Opini

Opini: Merdeka Kedaulatan Pangan, Antara Kedaulatan dan Iklim

Oleh karena itu, kebijakan kedaulatan pangan menjadi esensi dari perjuangan merdeka di era modern. 

Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO-DOK PRIBADI
Inosensius Enryco Mokos 

Oleh: Inosensius Enryco Mokos
Dosen Ilmu Komunikasi dan Filsafat ISBI Bandung, Jawa Barat

POS-KUPANG.COM - Indonesia kembali memperingati hari kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 2025.

Sebuah harapan baru lahir pada momen bersejarah ini terutama pada kepemimpinan Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Kemerdekaan sejati sebuah bangsa tidak hanya diukur dari kedaulatan politik, melainkan juga dari kemandiriannya untuk memenuhi kebutuhan fundamental rakyat, terutama pangan.

Setelah 80 tahun merdeka, tantangan baru muncul di medan yang berbeda: krisis iklim. 

Ancaman multidimensi ini, mulai dari perubahan pola cuaca ekstrem hingga degradasi lahan, kini menguji ketangguhan bangsa Indonesia dalam memastikan pasokan pangan yang stabil, aman, dan berkelanjutan. 

Baca juga: Opini: HUT NTT dan Kedaulatan Pangan

Oleh karena itu, kebijakan kedaulatan pangan menjadi esensi dari perjuangan merdeka di era modern. 

Dalam menghadapi dilema ini, muncul pertanyaan mendasar: bagaimana Indonesia dapat menyeimbangkan ambisi kedaulatan pangan dengan keharusan menjaga kelestarian lingkungan di tengah tantangan krisis iklim?

Ancaman Krisis Iklim dan Solusi Strategis

Krisis iklim bukan lagi ancaman hipotesis, melainkan realitas yang secara langsung mempengaruhi sektor pertanian Indonesia. 

Peningkatan suhu rata-rata global, yang kini mendekati ambang batas kritis 1.5 derajat celcius, seperti yang disepakati dalam Perjanjian Paris, dapat memicu kenaikan permukaan air laut. 

Kenaikan ini mengancam ribuan hektar lahan sawah di wilayah pesisir, seperti di Pantai Utara Jawa, melalui intrusi air laut yang
merusak. 

Perubahan pola curah hujan yang tidak menentu mengakibatkan frekuensi banjir dan kekeringan meningkat tajam, merusak tanaman dan infrastruktur irigasi. 

Data dari Kementerian Pertanian menunjukkan pada tahun 2023, lebih dari 600.000 hektar lahan pertanian terdampak banjir dan kekeringan, menyebabkan kerugian produksi beras nasional hingga 1,2 juta ton. 

Selain itu, kondisi iklim ekstrem juga memicu munculnya hama dan penyakit tanaman baru yang lebih resisten, mengancam keberlanjutan panen.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved