Opini
Opini Marsel Robot: Ereksi Elit Partai Politik
Ia adalah presiden yang menjinakkan oposisi dengan cara menyelingkuhkan kawan dengan lawan dalam Kabinet Indonesia Maju.
Dasar manusia miskin. Semakin kaya, malah semakin merasa miskin. Semakin menjabat, semakin merasa hina dina. Padahal, jabatan sekadar aksesoris duniawi. Atau mungkin terlanjur menjadikan jabatan sebagai eksistensi atau modus eksistensi kemanusiaan.
Akibatnya, martabat dimutasikan ke jabatan. Itulah sebabnya, mereka sangat gelisah bila kehilangan jabatan. Inilah kesialan eksistensial yang paling mengerikan.
Baca juga: Opini Marianus Kleden, Kesembronoan Rocky Gerung
Bayangkan, yang pulang penjara karena korupsi, malah dengan senyum dikulum masuk lagi partai dan mendapat jabatan strategis.
Ada pula yang dicalonkan lagi menjadi walikota. Ini bukan kekeliruan, tetapi keterlaluan. Artinya, sebodoh-bodohnya rakyat tidak sebodoh orang-orang ini. Semiskin-miskinnya rakyat tidak semiskin Mahkama Agung, DPR, Menteri, pejabat. Dari sini pula, ketahuan, pemimpin kita telah kehilangan watak karitatifnya. Mereka seakan tidak perlu mengetahui harga beras semakin naik.
Mereka tidak perlu mengetahui, rakyat hanya makan sekali dalam sehari. Mereka tak perlu mengetahui harga kebutuhan pokok yang terus merayap naik ke bukit penderitaan.
Lantas siapakah rakyat? Penyair Hartoyo Andangjaya menjawab lirih.
Rakyat ialah kita
jutaan tangan yang mengayun dalam kerja
di bumi di tanah tercinta
jutaan tangan mengayun bersama
membuka hutan-hutan lalang jadi ladang-ladang berbunga
mengepulkan asap dari cerobong pabrik-pabrik di kota
menaikkan layar menebar jala
meraba kelam di tambang logam dan batubara
Rakyat ialah tangan yang bekerja. (Penulis adalah Dosen Undana Kupang dan Budayawan)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.