Opini

Opini Frits Fanggidae: Ihwal Hutang Pemprov NTT Rp 1 Triliun

Pengambilan pinjaman daerah tersebut sejalan dengan keinginan Kepala Daerah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur konektivitas

Editor: Eflin Rote
Tribunbangka.co.id
ilustrasi utang negara-negara di dunia 

Oleh: Frits Fanggidae

(Dosen FE UKAW dan Local Expert Kanwil Ditjen Perbendaharaan NTT - Kemenkeu RI)

POS-KUPANG.COM - Ihwal hutang Pemprov NTT tembus Rp 1 triliun, serta merta menimbulkan berbagai ragam opini (Podcast Harian Pos Kupang, 7 Agustus 2023). Bagi Pemprov NTT, utamanya Kepala Daerah, hutang melalui pinjaman daerah adalah peluang pembiayaan, diperbolehkan secara hukum dan karena itu perlu dimanfaatkan. Bagi masyarakat, hutang dipersepsikan sebagai beban, dan karena bebannya tembus Rp 1 triliun, maka ngeri !

Pengambilan pinjaman daerah tersebut sejalan dengan keinginan Kepala Daerah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur konektivitas (jalan dan jembatan). Bahkan ditargetkan pembangunan infrastruktur tersebut sudah harus selesai dalam tiga tahun pertama kepememimpinan Kepala Daerah, sehingga akselerasi pembangunan ekonomi terjadi lebih baik. Ungkapan Kepala Daerah yang terkenal saat awal adalah kita harus membeli waktu (percepatan pembangunan infrastruktur) agar upaya peningkatan ekonomi tidak terkendala keterbatasan infrastruktur konektivitas.

Karena pinjaman daerah adalah peluang pembiayaan dan diperbolehkan secara hukum, maka jadilah Pemprov NTT mengambil dan memanfaatkan pinjaman daerah tersebut untuk membiayai pembangunan infrastruktur konektivitas.

Baca juga: Opini - Masa Depan Cryptocurrency dan Teknologi Blockchain di Indonesia

Tahap pertama melalui PT. SMI (BUMN dibawah Kementrian Keuangan RI) dan Bank NTT sebesar Rp. 400 miliar dan tahap II melalui PT. SMI  Rp. 1,03 triliun. Sesuai ketentuan yang berlaku, terdapat sejumlah syarat yang harus dipenuhi dan sebelum diajukan ke Pemerintah Pusat (Depdagri), perlu mendapat persetujuan DPRD NTT. Syarat dan ketentuan persetujuan tersebut telah terpenuhi, maka cairlah pinjaman daerah tersebut. Informasi ini penting agar publik memahami kronologi penjaman daerah yang menjadi hutang Pemprov NTT tersebut.

Hutang memberi kenikmatan pada awalnya dan beban pada akhirnya. Hal ini merupakan keniscayaan. Karena itu, sejak awal merencanakan dan mengambil pinjamanan daerah, Pemprov NTT dan DPRD NTT sudah harus menyadarinya. Bahwa setelah pinjaman daerah direalisasi, Pemprov NTT memperoleh kemampuan pembiayaan yang lebih besar untuk membangun infrastruktur, masyarakat bisa menikmatinya. Tetapi konsekuensinya, Pemprov NTT harus meningkatkan kemampuan pendapatannya agar hutang tersebut dapat dicicil sampai lunas. Pemprov NTT dan DPRD NTT sebagai mitra, harus bekerja keras sesuai tupoksinya, untuk memperbesar kemampuan pengembalian pinjaman daerah yang dimaksud.

Bagaimana Pemprov NTT dapat melunasi hutang tersebut? Apakah Pemprov NTT mampu melunasi hutang tersebut? Mari kita simak ketentuannya. Terdapat lima syarat penjaman daerah; dua diantaranya yang penting diketahui adalah: a) Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75 persen dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya, dan b) memenuhi rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman (DCSR) yang ditetapkan pemerintah pusat. Rasio yang disyaratkan ≥ 2,5. Rasio ini diperoleh dengan cara membagi jumlah penerimaan umum APBD dengan Pokok Pinjaman plus Bunga dan Biaya lainnya.

Baca juga: Opini Marianus Kleden, Kesembronoan Rocky Gerung

Jumlah penerimaan umum APBD dihitung dari PAD + DAU + Dana Bagi Hasil (DBH) dikurangi DBH Dana untuk Reboisasi (DBH DR). Berdasarkan formula ini, komponen penerimaan penerimaan umum APBD yang sepenuhnya ditentukan Pemerintah Provinsi adalah PAD; sementara DAU dan DBH ditentukan Pemerintah Pusat. Artinya, Pemprov NTT dapat melunasi hutangnya, dalam hal ini pengembalian pinjaman pokoknya, hanya melalui PAD. Sementara pengeluaran untuk pembayaran bunga pinjaman, dari segi teknis penganggaran, termasuk dalam kelompok belanja operasional, sehingga dapat dibebankan kepada DAU.

Pada saat perhitungan rasio  kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman (DCSR), PAD dipastikan berada pada jumlah yang menjamin DCSR ≥ 2,5. Artinya, Pemprov NTT sudah yakin, bahwa PAD yang diterima mampu membayar pengembalian pinjaman pokok. Faktanya, karena berbagai hal, realisasi penerimaan PAD tidak mencapai target. Akibatnya, pengembalian pinjaman pokok tetap dapat dilakukan, tetapi porsi penggunaan PAD untuk membiayai kepentingan lain seperti tunjangan kesejahteraan bagi PNS dan pemenuhan sejumah hak/tunjangan DPRD terganggu atau berkurang. Inilah yang antara lain menyebabkan merebaknya sejumlah pergunjingan dikalangan PNS Pemprov NTT dan Anggota DPRD NTT. Dengan demikian kondisi keuangan daerah yang dirasakan berat, yang kemudian ditunjukkan melalui ruang fiskal yang semakin kecil dan kemampuan fiskal yang rendah, sejatinya merupakan konsekuensi logis dari ketidakmampuan Pemprov NTT dan juga DPRD NTT untuk menjamin tercapainya target penerimaan PAD.

Dalam lima tahun terakhir (2018 – 2022), realisasi penerimaan PAD menurun dari 100,44 % (2018) menjadi 71,44 % (2022). Pada tahun 2022 misalnya, PAD ditargetkan sebesar Rp. 1,908 trilyun, realisasinya Rp. 1,363 trilyun. Terdapat selisih sebesar Rp. 545 milyar; sementara beban pengembalian pinjaman pokok tahun 2022 sebesar Rp. 208,95 milyar. Bila PAD mencapai target atau paling kurang 90 % target, sebenarnya pengembalian pinjaman pokok tidak menggerogoti alokasi PAD untuk kepentingan kesejahteraan PNS dan Anggota DPRD.

Dengan demikian persoalan keuangan daerah yang dihadapi Pemprov NTT di tahun-tahun mendatang adalah meningkatkan kemampuannya dibidang PAD. Sumber PAD yang mencakup Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Laba BUMD yang diperoleh dari aset daerah yang dipisahkan dan Lain-lain PAD yang sah perlu dioptimalisasi melalui pendekatan ekstensifikasi dan intensifikasi. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhinya. Untuk itu, dibutuhkan kejelian, kecermatan, ketekunan dan inovasi Kepala Daerah dan Jajaran Pendukungnya, agar dapat ditemukan jalan yang tepat untuk meningkatkan PAD, agar hutang yang berasal dari pinjaman daerah tidak dipersepsikan ngeri oleh publik dan mendatangkan senyum PNS dan Anggota DPRD. (*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lain di GOOGLE NEWS

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved