Liputan Khusus

Lipsus - Bersama Perangi TPPO di Flores Timur

Kegiatan menyatukan spirit melawan TPPO bertajuk Kesadaran Internasional Menantang Perdagangan Manusia berlangsung di Aula Biara SSpS Hokeng, Sabtu

Editor: Ryan Nong
POS-KUPANG.COM/PAUL KABELEN
Pernyataan sikap Pemda Flores Timur, Polres Flores Timur, pihak gereja, pemerintah desa, dan relawan JPIC terkait TPPO, Sabtu, 17 Februari 2024. 

Antonius menguraikan, terkait kasus Santi, pihaknya menerima permohonan restitusi dari korban sendiri. Berdasarkan permohonan korban, LPSK lalu melakukan penghitungan nilai kewajaran atas kerugian korban melalui proses wawancara dan penelitian.

Selanjutnya LPSK mengajukan permohonan kepada Jaksa Penuntut Umum (KPU) untuk dimohonkan kepada hakim untuk dikabulkan. Proses ini merupakan mekanisme yang mesti dilakukan dalam restitusi, selain korban juga harus memenuhi dokumen - dokumen berisi rincian restitusi dan identitas.

Antonius menjelaskan, secara norma hukum banyak korban tindak pidana yang dapat mengajukan restitusi kepada LPSK, seperti korban TPPO, korban kejahatan seksual, pengeroyokan, penganiayaan dan investasi ilegal. Dalam kasus Maria, tidak ada kendala berarti saat penghitungan nilai kewajaran kerugian atas korban. "Penghitungan kita, nilainya Rp 47.700.000 sama persis dengan yang dikabulkan oleh hakim," ujar Antonius.

Antonius menegaskan, LPSK menghendaki agar uang restitusi tersebut dipergunakan dengan sebaik-sebaiknya demi keberlanjutan hidup Maria Susanti Wangkeng dan keluarga. Dia meminta agar uang itu dipergunakan untuk investasi dan hal - hal produktif.

Antonius mendorong agar kedepan ada optimalisasi peran dan sinergitas dari pihak terkait dalam penanganan kasus TPPO. Tiga titik penting dalam penanganan kasus TPPO yang mestinya terkoneksi dengan baik yaitu hilir, tengah dan hulu.

Di hilir, hal yang perlu dilakukan adalah pemulihan korban, dalam bentuk pendampingan dalam pemanfaatan uang restitusi yang difokuskan pada usaha produktif untuk peningkatan ekonomi.

"Uang restitusi bisa dimanfaatkan untuk kegiatan wirausaha. LPSK, Pemda, dinas terkait seperti UMKM, Penanaman Modal, berperan mendampingi agar pemanfaatan uang restitusi benar - benar terarah demi peningkatan ekonomi korban," ujar Antonius.

Momentum tersebut perlu didokumentasikan, dalam bentuk video misalnya, sebagai bahan testimoni sosialisasi dan edukasi pencegahan TPPO.

Selanjutnya penanganan di tengah yaitu penindakkan hukum yang cepat dan akuntable terhadap pelaku dan jaringan mafia dengan mengoptimalkan kesaksian korban dan saksi. Pada penanganan di tengah ini, kata Antonius, Aparat Penegak Hukum (APH), LPSK, pendamping korban dan organisasi masyarakat sipil perlu mengoptimalkan perannya masing-masing dan membangun sinergi yang baik.

Penindakkan hukum juga perlu dilakukan kepada badan hukum, perusahaan atau yayasan yang terlibat dalam jaringan TPPO. "Diberi hukuman setimpal dan kewajiban membayar restitusi," ujar Antonius.

Sementara untuk penanganan di hulu, yakni upaya pencegahan TPPO dan lembaga yang perlu bersinergi adalah dinas Nakertrans, BP2MI, LPSK, Gereja dan organisasi masyarakat sipil.

Selain itu, adanya peran dari Anggota DPRD. Dari sisi kebijakan anggaran, mendorong Pemerintah Daerah punya anggaran penanganan TPPO, membuat regulasi yang melindungi PMI dan keluarga dan mengawasi Pemda dan APH dalam petang memberantas TPPO. (orc/cr6)

 

Ikuti Liputan Khusus POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved