TPDI Beberkan Alasan Menohok Laporkan Keluarga Presiden Jokowi ke KPK
Tim Pembela Demokrasi Perjuangan (TPDI) membeberkan Alasan Penting dan Menohok Laporkan Keluarga Presiden Jokowi ke KPK
Penulis: OMDSMY Novemy Leo | Editor: OMDSMY Novemy Leo
POS-KUAPNG.COM, KUPANG -- Tim Pembela Demokrasi Perjuangan (TPDI) membeberkan alasan penting dan menohok melaporkan keluarga Presiden Jokowi ke KPK .
Koodinator TPDI, Petrus Selestinus , SH mengatakan, TPDI berharap KPK segera merespon karena Putusan MK No 90 PUU/XXI/2023 meski bersifat final dan mengikat tapi serta merta haru dilaskanakan.
"Menurut kami mesti keputusan MK itu bersifat final dan mengikat, itu tidak berarti serta merta harus dilaksanakan. Kenapa? Karena pada sisi yang lain putusan Nomor 90 ada masalah hukum. Dimana hakim konstitusi, Ketua majelis hakim adalah ipar dari Presiden Jokowi. Sementara Presiden Jokowi menjadi pihak dalam perkara itu," tegas Petrus Selestinus, dikonfirmasdi Pos Kupang melalui telepon genggamnya dari Kupang ke Jakarta, Selasa (24/10) pagi.
Dijelaskan Petrus Selestinus, UU No 7/2017 tentang Pemilu, ditandatangani oleh Presiden Jokowi, sehingga Presiden menjadi pihak yang memberikan keterangan di MK.

Dan perkara Nomor 90 itu sendiri, pemohonnya memperjuangkan agar Gibran Rakabuming Raka yang adalah anak dari Presiden Jokowi dan keponakan dari Ketua majelis MK itu, supaya memiliki landasan hukum maju sebagai cawapres.
Petrus Selestinus menjelaskan, kedudukan ketua MK yang adalaha ketua majelis hakim MK dalam perkara 90 dan kedudukan Presiden sebagai pihak pemberi keterangan dalam perkara itu dan kepentingan Gibran sebagai subjek yang diperjuangkan nasibnya dalam perkara itu, maka mereka berada dalam mata rantai keluarga secara semenda atau sedarah.
Karena itu, menurut ketentuan Pasal 17 (3) UU 48 2009 tentang keuasaan kehakiman yang mensyaratkan hakim yang memiliki hubungan sedarah dengan pihak yang berperkara wajib mengundurkan diri dari persidangan, tetapi tidak pernah dilakukan hakim bersangkutan. Begitu juga, tidak pernah diproses oleh Presiden dan pemohon dalam perkara itu.
Baca juga: Gibran Jadi Sorotan: Di Mana Warisan Jokowi Bertemu dengan Ambisi Prabowo
Baca juga: Inche Sayuna: Golkar Bangun Konsolidasi Menangkan Paket Prabowo - Gibran di Provinsi NTT
"Sehingga menurut kami, dugaan terjadi Kolusi dan Nepotime dalam perkara ini harus diproses secara pidana oleh KPK. Karena menurut UU No 28/1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dari KKN, mengancam setiap orang atau setiap penyelenggara negara yang melakukan kesepakatan atau permufakatan secara melawan hukum, yang merugikan orang lain atau masyarakat dan atau negara.
Dugaan nepotismenya, demikian Petrus, bahwa perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan keluarganya dan atau kroninya diatas kepentingan masyarakat bangsa dan negara maka dipidana dengan pidana penjara minimun 2 tahun maksimun 12 tahun. Para pihak yang menjadi sasaran TPDI untuk diperiksa KPK dibeberkan Petrus Salestinus.
"Kita minta KPK memeriksa Presiden Jokowi, Anwar Usman, Gibran Rakabuming Raka, Kaesang Pengareb, Mensegneg Pratiko, Prabowo Subianto. Juga meminta keterangan prinsipal Pemohon yakni Almas Tasaqi bbirru Re A serta kuas hukum prinsipal pemohon Arif Suhadi.
Serta 8 hakim konstitusi lainnya untuk didengar keterangan sebagai saksi. Jika dalam pemeriksana itu ada terlibat, maka itu menjadi urusan KPK untuk memrosesnya lebih lanjut," kata Petrus.

Ditanyakan peran KY terkait mengawasi perilaku hakim, Petrus mengatakan, saat ini tangan KY tidak sampai ke hakim MK. Kenapa? Menurutnya, sejak KY dibentuk dengan UU KY, pasal yang mengatur tentang kewenangan KY untuk mengawasi perilaku hakim sampai hakim agung, MA dan hakim konsitusi diamendemen oleh DPRD. Karena itu KY tidak bisa menjangkau hakim MK.
Ditanyakan, kemana peran dan pengawasan yang dilakukan TPDI saat proses sidang di MK itu berlangsung, Petrus mengatakan, pihaknya telah membuat sejumlah langkah.
Pertama, pada tanggal 12 Oktober 2023 atau 4 hari sebelum putusan perkara dilakukan oleh MK, TPDI telah menyampaikan Somasi kepada 9 hakim MK. "Dalam Somasi itu, TPDI minta mereka mundur. Tapi Somasi kami tidak digubris," kata Petrus Selestinus.
Kedua, tanggal 18 Oktober 2023, TPDI melaporkan pelanggaran etik yang dilakukan Anwar Usman ketua majelis hakim MK ke Mahkamah Kehormatan MK.
Baca juga: Mahfud MD Harus Izin Jokowi Sebelum Mendaftar Cawapres di KPU
Baca juga: Selangkah Lagi Gibran Rakabuming Jadi Cawapres Prabowo Subianto
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.