai pengimbang. Menurut ada sebagai seorang politisi dan ilmuan?
Ya kalau kita bicara politik praktis ya, itu semua parpol bergabung itu tentu lebih enak buat pemerintah kan. Itu sisi politik praktis.
Tapi kan kekuasaan yang tanpa check and balance kan itu kan juga kurang sehat. Jadi kalau ada yg di luar itu akan bagus buat demokrasi kita, bagus buat kualitas kebijakan yang diambil. Karena ya presiden, wapres, menteri, itu wong kabeh, tempatnya salah. Jadi ya kalau ada yg mengkoreksi akan lebih bagus.
Intinya kalau ada pihak yang diluar pemerintahan baik juga?
Baik juga, tentu saya tidak punya hak untuk mengomentari apapun yang akan di putuskan oleh temen-temen PDIP atau PKS. Itu hak mereka untuk memutuskan dan dari KIM kita sudah sepakst kita serahkan sepenuhnya kepada Pak Prabowo untuk memutuskan dan kami yakin Pak Prabowo akan memilih mengambil keputusan berdasarkan apa yang terbaik bagi rakyat dan negara. Jadi ya akan diputuskan terkait dengan ini.
Tapi komunikasi bagus. Saya sih berharap ini loh, bisa kita berdebat dengan keras dan secara substantif di parlemen dalam posisi pemerintah dan non pemerintah, tapi hubungan kerja sama tetap bagus. Saya berharap itu bisa kita bagun, tetap profesional hubungannya.
Kita lihat lah, demokrasi kita sedang berkembang dan bekonsolidasi.
Apapun harus diakui bahwa residu dari Pilpres ini masih ada. Terbukti, masih ada yang mengajukan permohonan ke PTUN, artinya residu masih ada. Bisa kah menyampaikan sesuatu sebagai closing stetmen, terkait masih adanya residu dan ini?
Yaa di Pilpres ini rakyat sudah berbicara ya, dan suara rakyat yang diberikan itu kan juga sangat besar. Jadi saya rasa pertandingan sudah selesai, seperti Indonesia lawan Uzbek kemarin. Apapun protesnya pertandingan sudah selesai, kita menerima hasil itu.
Kemudian ya setelah itu kita berbuat yang terbaik untuk agenda berikutnya dan bangsa dan negara. Karena agenda berikutnya kan tantangannya masih banyak.
Tapi saya rasa sudah saatnya kita untuk move on, menyiapkan agenda politik berikutnya, Pilkada, menyiapkan transisi, dan lalu sudah itu, parpol-parpol melakukan apa yang terbaik yang bisa disumbangkan. Saya rasa it’s time to move on. (tribun network/reynas abdila)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.