Opini
Opini: Kontroversi Harga Beras
Di sinilah arti strategis program Nawacita yang menggariskan kedaulatan pangan sebagai model pembangunan pertanian dan pangan.
Oleh Habde Adrianus Dami
Mantan Sekda Kota Kupang, Pengamat Kebijakan Publik
POS-KUPANG.COM - Eskalasi harga beras yang tidak terkendali, telah menyentuh level tertinggi sepanjang sejarah, yakni Rp 18.000/kg.
Perkembangannya cenderung mencemaskan jika mengacu pada pernyataan, Dirut Bulog, Bayu Krisnamurthi, (Kompas.com,18/3/2024), mengungkapkan harga beras diprediksi akan tetap bertahan dan diperkirakan tidak turun kembali ke harga seperti semula.
Padahal, Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang dituangkan melalui Peraturan Kepala Badan Pangan Nasional No 7 Tahun 2023, harga eceran tertinggi (HET) beras medium berlaku sejak Maret 2023, masing-masing adalah Rp 10.000,- per kg, sementara beras premium Rp 13.900,- per kg, untuk zona 1 yang meliputi Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB, dan Sulawesi.
Sedangkan pada zona 2 meliputi Sumatera selain Lampung, dan Sumsel, NTT, dan Kalimantan, HET untuk beras medium dipatok Rp 11.500 per kg dan beras premium Rp 14.400,- per kg.
Selanjutnya, di zona 3 meliputi Maluku dan Papua, HET beras medium sebesar Rp 11.800 per kg dan beras premium sebesar Rp 14.800 per kg.
Dalam situasi ini, masyarakat merasakan kehadiran pemerintah nyaris nihil.
Sebab upaya mencari solusi terhadap permasalahan yang timbul sangat lamban dan kurang menyentuh akar permasalahan. Jika mau jujur, hulu aneka permasalahan perberasan yang menyeruak saat ini adalah problem kebijakan keberpihakan.
Sehingga, tantangan ekonomi beras Indonesia amatlah berat. Beberapa dimensi penting ekonomi saling berhubungan sehingga, jika salah satu dimensi bermasalah, dimensi lain seakan saling mengunci.
Akibatnya, permasalahan kompleks sering kali menimbulkan distorsi ekonomi dan inefisiensi yang cukup akut.
Kedaulatan pangan
Persoalan pangan adalah persoalan hidup-matinya suatu bangsa. Di sinilah arti strategis program Nawacita yang menggariskan kedaulatan pangan sebagai model pembangunan pertanian dan pangan.
Kedaulatan pangan mengubah paradigma sebelumnya yang dikenal dengan ketahanan pangan. (Santosa, 2015).
Karena itu, pelaksanaan kedaulatan pangan dapat dinilai dari tujuh indikator utama yang meliputi: peningkatan kesejahteraan petani, produksi pertanian berkelanjutan berbasis agroekologi, proteksi harga dan penurunan impor pangan, renegosiasi semua perjanjian internasional dan regional terkait sektor pertanian dan pangan, redistribusi lahan untuk petani kecil, diversifikasi dan pembangunan pangan lokal, serta demokratisasi pertanian melalui pelibatan petani kecil dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan di semua tingkatan.
Sesuai janji Pemerintah melakukan revitalisasi pertanian tidak sekadar ingin meningkatkan produksi dan produktivitas guna mewujudkan kedaulatan pangan, tetapi juga membuka lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan petani.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.