Berita NTT

Duduk Soal Kasus Korupsi Pengelolaan Aset Pemprov NTT di Pantai Pede Labuan Bajo yang Rugikan 8,5 M

Penyitaan sebanyak 7 objek tanah yang merupakan aset Pemprov NTT dilakukan pada Sabtu (9/9/2023). Aksi penyitaan aset itu ditandai dengan pemasangan p

Penulis: Ryan Nong | Editor: Ryan Nong
Antara?HO-Kejati NTT
Tim penyidik Kejati NTT menyita aset tanah milik Pemprov NTT di Labuan Bajo Manggarai Barat dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan aset pada Sabtu 9 September 2023 

POS-KUPANG.COM, Kupang  - Pihak penyidik Tindak Pudana Khusus Kejaksaan Tinggi Provinsi Nusa Tenggara TImur ( Tipidsus Kejati NTT ) menyita aset tanah milik pemerintah provinsi ( Pemprov NTT ) di kawasan Pantai Pede Labuan Bajo kabupaten Manggarai Barat. 

Penyitaan sebanyak 7 objek tanah yang merupakan aset Pemprov NTT dilakukan pada Sabtu (9/9/2023). Aksi penyitaan aset itu ditandai dengan pemasangan plang Kejati NTT di lokasi penyitaan.

Adapun aksi penyitaan aset milik Pemprov NTT itu merupakan bagian penanganan kasus dugaan korupsi pengelolaan aset Pemprov NTT yang merugikan negara hingg Rp 8,5 miliar. Sebelumnya, dalam kasus itu, pihak Tipidsus Kejati NTT telah menahan empat tersangka yang terdiri dari pejabat Pemprov NTT dan pihak swasta. 

Baca juga: BREAKING NEWS: Kejati NTT Tetapkan Bahasili Papan Tersangka Korupsi Aset Pemprov

Baca juga: Kejati NTT Periksa 37 Saksi Terkait Dugaan Korupsi Aset Pemprov di Manggarai Barat

 

Duduk soal kasus korupsi pengelolaan aset Pemprov NTT

Kasus tersebut bermula pada tahun 2012 saat Kementerian Pariwisata, Seni dan Budaya menghibahkan dua bidang tanah milik Departemen Pariwisata, Seni dan Budaya Provinsi NTT kepada Gubernur NTT dengan Sertifikat Hak Pakai Nomor 3/Gorontalo/2012 seluas 17.286 m2 dan Nomor 4/Gorontalo/2012 seluas 14.384m2 di Kabupaten Manggarai Barat.

Selanjutnya, pada tanggal 23 Mei 2014, Pemprov NTT mengadakan PKS BGS tanpa melalui tender kepada PT Sarana Investama Manggabar dengan Nomor: HK 530 tahun 2014, Nomor: 04/SIM/Dirut/V/14 tentang pembangunan hotel dan fasilitas pendukung lainnya di atas tanah milik Pemprov NTT seluas 31.670m2 di Kabupaten Manggarai Barat, dengan syarat-syarat pihak I memberikan tanah seluas 31.670 m2; kepada pihak II, dan merekomendasikan pemberian HGB kepada pihak II.

Kemudian, jangka waktu kerja sama selama 25 tahun terhitung sejak tanggal beroperasi. Kontribusi diberikan oleh pihak II kepada pihak I sebesar Rp255.000.000 setiap tahun berjalan. Lalu, pihak II dapat menjaminkan HGB untuk suatu hutang pihak II pada salah satu bank/lembaga keuangan lainnya atas persetujuan dari pihak I.

Nilai kontribusi sebesar Rp 255 juta, setiap tahun ditentukan oleh Imanuel Kara dan Thelma D.S. Bana yang seharusnya dilakukan oleh tim yang ditunjuk oleh gubernur dengan melibatkan tim penilai aset atau appraisal.

Setelah perjanjian ditandatangani, pada tahun 2016 ditindaklanjuti oleh para pihak, yaitu pihak I Pemprov NTT mengajukan permohonan hak pengelolaan (HPL) atas tanah tersebut ke BPN Manggarai Barat dan terbitlah Sertifikat Nomor 00002/Gorontalo tanggal 22 April 2016 atas nama Pemprov NTT, selanjutnya diserahkan kepada pihak II PT SIM untuk pengurusan HGB.

Baca juga: Kasus Pemanfaatan Aset Pemprov NTT di Labuan Bajo, Kejati Tetapkan Satu Lagi Tersangka

Baca juga: Tanggapan Anggota DPRD NTT Leonardus Lelo Soal Penyitaan Aset Pemprov NTT Oleh Kejati NTT 

Pihak II PT SIM mengajukan IMB ke Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Kabupaten Manggarai Barat, dan terbitnya IMB Nomor: BPMPP.503.640/IMB/038/XII/2016 tanggal 5 Desember 2016 atas nama Heri Pranyoto, SE.AK., PT SIM untuk membangun sarana wisata terpadu atau taman rekreasi dan wisata publik.

Berdasarkan PKS Nomor HK530 tanggal 23 Mei 2014, Lydia Chrisanty Sunaryo dan Heri Pranyoto dibantu Jantje Tuwera yang merupakan mantan Kepala BPN NTT, mengusulkan penerbitan IMB atas nama PT SIM.

Kepala BPN Manggarai Barat saat itu I Gusti Made Anom Kaler atas risalah pemeriksaan yang dibuat oleh Budi Sidik Raharjo dan Caitano Soares, menerbitkan IMB selama 30 tahun, bukan 25 tahun sesuai masa berlaku BGS.

Setelah menerima IMB, pada Januari 2021, PT SIM membangun hotel, bukan dalam bentuk sarana wisata terpadu (taman rekreasi) dan wisata publik sesuai IMB yang diterima. Hal tersebut terjadi karena pengajuan IMB tidak dilampiri gambar rencana arsitek/gambar struktur dan perhitungan struktur untuk bangunan bertingkat yang lengkap dan sah.

Kemudian, pada tahun 2021 terdapat temuan tim auditor BPK bahwa nilai kontribusi kerja sama tersebut sangat rendah, sehingga disarankan untuk melakukan revisi terhadap perjanjian tersebut, namun tidak ada tanggapan dari PT SIM. Kemudian, Pemprov NTT melakukan pemutusan hubungan kerja, namun HGB dan IMB masih atas nama PT SIM. 

Baca juga: Potret Hotel Plago Labuan Bajo yang Terbengkalai karena Masalah Hukum

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved